8* Eight

126 24 2
                                    

"Noda di seragammu sepertinya sudah hilang," kata Jaehyun akhirnya.

Aku refleks menatap seragamku. Ah, yang benar saja. Aku bahkan sudah lupa jika kemarin seragamku kotor karena terkena noda. Jadi, yang sedang Jaehyun lihat padaku itu adalah bekas noda di seragamku? Terkutuklah wahai otakku yang terlalu overthinking.

"Apa nodanya seburuk itu hingga kamu bisa ingat sampai sekarang?" tanyaku. Sedikit ada nada kesal dari suaraku.

"Bukan karena nodanya buruk. Tapi karena insiden terbentuknya noda itu yang buat aku bisa mengingatnya sampai sekarang."

"Insiden?"

Aku menatap Jaehyun dengan kedua alisku yang terangkat pertanda bingung.

"Padahal itu mimunan enak pertamaku saat tiba di Korea. Tapi sayangnya, seseorang membuat aku tidak bisa meminumnya." Jaehyun mulai mengatakan hal yang tidak aku mengerti.

Otakku masih mencoba memproses, tapi hanya ada sedikit kepingan kenangan yang muncul di pikiranku.

"Kamu masih tidak bisa ingat? Coba perhatikan baik-baik wajahku," pinta Jaehyun. Ia bahkan mencondongkan wajahnya agar lebih dekat denganku.

Tunggu. Jung Jaehyun, tolong biarkan aku setidaknya mempersiapkan diri sebentar saja. Jantungku terlalu lemah jika mendadak diperlakukan begini.

Hm. Percuma saja aku mengeluh. Jaehyun tidak akan mengerti. Akhirnya yang bisa aku lakukan adalah menuruti kemauannya. Aku menatap wajah itu dengan saksama.

Astaga ganteng!

Oh, ayolah otak. Kau harus fokus ke hal lain.

Baiklah. Mari coba mengingatnya. Tadinya aku memang pernah berpikir pernah melihat wajah ini. Tapi ingatanku terlalu buruk.

Kenapa tiba-tiba Jaehyun mengungkit noda di seragamku? Jaehyun juga malah curhat tentang minuman pertamanya di Korea.

Tunggu!

"Kamu ...," Aku mulai mengingatnya.

Jaehyun tersenyum puas.

"Sekarang kamu ingat?" Ia memastiskan.

Ya. Aku akhirnya ingat bagaimana wajah ini tampak tidak asing bagiku. Kejadiannya baru saja terjadi kemarin. Saat sedang terburu-buru berlari di jalanan ketika hendak menuju sekolah, aku bertabrakan dengan seseorang. Orang itu memegang minuman berwarna cokelat dan minuman itu tumpah ke seragamku.

Pantas saja aku tidak begitu mengingatnya. Aku menatap wajah pemilik minuman itu hanya beberapa detik saja. Aku benar-benar sedang terburu-buru saat itu.

"Aah, jadi kamu adalah orang yang waktu itu?" gumamku tapi Jaehyun berhasil mendengarnya.

"Bukankah harusnya kamu melakukan sesuatu sekarang?" tanya Jaehyun. Ia menyadarkan tubuhnya dan menyilangkan tangan di depan dadanya.

"Apa?"

"Permohonan maaf." Jaehyun terseyum licik.

Aku menatapnya kesal.

"Permisi. Bukannya kamu juga bersalah karena minumanmu tumpah ke seragamku?" Aku mulai menantang Jaehyun.

"Harusnya kamu tidak menabrakku waktu itu. Kalau begitukan, minumannya tidak perlu tumpah ke seragammu," kata Jaehyun membela diri.

"Harusnya kamu jangan mengalangi jalan waktu itu." Aku masih terus menyalahkannya. Ya, aku tahu salahku lebih besar dari padanya. Setidaknya aku tidak ingin disalahkan sendirian.

"Pembelaanmu tidak logis. Bagaimanapun kamu yang harus minta maaf!" Jaehyun masih terus berkutat dengan pendapatnya.

Baiklah. Masalah hanya akan semakin panjang jika aku terus menolak meminta maaf. Kali ini aku akan mengakui kesalahanku.

Flowerbomb [Jaehyun~Sehun~Eunwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang