4. Cats over me

2.5K 195 9
                                    

“Ketika aku percaya bahwa di dunia ini, dia adalah salah satu tangan Tuhan yang berada di bumi untuk membantu dan menolongku.”

💖💖💖

Krekk....

Krekkk.....

Krekkkk....

Kreeeeekkkkk....

Mataku menoleh ke arah suara sesuatu benda yang digaruk kasar itu. Ada suara binatang yang merengek kecil sangat samar, namun tak bisa luput dari pendengaranku. Karena suara itu sudah aku hapal di luar kepala.

“Arghh!” Aku mengerang kecil, berkat suara garukan-garukan itu aku bangun dari tidur nyenyak.

Ketika aku menoleh ke arah suaranya, tepatnya ke arah pintu balkon kamarku, di kaca pintu itu terlihat sudah ada sebuah wajah suatu makhluk dengan raut penasaran, yang sedang mengintip.

Pintu balkon kamarku hanya pintu dengan kaca yang dilindungi oleh tirai hijau dengan motif bunga-bunga. Di sela tirai itu ada sosok wajah masam bin garang, matanya yang tajam memberikan tatapan.

“Buka pintunya! Cepat!” Sosok itu membuka mulutnya sebentar, namun aku bisa mengartikan tatapan, dan gerakan mulutnya.

“Astaga! Kucing!!!” balasku kesal berjalan ke arah pintu.

Astaga kok bisa pada naik ke sini?

Begitu pintunya terbuka ada sosok kucing jantan besar berbulu abu-abu yang langsung menyerobot masuk, dan di belakangnya diikuti sosok kucing ras anggora berwarna putih dengan bulu-bulu lebat super cantik.

“Lama banget bukanya,” gerutu si Encis sambil melotot tajam padaku. Dia hanya meow sebentar, tapi begitulah artinya selama aku bergaul dengan beberapa kucing.

Nama aslinya Greyish, sesuai dengan bulunya yang keabuan. Agar lebih akrab dia dipanggil dengan Encis, sama sepertiku yang memiliki nama Andara tapi dipanggilnya Andah. Encis adalah kucing kampung yang banyak dikasih makan oleh Kelvin, sampai membuatnya terlihat berisi seperti kucing mix-dom.

“Ngapain kalian pada ke sini? Ck, kenapa kalian bisa keluar, dan nekat ke sini?” tanyaku bicara sendiri. “Achel, kamu kok jadi bandel ngikutin si bar-bar ini?”

Tapi Encis mengoceh panjang lebar meow-meow jika diterjemahkan akan seperti ini; makanan lama banget dikasihnya, Kelvin ke mana? Tuh manusia nggak pulang-pulang, gue ditelantarin. Kita udah lapar ini? Mana makanannya? Cepaaaaat!

“Bener,” tambah si Achel hanya meow pelan sekali.

Kucing cantik itu hanya ikut-ikutan demi menagih jatah makanan padaku. Lalu dia menggeliat manja di lantai dengan bulu-bulunya yang seperti kemoceng. Kalau seperti itu Achel sedang mencari perhatian, menurut sang guru alias Kelvin, si Abangku.

Sebab si pemilik, orang yang katanya memiliki kucing-kucing itu si Kelvin, alias kakakku sedang sibuk mengurusi rapat sana-sini demi kelancaran OSPEK kampusnya demi menyambut Maba tahun ajaran baru. Manusia menyebalkan itu mulai sibuk sendiri, menyerahkan kucing-kucingnya kepadaku, Bunda, dan Rafel, si adikku. Rafel adalah manusia yang tak suka kucing tapi jadi repot dengan mengeluh terus karena bertugas mandiin Encis sampai dicakar sana-sini.

Aku melamun. Rasanya meow dari kucing terdengar sebagai bentakan keras.

“MAKAN WOY!”

Encis mulai mengeong keras dan panjang. Wajahnya yang lucu itu sedang menatap padaku, sorot matanya yang lucu dengan posisi duduk sok manis. Benar-benar makhluk ini pintar mencuri perhatian diriku.

PekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang