18. Ujian lanjutan

718 95 20
                                    

Setelah acara itu selesai tepat di jam 10 malam, aku sudah menguap lebar berkali-kali menahan rasa kantuk. Affogato pemberian dari Bang Jay tampaknya tak mampu membuatku melek mata, aku sudah menelengkupkan kepala di meja. Mataku sudah rapat menutup tanpa bisa ditahan namun telingaku masih jelas mendengar suara-suara keributan di dekatku.

“Andah udah balik, 'kan?”

Suara Rifando itu membuat aku tersadar bahwa aku sedang berada di tempat yang tidak seharusnya untuk tidur. Aku kira aku sedang bermimpi sedang duduk-duduk di Garden D, ternyata aku memang ketiduran dan masih berada di sini.

“Udah kali, tadi lagi sibuk banget. Tapi dia udah enggak keliatan sejak jam 9an,” sahut suara yang lain. Suara mirip Kelvin. “Dia udah balik kali naik Ojek. Tuh anak bener-bener nggak ngasih kabar, atau izin dulu. Ndo, coba lo tanya ke si Jonny!”

“Nanti, eh Nindya, kamu pulang sama aku aja,” ucap Rifando.  

“Nggak Ndo, Nindya balik sama gue!” seru Kelvin.

“Sama gue aja gak apa-apa,” sahut Rifando. 

Di dekatku ada yang sedang berdebat, dua suara yang amat aku kenal itu sedang berbicara keras. Aku berusaha mengangkat kepala, aku membuka mata yang lengket melihat Kelvin sedang bicara sama Rifando.

“Nindya pulang sama gue, kenapa lo ngajak dia balik bareng?” Kelvin sedang mencak si Rifando.

“Loh, mendingan Nindya pulang sama gue dong? Gimana sih? Ini udah malem, lo mau pulang kemaleman?” Suara Rifando menjadi nyolot.

“Nggak usah, udah biasa balik sampe rumah malem kali,” ucap Kelvin. “Nindya sama gue!”

“Padahal rumah gue sama Nindya satu arah—“

“Nindya sama gue, udah deh lo kan belom pernah nganter dia cuma tau daerahnya aja,” sahut Kelvin tak kalah nyolotnya. “Nanti malah nyasar.” Kelvin jangan dilawan bicaranya.

“Kenapa deh, aneh lo, Vin!” seru Rifando dengan tawa sinis. “Eh, lo kira gue nggak bisa pake Google Maps!”

“Lo pernah masuk gang kecil gara-gara Maps, Ndo. Terus jadi susah keluar karena nggak ada puteran di dalam jalan itu.” Kelvin yang masih ingat kejadian itu membuatku menggelengkan kepala menyaksikan keributan aneh ini.

“Udah jangan ribut, gue pulang sama siapa aja gapapa sih,” kata Nindya memisahkan dua orang itu. Cewek itu terlihatnya juga sangat bingung, dan ingin cepat pulang daripada direbutin sama dua cowok gila.
Atau Nindya sedang senang karena pesonanya sudah berefek mengacaukan fungsi otak dua cowok itu. Ini drama yang tak pernah aku lihat sebelumnya. 

“Nindya pulang sama gue,” ucap Kelvin bersikeras.

“Sama gue aja, Nin. Ini udah malem nanti kamu masuk angin kalo naik motor.” Suara Rifando yang menenangkan itu bikin aku yang jadi terbawa perasaan.

Lalu aku sendiri bagaimana?

Aku langsung sigap membelalakan mata, aku menatap Kelvin dan Rifando bergantian tanpa ada yang sadar bahwa ada aku yang tidak tahu akan diangkut oleh siapa dalam keadaan mengantuk berat begini.

"Gue pinjemin jaket kok, tenang aja." Kelvin masih membalas keributan itu.

“Bang Kelvin, kamu enggak mau pulang? Di sini ada adikmu yang udah ngantuk mau pulang? Atau kamu udah lupa juga masih punya adik?” Aku menegur mereka dengan cara yang sangat mengejutkan.

“Astaga!” pekik Kelvin dan Rifando serempak menoleh dengan tampang seperti melihat adegan horor.

“Eh, masih ada orang ya?” cetus Nindya.

PekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang