Teriakan bahagia siswa-siswi SMA Minami Sapporo terdengar di Aula. Beberapa siswi berpelukan dan saling mengucapkan selamat atas kelulusan mereka.
"KAU MEMBERIKU KANCING KEDUAMU?!" seorang siswi berambut pendek berteriak tidak percaya. Seorang siswa di depannya hanya mengangguk dengan senyum menawannya sebelum akhirnya mereka berpelukan. Suara riuh kembali terdengar saat mereka berdua perpelukan, setelahnya hampir seluruh siswa lain melepas kancing kedua seragam mereka untuk diberikan kepada seseorang.
Hari ini adalah acara kelulusan SMA Minami. Tradisi di Jepang, saat acara kelulusan sekolah, para siswa akan melepas kancing kedua seragam sekolah mereka. Dan kancing itu akan diberikan kepada siswi, hal itu sebagai tanda bahwa mereka memiliki rasa suka, cinta, dan sayang kepada orang tersebut.
Tradisi itu tentu saja masih berlangsung hingga saat ini. Setiap siswa maupun siswi biasanya antusias dengan tradisi kelulusan ini, namun tidak dengan seorang siswa dengan tinggi badan 178cm yang sedari tadi berdiri di samping pintu keluar aula. Ia menghembuskan napasnya sebelum akhirnya melangkahkan kakinya keluar, membosankan.
"Auriga! Sasaki Auriga!!" seorang siswi memanggilnya, ia berlari dan berhenti tepat di depan Auriga, siswa yang tidak tertarik dengan tradisi kancing kedua.
"Berikan aku kancing keduamu," siswi itu menjulurkan tangan kanannya, meminta apa yang diinginkannya dari Auriga. Siswi itu memberikan senyum terbaiknya, berharap Auriga mau memberikan kancing keduanya. Tertulis nama Okada Sakura pada name tag baju seragam siswi itu.
"Tidak," tolak Auriga.
Sakura memutar matanya, ia memang sudah menebak jawabannya. Auriga memang tidak pernah memberikan apa yang ia inginkan, termasuk hatinya. Ia memang menyukai Auriga, teman bahkan juga guru mengetahui itu karena ia secara terang-terangan mengklaim --tentu saja tanpa persetujuan Auriga-- Auriga adalah miliknya. Sakura adalah tipe cewek yang tidak suka penolakan, sejak kecil ia selalu mendapatkan apa yang ia inginkan. Namun Auriga berbeda, Auriga tidak pernah sekalipun memberikan apa yang Sakura ingin --bahkan hal sederhana sekalipun--. Namun sepertinya penolakan-penolakan Aurigalah yang membuat Sakura semakin terobsesi dan semakin bersemangat untuk mendapatkan hati seorang Auriga.
Auriga termasuk dalam daftar cowok populer di sekolah. Ia memiliki wajah tampan dengan tinggi badan 178cm dan bertubuh sedikit atletis. Meskipun populer, Auriga dikenal sebagai cowok pendiam dan tertutup, ini terbukti karena selama 3 tahun di SMA ia sama sekali tidak punya teman dekat. Menurut gosip yang beredar, Auriga menjadi seperti itu sejak meninggalnya sang ayah. Ayahnya diketahui meninggal saat Auriga masih duduk dibangku SD, setelah meninggalnya sang ayah, ibunya menjadi sangat sibuk --bahkan tidak punya waktu untuk Auriga-- menggantikan posisi ayahnya di Akira Group. Ibunya juga diketahui meninggal saat Auriga kelas 3 SMP.
Okada Sakura juga termasuk cewek paling populer di sekolah. Ayahnya memiliki perusahaan besar di Tokyo, dan tentu saja keluarga Okada termasuk keluarga kaya. Selain itu, karena Sakura juga selalu tampil cantik dan menawan, banyak sekali cowok-cowok di sekolah yang naksir padanya. Sakura juga dikenal sebagai siswi berprestasi, ia tidak pernah membiarkan orang lain menggeser gelarnya sebagai siswi nomor satu di sekolah. Ia selalu berusaha keras untuk meraih apa yang ia inginkan.
"Kau harus memberikan kancing keduamu. Itu bagian dari tradisi kelulusan sekolah," Sakura menyilangkan tangan dibawah dadanya.
Kemudian, Sakura tersenyum saat melihat Auriga melepas kancing keduanya, akhirnya Auriga memberikan apa yang ia inginkan. Namun tidak lama setelahnya sepertinya dugaan Sakura salah.
"Fujiyama Sensei," Auriga menyapa seorang guru yang kebetulan sedang lewat, Fujiyama Sensei berhenti saat Auriga memberikan kancing kedua padanya. "Ini untuk Anda. Ini sebagai tanda kasih sayang dan sebagai tanda terimakasih atas ketulusan Anda telah mendidikku. Mohon diterima, sensei."
Fujiyama Sensei terdiam dan bingung sembari menerima kancing kedua Auriga. Setelah beberapa detik berlalu ia baru mengangguk haru saat menyadari apa yang terjadi. "Selama ini aku tidak pernah mendapat kancing kedua dari murid. Auriga, kau benar-benar muridku yang terbaik!"
Auriga membungkukkan badan sesaat sebelum pergi. "Oh lihatlah, Auriga memberikan kancingnya padaku. Sepertinya sensei lebih beruntung darimu, Sakura," tawa Fujiyama Sensei pecah.
Wajah Sakura memerah, ia menahan malu karena sempat berpikir Auriga akan memberikan kancing itu padanya. Sakura memasang wajah memelas dihadapan Fujiyama Sensei. "Berikan kancing kedua Auriga padaku, sensei."
Sudut bibir Fujiyama Sensei tertarik keatas, ia menampilkan wajah menyebalkan --menurut Sakura-- dan pergi begitu saja tanpa menanggapi ucapan Sakura. Sakura menggerutu sambil mengikutinya, ia memanggil dan memohon dengan suara yang cukup keras.
Auriga duduk di salah satu kursi yang ada di kantin sekolah. Ia memandangi sekeliling, tidak terasa ia sudah harus meninggalkan sekolah ini. Namun tiba-tiba seorang cowok duduk di hadapannya sembari meletakkan minuman bersoda di depan Auriga. Cowok itu bernama Fujiwara Ken, teman sekelas Auriga dan Sakura. Ken tersenyum sesaat pada Auriga sebelum meneguk minuman miliknya.
Ken melirik bagian atas seragam Auriga yang sedikit terbuka, memperlihatkan kalung Auriga dengan cincin sebagai mainan kalungnya. "Kau tidak pernah melepas kalung itu kan? Pasti kalung itu begitu penting untukmu."
Pandangan Auriga beralih melihat kalungnya. "Bukan kalung, tapi cincinnya."
Ken menautkan alisnya, bukan karena jawaban Auriga tetapi karena Auriga mau menjawab pertanyaannya. Selama ini beberapa kali Ken berusaha mendekati Auriga, ia ingin menjadi sahabatnya. Namun Auriga selalu acuh tak acuh padanya.
Banyak orang yang takut mendekati Auriga. Ia benar-benar pendiam, tidak banyak bicara. Auriga seperti tidak memerlukan teman untuk menjalani hidupnya. Namun Ken menyakini sebenarnya Auriga kesepian, hanya saja Auriga tidak menunjukkannya. Ia berlagak sok kuat, atau mungkin Auriga tidak tahu bagaimana caranya berteman.
Tepat saat Ken ingin menanyakan sesuatu, Sakura datang dan duduk di samping Auriga.
"Hai kekasihku," begitulah Sakura. Ia akan selalu menyapa Auriga seperti itu. Tadinya Auriga selalu protes, namun Auriga menyerah karena Sakura tidak pernah mau berhenti.
"Karena besok sudah mulai libur. Harap diingat Tuan Muda Auriga, kau mempunyai jadwal liburan denganku, aku akan memberitahumu kapan dan dimana. Aku tidak terima penolakan, mengerti?" Auriga hanya diam.
Pandangan Sakura beralih ke Ken. "Dan kau dipanggil Fujiyama Sensei."
"Aku?" Ken menunjuk dirinya, "Kenapa?"
Sakura menaikkan bahunya pertanda ia juga tidak tahu. "Ayo! Aku juga masih punya urusan dengan Fujiyama Sensei."
Mereka berdua berdiri dan meninggalkan Auriga sendiri. "Urusan tentang kancing kedua Auriga yang diberikan untuk Fujiyama Sensei?" Samar masih terdengar pertanyaan Ken yang dibarengi dengan tawa.
Auriga menatap kalung cincinnya. Seketika kenangan kelam kembali berputar diingatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Auriga: Ingatan dalam Cincin
Romance"Bagaimana kalau kita melakukan sesuatu yang berbeda?" Gadis itu menautkan alisnya pertanda ia sedang bingung, ia hanya diam menunggu pria dihadapannya melanjutkan kalimatnya. "Mari berteman tanpa harus berkenalan," Pria itu tersenyum penuh arti, me...