Auriga memakai jaket berwarna hitam dengan motif dua garis merah lurus pada bahu sampai kepergelangan tangan, bahan jaket yang tidak tebal sangat cocok digunakan saat musim panas seperti ini.
Ia memutuskan untuk liburan pada awal musim panas, dikarenakan sebelumnya ia harus mendaftar di universitas dan mengurus segala berkas-berkas untuk keperluan.
"Itzumi sudah datang," Auriga menatap Yamato bingung. Ia heran mengapa Itzumi yang akan mengantarnya. Itzumi adalah salah satu supir di Akira Group sekaligus juga salah satu supir keluarga ini, ia sudah lama sekali bekerja untuk Akira Group. Umurnya kurang lebih empat puluh delapan tahun.
"Itzumi mengetahui setiap jalan di Biei, ini akan memudahkanmu pergi kemanapun untuk berlibur."
Yamato memang yang terbaik! Ia benar-benar dapat memahami keinginan Auriga. Akan sedikit merepotkan jika sang supir kurang mengusai Biei, apalagi jika mereka tersesat, ah itu akan membuang-buang waktu saja. Auriga mengambil tas punggungnya diatas kasur, ia benar-benar sudah siap untuk liburan.
"Jaga nenek untukku."
Yamato mengangguk tepat saat ponsel Auriga berdenting. Satu pesan masuk dari Sakura.
Aku menunggumu ditempat biasa jam 1 siang! Jangan melupakan janjimu, Auriga!!!
Auriga melirik jam diponselnya, sekarang tepat pukul 11 siang. Pandangannya beralih menatap Yamato, "Jangan beritahu siapapun kemana aku pergi. Aku benar-benar ingin menikmati liburan sendiri ini."
Ia menghampiri neneknya yang sedang menonton televisi, setelah memeluk dan pamit, Auriga berjalan keluar rumah dan diikuti Yamato.
Diluar terlihat Itzumi sudah menunggu disamping mobil. Auriga memeluk Yamato sesaat sebelum masuk kedalam mobil.
"Selamat bersenang-senang, Auriga."
***
Tepat pukul tiga lewat enam belas. Mereka telah sampai di Shikisai No Oka atau Bukit Shikisai. Perjalanan dari Sapporo ke Bukit Shinkisai sebenarnya hanya memerlukan waktu sekitar dua jam, namun waktu mereka banyak terbuang saat makan siang. Santai sajalah, liburan kan memang untuk dinikmati. Bantin Auriga.
Setelah memarkirkan mobil, Auriga langsung menuju tempat penyewaan sepeda. Sebenarnya pengunjung bisa mengelilingi Bukit Shikisai dengan mobil kecil atau gerobak yang ditarik dengan traktor, namun kali ini Auriga lebih memilih untuk menggunakan sepeda.
Bukit Shikisai memiliki latar belakang Gunung Tokachidake dan Gunung Furano. Bukit Shikisai cukup terkenal karena pemandangan taman bunga yang indah dan menawan, luas kebun bunga di Bukit Shikisai bisa mencapai lima belas hektar lebih. Bukit ini ditumbuhi banyak jenis bunga berwarna-warni.
Pungunjung hari ini tidak terlalu ramai, membuat suasana semakin tenang. Saat mengayuh sepeda, tiba-tiba dari belakang seorang gadis meluncur menggunakan sepedanya dengan cepat. Gadis itu berteriak kegirangan. Gadis aneh. Pikir Auriga.
Auriga berhenti ditaman lavender. Langit yang biru serta hamparan luas bunga lavender, benar-benar indah. Auriga menikmati keindahan itu sambil sesekali meneguk munuman kopi yang tadi sempat dibelinya.
Ah, aku belum memberi kabar kepada Yamato. Auriga mengeluarkan ponselnya, ia memberitahu Yamato bahwa ia telah sampai di Bukit Shikisai, dan sepertinya nanti akan menginap di Biei. Auriga berjalan pelan sambil memainkan ponselnya sampai ia menabrak seseorang. Minuman yang sedang dipegangnya tumpah mengenai baju gadis tersebut.
"Maafkan aku," Auriga membungkuk lalu meminta maaf. Gadis itu tersenyum sambil mengatakan tidak apa-apa.
Auriga memperhatikan, gadis ini adalah gadis yang mengayuh sepedanya dengan cepat sambil berteriak kegirangan tadi. Gadis itu mengenakan kaos lengan pendek dan celana pendek, cewek yang tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan Auriga. Ia memiliki rambut sebahu ala curly hair.
Auriga tidak berhenti menatap gadis itu, terlebih saat ia tersenyum. Senyum gadis itu seindah senja. Cantik. Pikir Auriga. Auriga kembali memfokuskan pikirannya, baju gadis itu basah dengan noda kopi.
Dilepaskan jaket yang dipakainya dan diberikannya pada gadis itu. Meskipun awalnya menolak tetapi akhirnya gadis itu memakai jaket Auriga guna menutupi bajunya yang ada noda. Sekilas gadis itu melirik kalung cincin yang dipakai Auriga, namun ia tidak berkomentar apapun.
Ia menatap gadis itu lagi, jaketnya benar-benar kebesaran pada gadis itu. Membuat gadis itu terlihat lucu dan imut.
"Berhenti memperhatikanku," wajah Auriga memerah saat mendengar ucapan gadis itu. Ia buru-buru mengalihkan pandangannya.
Mereka saling berdiam untuk beberapa saat, memandang hamparan luas bunga lavender. "Kau bukan orang daerah sini ya?"
Auriga mengangguk mengiyakan tanpa mengalihkan pandangannya dari bunga-bunga lavender. "Aku juga sama. Hanya berlibur."
Tawa remaja-remaja turis yang berdiri tidak jauh dari mereka membuat fokus mereka teralihkan. Remaja-remaja itu seperti menceritakan sesuatu dan tertawa bersama.
"Pasti menyenangkan jika berlibur dengan teman," kata gadis itu sedih. Gadis itu menatap Auriga. "Dimana temanmu?"
"Aku tidak memiliki teman," Auriga membuka kamera diponselnya.
Gadis itu terdiam, kelihatan ia sedang bingung. Apa mungkin ada seseorang yang hidup tanpa teman?
Cekrek!
Mata gadis itu melebar saat menyadari Auriga telah memotretnya dengan ponsel. Wajah Auriga tampak puas dengan hasil fotonya, sedangkan gadis itu mengeluh karena difoto secara mendadak.
"Seharusnya kau membiarkanku berpose terlebih dahulu!" protesnya sembari melihat hasil foto Auriga. "Waahh, hasilnya bagus walau hanya dengan ponsel. Fotokan aku ditempat lain! Ayo!!"
Gadis itu berlari menaiki dan mengayuh sepedanya menuju spot yang ia sukai, sedangkan Auriga hanya mengikuti kemana gadis itu pergi.
Setelah sampai ditempat yang menurutnya bagus, ia berdiri membelakangi latar belakang Gunung Tokachidake dan Gunung Furano serta hamparan luas bunga warna-warni dibelakangnya. "Foto aku dengan latar belakang menakjubkan ini. Kau tahu caranya kan."
Gadis itu berpose sembari tersenyum riang, Auriga mengambil foto seperti seorang fotografer yang profesional. Gadis itu kembali kegirangan saat melihat hasil foto Auriga. Ia mengacungkan kedua jempolnya tanda mengagumi hasil foto Auriga.
Setelah puas berfoto, mereka menelusuri bukit dengan menuntun sepeda masing-masing.
"Kau harus memiliki teman," gadis itu memulai percakapan. "Sahabatku pernah bilang, teman akan membuatmu melihat dunia yang bahkan tidak pernah kau lihat jika sendirian."
Angin berhembus, gadis itu sedikit merapikan rambutnya. "Aku tidak tahu bagaimana caranya berteman."
"Aku pikir kau mirip denganku. Dulu aku juga tidak punya teman, aku terbiasa hidup sendiri. Melakukan apapun sendiri, sampai akhirnya aku bertemu dengan seseorang yang menjadi sahabatku sekarang. Gadis cantik, dia lahir dan besar di Tokyo, tapi beberapa tahun lalu dia pindah ke dekat rumahku," gadis itu mengerutkan keningnya, menyadari kenapa ia malah menceritakan yang kemungkinan pria ini tidak ingin tahu.
Gadis itu tersenyum menatap Auriga. "Kau hanya perlu menerima mereka dan cobalah buka hatimu sedikit demi sedikit. Jauhkan pikiran-pikiran tentang pendapat buruk mereka terhadapmu, karena itu hanya akan membuatmu insecure."
Auriga menghentikan langkahnya, gadis itu juga berhenti setelah dua langkah didepan Auriga, gadis itu membalikkan badannya untuk menatap Auriga.
"Kalau begitu jadilah temanku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Auriga: Ingatan dalam Cincin
Romance"Bagaimana kalau kita melakukan sesuatu yang berbeda?" Gadis itu menautkan alisnya pertanda ia sedang bingung, ia hanya diam menunggu pria dihadapannya melanjutkan kalimatnya. "Mari berteman tanpa harus berkenalan," Pria itu tersenyum penuh arti, me...