13. Garis Takdir

3 1 0
                                    

Langkah kaki Lunar berhenti tepat didepan seorang gadis muda lainnya yang sedang duduk memandang langit. Sekilas mereka saling melemparkan senyuman sebelum akhirnya gadis muda itu melanjutkan aktifitasnya melihat langit.

Lunar duduk tepat disamping gadis yang dua tahun lebih muda darinya itu. "Sudah menunggu lama?"

Gadis berambut panjang dengan poni tipis itu menggangguk mengiyakan tanpa memalingkan wajahnya.

"Maaf, aku pikir kuliahku akan berakhir sebelum jam sembilan malam," Lunar melirik jam tangannya. Sekarang sudah jam sembilan lewat lima belas, pasti gadis ini sudah menunggu lebih dari setengah jam.

Lunar meletakkan makanan yang tadi sempat dibelinya dipangkuan gadis itu. Pandangan gadis itu langsung beralih kemakanan pemberian Lunar. "Wah!" ia langsung semangat saat melihat Ishiya Confectionery iGateau lah yang dibelikan Lunar untuknya.

Ishiya Confectionery iGateau atau bolu panggang ini merupakan salah satu jajanan khas Hokkaido, dan jajan ini termasuk makanan favorit gadis muda ini. Bolu panggang ini seperti madeleine tetapi lebih banyak menggunakan butter, white chocolate, dan cheese powder dibuat menjadi adonannya, kemudian dipanggang sampai bagian luarnya renyah dan harum.

"Aku sudah lama sekali tidak makan ini," kata gadis itu yang langsung melahap makannya.

Lunar tersenyum menatap gadis itu antusias dengan makanannya. Ia juga mengodorkan minuman black tea hangat, membuat gadis yang memakai celana training serta jaket itu kembali kegirangan.

Rasa white chocolate pada bolu panggang ini sangat kuat sehingga cocok sekali jika dihidangkan dengan kopi atau black tea. Tadinya Lunar ingin membelikan kopi, tapi karena diingatnya besok gadis itu masih harus sekolah, segera diurungkan niatnya.

"Jadi, kenapa kau memanggilku kesini?"

Lunar merangkul gadis itu. "Hanya merindukanmu."

"Aish," gadis itu segera melepas rangkulan Lunar.

Lunar tertawa. Gadis disampingnya ini bernama Hikari. Lunar dua tahun lebih tua darinya. Hikari adalah sahabatnya sejak kecil, mereka adalah tetangga. Karena perbedaan umur dua tahun itulah yang membuat keduanya dekat seperti hubungan adik kakak.

Terkadang mereka dijuluki kembar, karena selalu bersama dan mempunyai tinggi badan yang sama. Belum lagi mereka terkadang membeli pakaian atau aksesoris yang sama, biar couple katanya.

Hikari adalah sahabat yang paling berharga untuk Lunar. Meskipun umur Hikari lebih muda darinya tetapi Hikari banyak sekali mengajarkan Lunar tentang kehidupan, tentu saja hal itu dilakukan tanpa sengaja.

"Katakan ada apa."

Lamunan Lunar terhenti, dilihatnya anak itu masih terus memakan bolu panggangnya. Lunar kembali menggelengkan kepalanya.

"Kau menyuruhku datang ke taman ini malam-malam begini dan kau tidak ingin mengatakan apapun?" Hikari menghembuskan napasnya, kemudian ekspresinya melembut. "Kau tidak perlu memendamnya sendiri."

Pukul delapan tadi Hikari mendapat pesan dari Lunar. Sahabatnya itu memintanya untuk datang ke Elm Nomori Park jam sembilan kurang dua puluh. Elm Nomori Park adalah salah satu taman yang tidak jauh dari Hokkaido Universitas, dan tentu saja tidak jauh dari rumah mereka berdua.

Setelahnya, Hikari datang tepat waktu. Dan ia telah menunggu Lunar selama setengah jam lebih. Jika saja Lunar tidak mau menceritakan apapun padanya, itu berarti ia telah menunggu hal yang sia-sia kan? Meskipun akhirnya ia mendapatkan makanan favoritnya.

"Aku bertemu lagi dengannya." kata Lunar akhirnya mau berbicara.

"Siapa?" tanya Hikari yang dimulutnya sedikit penuh dengan makanan. Pikirannya menebak-nebak tentang apa yang sedang dibicarakan Lunar.

Mata Hikari membulat saat menyadari pembicaraan Lunar. Ia buru-buru minum black tea hangatnya dan menatap lurus ke Lunar. "Pria yang di Biei?"

Lunar tersenyum simpul saat tebakan Hikari benar. Sedangkan Hikari menutup mulut dengan tangan kirinya.

"Apa kalian sudah resmi berpacaran?" tanya Hikari sembari mengangguk-anggukkan kepalanya senang. "Kalian benar-benar berjodoh."

"Dia tidak mengingatku," kata Lunar lirih, pandangannya tertunduk.

Gadis disampingnya segera menatap Lunar bingung, ia tampak menaikkan alisnya.

"Aku diberitahu temannya. Beberapa waktu lalu dia mengalami kecelakaan dan sebagian ingatannya hilang," Lunar tersenyum miris.

"Kalau ingatannya hilang, kau hanya perlu berusaha mengembalikan ingatannya kembali."

"Memangnya aku siapa?"

Hikari menatap Lunar sedih. "Kak, dia menciummu sewaktu di Biei. Terlebih dia memberimu cincin yang sangat penting untuknya, itu berarti dia berpikir kau juga sangat penting untuknya."

Sebenarnya, Lunar menyetujui ucapan Hikari. Namun ia merasa sangat takut jika apa yang dipikirkannya ternyata salah. Ia takut salah mengartikan apa yang dilakukan pria itu.

"Kami hanya kebetulan bertemu di Biei, dan sekarang kami tidak sengaja bertemu kembali di Sapporo."

Hikari menggelengkan kepalanya tidak setuju. "Menurutku, tidak ada yang namanya kebetulan. Apapun yang kita alami, berpisah dengan siapa, bertemu dengan siapa adalah sebuah takdir, bukan kebetulan atau ketidak sengajaan."

Takdir, dan tak ada yang namanya kebetulan. Bahkan pertemuan dengan seseorang yang menurutmu tak berarti apa-apa dihidupmu, bahkan seseorang yang hanya bertemu sekali seumur hidupmu, bukanlah sebuah kebetulan. Jika kau melihatnya lebih dalam, maka kau akan menyadari bahwa semua yang terjadi pasti mempunyai makna, mempunyai arti. Itu adalah garis takdir.

Lunar tidak protes ataupun menyanggah ucapan Hikari. Jika dipikir secara logika, apa yang dikatakan Hikari adalah sebuah kebenaran. Ia menatap Hikari, tersenyum pada gadis itu lalu mengacak rambutnya sayang.

Sekarang perasaannya jadi lebih tenang. Ia harus berusaha membuat pria itu mengingatnya lagi, lalu apa yang akan terjadi setelahnya akan ia serahkan pada takdir.

Dalam hati, Lunar kembali bersyukur. Hikari memang gadis yang memiliki pikiran positif, sangat bagus untuk Lunar yang terkadang sering tenggelam dalam kegelapan.

Auriga: Ingatan dalam CincinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang