- Denila -
Waktu masih SMA, temen yang gue punya bisa kehitung jari. Entah karena gue sulit bergaul, atau gue nya aja yang malas punya banyak temen.
Bukan berarti juga gue gak akrab sama temen sekelas gue sendiri. Gue tetap senang untuk bermain dengan mereka. Tapi, gue cuma punya satu temen yang selalu ada.
Dia ada waktu gue gue lagi nangis karena nilai matematika gue turun, waktu gue nangis karena lupa bawa tugas gue, atau bahkan waktu gue seneng cuma karena makan siomay depan sekolah.
Begitupun gue yang selalu menyaksikan dia berkembang. Dari yang awalnya dia selalu gugup waktu presentasi, sampai dia bisa jadi ketua pelaksana festival kuliner di sekolah.
Iya, dia.
Temen berkembangnya gue.
Dia yang bahkan ada di hari wisuda gue. Dia yang pada saat itu menguatkan gue untuk terlihat baik-baik aja sekalipun kenyataannya bukan begitu dan memberikan pundaknya saat gue udah gak kuat untuk menahan tangisan gue.
Gue tersenyum kala mengetahui kalau sekarang dia bisa wujudin mimpinya yang selalu dia bilang ke gue waktu SMA dengan mata yang bersinar.
"Gue mau deh nanti punya toko kue punya gue sendiri...."
Dia yang mencari tahu kemana dan kenapa Arvan ngilang. Hingga dia memberi tahu gue lewat sambungan telepon kala itu.
Dia yang hobi bikin kue dan orang yang pasti dia temui ketika dia selesai bikin kue dengan resep baru adalah gue.
Dia yang selalu bertanya apa rasa yang kurang dari kue yang dia bikin. Sampai gue pernah tiga hari berturut-turut makan kue dari dia.
Gue gak pernah menyesal untuk bertemunya, untuk berteman hingga sekarang.
Iya, dia.
Senyumnya masih sama saat terakhir gue bertemu karena kita yang sering sibuk dan jarang bertemu.
"Den!" dia menyapa gue yang baru aja melangkah masuk ke sebuah toko kue yang udah menjadi favorit gue dan Mama.
Toko kue yang dari dulu selalu dia dambakan.
Sampai-sampai belakang buku gue pernah dia jadikan coretan buat dia bikin desain toko kue nya nanti.
"Prisila!" gue gak kalah heboh sampai nyamperin dia dan memeluknya dengan erat gak peduli sama pelanggannya yang lagi pilih-pilih kue.
"Kenapa ya kita sok sibuk banget sampe jarang ketemu hahahaha," ujarnya sambil sibuk melayani pelanggan.
"Lo nya aja kali sombong sama gue."
"Ih kok lo gitu sih! Hahahaha," dia selalu ketawa sekalipun gue gak ngelawak. Gak ngerti. Hal gak lucu aja dia ketawain.
Gue sengaja ke toko nya karena ingin bertemu dia sekaligus beli beberapa kue dan roti.
Beberapa menit gue memilih apa yang mau gue beli, gue kembali menghampiri Prisila untuk bayar.
"Aku ke toilet dulu," suara itu berasal dari pacarnya Prisila. Mereka udah jadian cukup lama dan kayaknya cowoknya serius dan Prisila juga baru cerita akhir-akhir ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Playing
Fanfic[On going] - We play games, not feelings. But sometimes, we are cowards. - Selamat datang dan berkenalan dengan Fedillo dan Denila serta yang lainnya.