-12-

40 3 6
                                    

- Denila -



Dari sekian banyak alasan gue untuk menolak, lagi, gue malah menerima ajakannya.

Padahal seharusnya gue bisa cuma di rumah aja untuk sekedar tidur siang atau bahkan main game.

Mama juga heran sendiri waktu gue begitu rapih keluar dari kamar seperti bersiap-siap untuk pergi.

Padahal, masih ada beberapa jam lagi sampai dia jemput gue.

"Mau ke mana rapih banget?"

Gue yang lagi mengambil minum menoleh ke arah Mama yang memperhatikan gue dari atas sampai bawah. Jelas dia heran karena semalem gue bilang kalau hari ini gue gak ke kantor.

"Diajak main sama temen."

"Sama Prisila?" dari sekian banyak temen gue, yang Mama ingat cuma Prisila karena dulu gue sering membawanya ke rumah.

"Bukan."

Untungnya Mama gak banyak tanya. Dia cuma menghela nafas sebelum berkata "Yaudah, hati-hati," dan pergi meninggalkan gue yang meminum air putih yang gue tuang ke gelas.

Mungkin kenapa Mama gak tanya lebih karena dia juga harus bergegas ke rumah Tante Liana yang udah nunggu dia buat makan bareng di rumah nya.

Semalam Alvaro juga sempat menelpon gue untuk mengajak gue untuk makan bareng di rumahnya.

Tapi gue menolak dengan alibi kalau gue lagi banyak kerjaan.

Padahal, gue cuma belum siap lagi aja ke sana setelah terakhir gue ke sana untuk mengetahui suatu fakta yang bikin gue susah tidur.

Tante Liana juga ngerti kalau gue gak mau teringat dan kepikiran lagi.

Gak ngerti kenapa dia begitu percaya diri menganggap kalau gue kesusahan mengunci pagar karena mata gue yang tetap menatapnya saat bertanya sebenarnya dia mau ajak gue ke mana.

Geer banget.

Padahal itu murni karena kunci gemboknya macet. Mama juga suka ngeluh waktu susah kunci pagar setiap malem.

"Mama kenapa?" waktu gue mendapati Mama masuk rumah dengan muka bete sehabis kunci pagar rumah.

"Itu lho, Den... pagar rumah kita kenapa sekarang susah banget ya dikuncinya?"

"Nanti dibenerin aja kali, Ma."

Mama sempat memanggil tukang untuk membetulkan namun sehari setelahnya selalu begitu lagi. Susah dikunci.

Jadi, Mama memilih berlapang dada aja kalau setiap malam dia akan menambah kesabarannya buat kunci pagar.

Gue selalu bilang kalau biar gue aja yang kunci pagar rumah pada saat gue pulang dari kantor.

Tetep aja Mama ngeyel kalau dia mau, dia aja yang kunciin pagar.


"Gapapa, biar Mama aja... soalnya kadang bikin emosi karena kuncinya macet, daripada nanti kamu makin capek."

Playing Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang