Mario Galau

350 28 15
                                    

"Ayo pada makan!!" teriak Mario dari dapur. Beberapa sayur dan lauk pauk sudah matang. Malam ini ia memasak dibantu oleh si pengracik kopi. Siapa lagi kalau bukan Leo?

Walau hanya dua puluh persen Leo membantu dan delapan puluh persennya mengrusuhi, masakan tetap matang dengan rasa yang nikmat. Iya lah 'kan Mario yang masak:)

Semua berhamburan, mengantri dan mengambil jatah masing-masing. Untuk makan malam kali ini, si tertua Chandra tidak ikut karena harus lembur di kantor.

"Jihan mana?" tanya Mario. Gevan menoleh. "Tadi pergi," jawabnya.

"Sama siapa?"

"Daniel," sahut Jeffrey.

"Katanya mereka kemarin jadian?" tanya Nadine. Semua menoleh.

"Yang bener?" Edward membulatkan matanya. Nadine pun mengangguk.

"Lah, kalian gatau? Gue pikir bukan cuma gue yang diceritain," ungkap Nadine.

Terlihat wajah Mario seketika lesu. Seperti tak ada semangat untuk menghabiskan makanan yang tadi ia buat dengan susah payah karena dirusuhi Leo.

Mario sendiri seperti bingung. Merasa aneh dengan keadaan hatinya yang seketika seperti murung. Sebenarnya, karena apa? Apakah karena Jihan? Tapi, kenapa harus Jihan?

Bahkan, selama ini Mario seperti tak menyadari perasaannya yang sebenarnya kepada Jihan. Selama ini ia hanya menganggap Jihan sebagai tetangga, sekaligus sahabat dan tak lebih.

Jika memang seperti itu, mengapa harus sakit hati? Bukannya dari awal Mario hanya menganggap sahabat?

Merasa ada yang aneh dengan perubahan gestur Masnya, Ical menyenggol siku Mario.

"Kenapa Mas?" tanyanya. Ical paham betul jika Mario sedang dilanda kegalauan.

"Gapapa Cal," jawab Mario sambil menampakkan fake smile nya.

"Jangan bohong! O gue tau! Lo belum sholat 'kan? Bareng gue yuk Mas, gue juga belum sholat isya," ajak Ical.

"Iya, abisin dulu makanan lo," jawab Mario. Ical mengangguk.

🏡🏡🏡

Seperti yang sudah direncanakan tadi, Mario dan Ical kini sedang sholat berjamaah. Hanya berdua karena yang lain sudah duluan.

"Assalamualaikum warahmatullah."

"Assalamualaikum warahmatullah."

Selesai salam, kedua pemuda hitam manis itu berdoa. Mengangkat kedua tangan untuk meminta kepada Sang Pencipta.

"Udah gausah galau. Gue tau kok Mas," ucap Ical tiba-tiba saat melihat Mario mengakhiri doanya dengan mengusap kedua telapak tangannya ke wajah.

"Tau apaan?" sanggah Mario.

"Udah gausah akting! Lo bukan Reza Rahadian. Ngaku aja deh lo!" desak Ical. Mario pun menghembuskan nafasnya pasrah.

"Iya, gatau kenapa rada nyesek Cal, denger kabar si Jihan jadian sama Daniel. Tapi selama ini gue kaya nggak ngerasa suka sama dia," ungkap Mario.

"Nggak suka, tapi nyaman?" Ical menaikkan satu alisnya. Perlahan Mario mengangguk.

Ical sedikit terkekeh. Membayangkan sosok Mario yang biasanya tegas mendadak menjadi lunglai karena seorang perempuan.

"Yaudah, sabar aja. Lagian 'kan lo belum denger langsung dari mulut Mbak Jihan, Mas. Siapa tau aja itu belum bener, tapi kalo emang bener ya tandanya lo harus mundur. Lagian, kalian nggak seiman juga 'kan? Berarti Tuhan belum, atau bahkan tidak mengizinkan lo bersatu sama Mbak Jihan, Mas," ucap Ical panjang lebar.

Wadidaw Home | Kos-Kosan✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang