eoy - sebelas

169 23 0
                                    

Bian

Gue di luar.

Kia

He? Ngapain??

Bian

Bukain pintu.

Pukul enam pagi, bisa-bisanya aku kedatengan tamu tak di undang. Membuatku buru-buru ke luar rumah membukakan pintu untuk tamu yang sama sekali gak aku harap kedatangannya.

Saat aku membuka gerbang, cengiran menyebalkan Bian yang menjadi pandanganku di pagi ini membuatku menatapnya kesal.

"Sumpah, lo ngapain sih pagi-pagi udah jadi tamu?"

Bian tersenyum lima jari. "Biar bisa berangkat bareng."

Aku berdecak, tapi tetap membuka pagar lebih lebar agar Bian masuk ke rumah lebih dulu.

Aku baru sadar kalau Bian saat ini membawa motor matic yang kemarin kami pakai ke Dufan.

"Ini motor siapa sih?" tanyaku sambil berjalan ke arahnya.

"Bang Digta."

"Lo udah dibolehin bawa motor seterusnya? Kan lo belom ada SIM?"

"Iya, tapi kan ada STNK."

"Terus??"

"Ya terus, kalau ditilang polisi yang diambil STNK-nya bukan motornya."

"Terus??"

Bian menyentil keningku membuatku mengadu kesakitan.

"Kalo STNK-nya yang diambil kan kita tetep bisa berangkat sekolah, lo gak perlu capek-capek naik angkot atau bahkan jalan kaki."

"Sori ya, Bian. Kan gue setiap hari selalu dianter sama Bang Brian. Kenapa lo repot-repot jemput gue segala? Ada angin apa?" tanpa sadar suaraku terkesan nyolot.

"Terus gue udah di sini, lo gak mau berangkat bareng gue?"

"Yang nyuruh lo ke sini siapa lagian?" balasku, lalu berjalan ke dalam rumah meninggalkan Bian yang masih duduk di atas motor.

"Siapa?" tanya Bang Brian.

"Au tuh!" sahutku kesal, mengedikkan dagu ke arah pintu.

Ku lihat Bang Brian berjalan ke luar, terserah deh Bian mau diapain sama Bang Brian aku gak peduli. Tapi sayang, ternyata Bang Brian menyambut baik Bian yang kini sedang mencium punggung tangan kedua orangtuaku.

"Adeknya Digta, Ma," lapor Bang Brian.

Mama manggut-manggut karena memang Mama kenal sama Bang Digta lalu menoleh ke arahku dengan senyum yang sama sekali aku gak ngerti apa maksudnya.

"Duduk, Yan. Kita sarapan bareng."

"Siap, Tante."

Rasanya aku ingin sekali mencubit bibir tebalnya Bian. Bingung banget, kenapa dia jadi magadir begini? Ke mana Bian yang pelit senyum, pelit ngomong dan pelit segala-galanya itu?

-

Mau gak mau, aku berangkat bareng Bian. Mengambil helm yang berada di atas lemari sepatu dekat pintu masuk.

"Hati-hati lo ya!" sewotku sambil menunjuk sekilas ke arah Bian.

"Siap!"

"Gak usah modus-modus ngerem mendadak!"

"Siap, Yuki."

"Gak—"

"Cerewet banget, kapan berangkatnya nih?"

Aku memukul bahu Bian, bukannya kesakitan cowok ngeselin itu malah ketawa-ketawa membuatku makin kesal. Kalau aja mood-ku dalam keadaan baik, pasti aku gak akan semarah ini.

Ini semua gara-gara Bang Tata!

"Lo lagi dateng bulan ya?" tanya Bian tiba-tiba.

Aku harus mendekatkan kepalaku sampai tepat di samping kepala Bian yang tertutup helm berwarna hitam dengan tulisan merk motor di bagian belakangnya.

"Enggak!" sanggahku, padahal aku— tunggu! Pantes aja bawaannya kesel terus, ini sih emang tanda-tanda aku bakalan datang bulan.

"Bian berhenti di minimarket nanti, ya," pintaku sambil menepuk-nepuk bahu Bian.

"Eh, lo liat sekarang jam berapa. Mana ada minimarket buka, kecuali tuh minimarket punya nenek moyang lo."

Aku merengut kesal, benar juga. Minimarket di sekitar sini gak ada yang buka dua puluh empat jam. Semoga aja tamu bulananku datang saat aku sudah kembali ke rumah.

Dasar Yukia, baru aja berangkat sekolah sudah mikirin pulang aja.

Sesampainya di sekolah, kami berdua jadi pusat perhatian beberapa siswa, aku sampai mengecek penampilanku takut-takut kalau hari ini penampilanku aneh.

"Kenapa?"

"Gue salah seragam gak sih?"

"Kalo lo salah kostum, berarti gue juga salah kostum. Lo gak liat kita sama-sama pake batik putih?"

"Betul juga, tumben pinter," balasku, menepuk pelan lengan Bian.

Bian menyentil dahiku lalu mengapit leherku dan menyeretku ke luar dari parkiran. "Lo baru tau kalo gue pinter?" balasnya, sambil terus mengapit leherku.

"Lepas woy! Ketek lo bau bawang!!" teriakku, mencoba melepas tangan besar Bian.

Tapi Bian sama sekali tak mengacuhkan ucapanku, dia tetap melangkah besar-besar sampai aku harus menjajarkan langkahnya.

Baru saat kami sudah masuk kelas, Bian melepaskan tangan yang melingkar di leherku membuat rambutku berantakan seperti singa.

"Sisiran kek, jelek banget tuh rambut," ucapnya sambil merapikan rambutku sekilas.

"Rese! Ini gara-gara lo ya," ketusku, lalu berjalan meninggalkan Bian yang kini tertawa.

Astaga kangen banget dua bulan gak update eoy wkwkwk

Eyes On You | Ryujin x Hyunjin ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang