Bel istirahat berbunyi nyaring di koridor sekolah, aku langsung membereskan buku-buku yang sedari tadi hanya tergeletak di meja tanpa aku buka sedikitpun.
Bagaimana tidak? Sedari tadi tak ada guru masuk, kecuali Bu Airin. Setelah itu, guru-guru yang lain hanya memberi perintah pada ketua kelas untuk menuliskan beberapa soal di papan tulis tanpa ada guru yang membimbing.
Tentu saja, itu kesempatan aku untuk tidur di kelas.
"Kantin, yuk?" ajak Yeji yang kini sudah berdiri di samping mejanya.
Aku mengangguk dan ikut menyusulnya yang sudah berjalan lebih dulu.
"Kia!" suara teriakan dari arah belakang membuatku berhenti berjalan dan memilih untuk melihat siapa yang berteriak barusan.
Sedetik setelahnya aku menyesal karena melakukan itu. Lagi-lagi Lino yang memanggilku dengan senyum buayanya, aku menghela napas dan lanjut berjalan menuju kantin.
"Gak usah nengok," perintahku pada Yeji. Aku mengapit lehernya dengan lenganku dan menyeretnya untuk kembali berjalan.
Perbedaan tinggi kami membuat Yeji harus sedikit membungkuk karena lehernya masih aku apit. Namun bukannya protes, gadis bermata minimalis itu hanya manut dan tetap melangkahkan kakinya.
Di kantin aku mengedarkan pandangan lebih dulu, mencari meja kosong untuk aku tempati nanti. Sayang, kantin yang diisi dengan delapan meja panjang sama sekali gak ada lapak kosong kecuali aku dan Yeji harus berbaur dengan geng lain.
"Heran deh, padahal kita ke kantin pas banget bel istirahat berhenti. Kok udah rame aja," protes Yeji.
"Lo gak tau kalo orang kelaperan itu lebih beringas? Gue yakin sebelum bel bunyi malah mereka udah pasang kuda-kuda buat ngibrit ke kantin."
Yeji cekikikan mendengar ucapanku. Aku hanya menggeleng dan menarik lengannya untuk ikut mengantre di warung mie ayam.
"Lo pesenin gue, gue mau pesen minum," ucapku, setelah itu meninggalkan Yeji yang tengah sibuk dengan handphone-nya. Bahkan aku gak yakin kalau Yeji mendengar ucapanku barusan.
Aku lebih memilih untuk membeli minum dalam kemasan, karena sudah malas untuk ngantri panjang-panjang.
Masalahnya cacing-cacing di perutku sudah protes sedari tadi.
"Yuki!"
Aku menoleh ke sumber suara, Felix melambaikan tangan kanannya ke arahku. Di meja bagian ujung sana sudah ada teman-teman sekelasku. Sebenarnya aku malas untuk gabung sama cowok-cowok bermulut nyinyir seperti mereka, tapi karena seluruh meja di kantin sudah penuh mau gak mau aku berjalan ke arah mereka dengan kedua tangan yang memegang botol teh.
"Heran deh gue, gak di kelas gak di kantin ketemunya lo mulu," ucapku sambil menggeser kursi kayu.
"Ye si bego, kita kan satu sekolahan. Ya wajar kalo lo ketemunya kita mulu," balas Felix.
"Tau Yuki, cacabe," sahut Chan.
"Lo ngatain gue cabe-cabean?!"
"Bukan cabe-cabean, bolot! Cacabe!"
"Apaan?"
"Cantik cantik bego."
"Ha Ha Ha lucu sekali Chan," Aku pura-pura tertawa mendengan leluconnya setelah melempar sedotan plastik yang berada di atas meja ke muka Chan.
Semua orang yang satu meja denganku tertawa puas, setelah mendengar aku dikatain bego sama Chan. Memang teman yang paling brengsek.
"Bodo amat, yang penting lo ngakuin gue cantik."
"Cantik tapi bego juga gak kepake Ki."
"Orang cantik bebas," balasku jumawa sambil mengibas rambutku.
Seketika aku mendengar suara batuk bersahut-sahutan, membuatku ingin sekali mencabik mulut mereka satu- persatu.
-
"Ki, pulang bareng?" tanya Bian yang kini sudah berdiri di samping mejaku.
"Oke!" Aku langsung bergegas memasukkan buku-buku yang masih tergeletak di atas meja.
"Ji, gue duluan," pamitku pada Yeji.
"Eh, kutu kupret! Katanya mau balik bareng??"
"Besok, ya? Bye!" seruku, lalu melakukan kiss bye pada Yeji. Membuat gadis itu pura-pura muntah.
"Ngerjain tugas bareng lagi?"
"Tugasnya apa aja sih?"
Bian menghentikan langkah kakinya dan menatap malas ke arahku. "Sekolah tuh buat belajar, bukan buat tidur."
"Lo pasti gak pernah ngerasain enaknya tidur di kelas."
Bian menggelengkan kepalanya dan menggenggam tanganku. "Terserah lo deh, Ki."
Aku tersenyum lebar sambil menepuk lengannya dengan tanganku yang lain.
"Nanti whatsapp aja kalo mau ngerjain bareng
Selama kami menuju tempat parkir sekolah, aku memperhatikan Bian yang saat ini tengah senyum-senyum sendiri membuat aku menatapnya dengan dahi berkerut.
"Lo kenapa, sih?" tanyaku pada akhirnya.
Masih dengan senyum yang menghiasi wajahnya, Bian menoleh ke arahku dan menggelengkan kepalanya. "Gak apa-apa."
"Serem deh lo."
"Lebih serem lo padahal," balasnya sambil mengacak-acak puncak kepalaku.
Sesampainya kami di depan gerbang, aku sama sekali gak liat mobil Bang Brian dan Bang Tata membuatku menghembuskan napas kasar.
"Pasti pada sibuk pacaran," gumamku.
"Ayok, kok bengong?" Hyunjin meraih tangan kiriku dan menuntunnya untuk berjalan mengikuti Hyunjin.
"Bang Brian sama Bang Jinyoung belum jemput."
"Lo lupa gue bawa motor?"
"Astaga Kia," ucapku sambil menepuk dahiku dengan telapak tangan.
Bian tersenyum melihat tingkahku, dan kami melanjutkan jalan untuk menuju tempat parkir yang memang letaknya tak jauh dari gerbang sekolah.
"Lo chat Bang Brian kalo hari ini pulang telat." Bian berbicara dengan santai dan mengeratkan tangan kami yang saling bergandengan membuatku makin mengerutkan dahi.
Aku berada selangkah di belakang Hyunjin, dan kini aku menyamai langkahnya agar kami bisa ngobrol dengan nyaman.
"Kenapa gitu?"
"Gue mau ngajak lo ke suatu tempat."
"Kemana? Toko buku?"
"Bukan."
"Terus?"
"Eh tunggu, perut lo masih sakit?"
Aku menggeleng. "Tadi sempet minta obat pereda nyeri di UKS, kenapa?"
"Minta doang? Gak diminum?"
"Ya diminum lah," ucapku sewot.
Bian tersenyum lagi dan kembali menarik tanganku untuk mengikutinya.
"Jadi gak apa-apa kan kalo gue ajak lo pergi sebentar?"
Aku menggeleng untuk menjawab pertanyaannya.
"Kalo sakit perut lagi bilang, ya?"
Kini aku mengangguk untuk menjawab pertanyaannya.
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
Eyes On You | Ryujin x Hyunjin ✅
Teen FictionPov 1 (Ryujin alias Yukia) Tentang Yukia yang naksir Digta (Jinyoung GOT7) sejak lama, meskipun Yukia sadar sampai kapanpun dirinya hanya dianggap adik oleh Digta. Sampai akhirnya Bian (Hyunjin) adik Digta muncul, dan ngerubah sesuatu di antara mer...