14. Smirk

5.5K 494 8
                                    

"SAGHA AWAS!!!"

Tersentak kaget, Sagha hanya bisa terdiam dan membiarkan Lona mendorong keras tubuhnya hingga terantuk meja di sampingnya.

Sebuah tembakan timah panas meleset dari targetnya, yaitu Sagha.

Selanjutnya, baku tembak terjadi secara brutal membuat Sagha lantas menangis kembali karna ketakutan.

Mengedarkan pandangannya ke segala arah karna panik, Sagha pun berlari ke sudut kamar dan meringkuk ketakutan di sana sambil menutup kedua telinganya.

Kevin mendengus kesal ketika orang- orang dalam SUV itu tak mau berhenti menembaki mereka. "Cih, penembak amatiran." Cibirnya sambil menarik pelatuk pistolnya.

Tepat sasaran, timah panasnya mengenai tepat kepala salah satu dari orang- orang berpakaian hitam yang ada dalam SUV hitam yang sedari tadi ternyata memata- matai mereka.

Kamar ini menjadi kacau.

"Gue mau bawa Sagha pergi dari sini. Lo, jangan aneh- aneh. Cukup buat mereka pergi aja." Jelas Lona dengan tatapan tajamnya menyuruh untuk  Kevin menurutinya.

Kevin mendengus kesal mendengarnya. "Alah, si Sagha mati juga nggak apa- apa." Celetuk Kevin sambil terus menarik pelatuk pistolnya.

"Nggak usah ngajak ribut," ujar Lona sambil mengarahkan pistolnya ke kepala Kevin yang tengah menunduk di sampingnya untuk menghindari timah panas yang terus melesat ke arah mereka secara brutal.

"Bukannya mereka yang gue tembak, lo yang gue tembak nanti." Lanjut Lona dengan tatapan datarnya masih dnegan pistol yang ditodongkan ke kepala Kevin.

Kevin berdecak kesal lalu mengabaikan Lona dan kembali menembaki orang- orang itu tak kalah brutalnya.

Lona beranjak pergi dari tempatnya berada sambil terus mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Sagha.

Di tengah suara tembakan itu Lona mendengar suara isakan yang berasal dari sudut kamarnya dan Lona tau siapa pemilik suara isakan itu.

Lona beranjak mendekat dan lantas memeluk tubuh yang bergetar ketakutan itu. "Shtt, gue ada di sini. Jangan takut."

Lantas Sagha balas memeluk erat Lona sambil terus menangis hingga nafasnya tersendat. Dia sangat ketakuan di sini.

"L- Lolo, hiks."

Lona mengecup surai Sagha sambil mengusap pelan punggungnya, mencoba memberikan ketenangan.

"Cepet, gue gendong dan kita pergi." Titah Lona lalu membali badannya dan membiarkan Sagha untuk naik di punggungnya.

Sagha memeluk erat leher Lona, dan hampir membuat gadis itu tercekik jika  saja Lona tak memberitahunya untuk melonggarkan sedikit pelukannya.

Lona beranjak menuju pintu kamarnya dengan berhati- hati, masih ingat jika baku tembak itu masih berlangsung, 'kan?

Jika dia ataupun Sagha terkena salah satu peluru meleset itu bukanlah hal yang bagus untuk di ceritakan di kisah ini.

"L- lolo." Panggil Sagha pelan membuat Lona lantas menoleh ke arahnya dengan tatapan bertanya- tanya.

"A- ada orang jahat di balik pintu. S- sagha takut jangan keluar Lolo." Jelas Sagha sambil terisak pelan. Dia benar- benar ketakutan.

Lona mengernyit bingung tak mengerti. Kalimat yang dikatakan Sagha benar- benar terdengar aneh dan sedikit kekanak- kanakkan baginya.

"Nggak ada orang jahat disini." Jelas Lona.

Sagha menggeleng sambil terus terisak. "Lolo jangan keluar, pokoknya disini aja," pinta Sagha sambil terus terisak.

Tapi, disini. Di mansion dia berada. Lona juga merasa jika ada keanehan terjadi di sini. Yang pertama, mansion sepi tanpa adanya penjaga sedangkan biasanya mansion dijaga sangatlah ketat.

Kedua, kenapa bisa ada mata- mata yang lolos dan mampu mengintai mereka bahkan sampai terjadi baku tembak pun tak ada satu pun penjaga yang datang sekedar untuk membantu mereka.

Walaupun, Lona dan Kevin bisa mengatasinya dengan mudah.

Dan terakhir, dimana dan pergi kemana Toni di tengah malam seperti ini? Masih ingat dengan Toni? Pria kepercayaan ayahnya yang seorang ketua mafia yang juga sudah ia anggap sebagai ayah kedua baginya.

Toni bukanlah seorang yang mau pergi tengah malam tanpa adanya kepentingan penting yang biasanya selalu dibicarakannya pada Lona.

Terlalu lama termenung berfikir dengan keanehan yang tengah terjadi hingga tak menyadari jika Kevin telah di sampingnya dengan tatapan angkuhnya.

Oh, Lona baru sadar juga jika suara tembakan itu tak lagi terdengar yang artinya jika Kevin telah menyelesaikan semuanya.

"Dari tadi melamun aja, lo. Mikirin gue, 'ya?" Celetuk Kevin smabil menaik turunkan alisnya dan itu nampak sangat menyebalkan dengan tingkat kepedeannya yang diatas rata- rata.

"Diem." Titah Lona dengan intonasi datarnya dan terdengar penuh ancaman.

Kevin memitar bola matanya jengah. "Nyenyenye."

Lona mengabaikannya. Perlahan, dia membuka pintu kamarnya yang sedikit rusak karna timah panas adu baku tembak tadi.

Di luar sana, sepi dan sunyi. Bahkan, Lona tak merasa jika ada satu maid disini. Mansion ini kosong hanya ada mereka saja disini.

Lona dan Kevin beranjak menuju tangga turun ke lantai dasar, masih dengan Sagha yang berada di gendongan Lona membuat Kevin mendelik kesal melihatnya.

Jiwa iri dengki seorang Kevin mulai dalam mode on sekarang terhadapa Sagha, rivalnya.







Dan Sagha sendiri, dia semakin ketakutan dengan tangisannya yang semakin menjadi membuat Lona dan Kevin kebingungan.

Karna tanpa sengaja tanpa sepengetahuan Lona ataupun Kevin, dia melihat sesuatu di tangga atas saat ia menoleh ke belakangnya.

Sebuah siluet hitam seseorang yang menjadi ketakutan terbesarnya berdiri di sana, dengan smirk mengerikan andalannya.

- To Be Continued -


CHILDISH (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang