Warning!!
Typo, EYD dan kalimat rancu bertebaran!
Mohon ditandai jika masih menemukan salah satu dari tiga hal diatas:D
.
.
.
"Lo aja yang jilid,"Ata mendongakkan kepalanya menatap Rava bingung. Jam istirahat pertama Rava sudah membawanya ke tempat biasa mereka mengerjakan tugas.
Rava masih sibuk mengetik dilaptopnya. Rangkuman yang sudah mereka buat hanya tinggal diketik saja. Setelah itu akan dibuat makalah, dan itu menjadi tugas Renata.
"Kenapa bukan kamu aja? Kan kamu yang punya flashdisknya."
"Nanti gue kasih flashdisknya sama lo," tangannya tetap manari diatas laptop tanpa melihat Renata yang menatapnya.
Menghembuskan napasnya pelan Ata mengangguk, "iya."
-000-Ata terus menghubungi nomor Rava. Ia lupa tidak meminta flashdisknya, padahal Ata berniat akan langsung menjilid tugasnya saat pulang sekolah. Tapi Ata tidak tahu, saat pelajaran terakhir Rava membolos. Lengkap dengan membawa tas sekolahnya, termasuk flashdisk. Padahal biasanya cowok itu sering meninggalkan tasnya jika membolos.
Kelasnya sudah berangsur sepi. Ata semakin cemas. Hari senin sudah harus dikumpulkan tugasnya, dan ia belum menjilidnya sama sekali. Hari libur Ata akan bekerja dari pagi hingga malam. Membuat ia tidak bisa menundanya lagi.
"Kenapa lo?"
"Eh, Citra." Katanya kikuk.
"Ngapain lo masih disini?" Citra yang berniat akan pulang terhenti saat Renata tidak beranjak dari bangkunya.
"Itu... aku mau ambil flashdisknya Rava buat bikin makalah tugasnya Bu Sivia." Ujarnya menjelaskan.
"Terus?"
"Mmm...." Ata menggaruk pipinya yang tidak gatal. Bingung melanjutkan ucapannya atau tidak. "Aku nggak tau kalo Rava bolos pelajaran terakhir hari ini. Jadi flashdisknya masih sama Rava. Lupa aku mintain tadi."
"Oh.."
Tuh, kan! Hanya itu jawaban yang Ata dapat. Padahal dalam hati Ata berharap semoga Citra tahu dimana Rava sekarang.
"Eh, Citra tunggu!" Ata buru-buru bangkit mengejar Citra yang sudah berada diluar kelas. Bahkan Ata meringis menahan sakit saat kakinya terbentur kaki meja.
"Kenapa?" Citra bertanya cuek. Ata terlihat konyol dengan kaca mata bulatnya yang menahan ringisan sakit.
Setelah merasakan sakit dikakinya yang berangsur reda, Ata menatap Citra dengan sorot sungkan. "Maaf, aku mau tanya. Kata Diki, kamu berteman sama Rava. Berarti kamu tau kan Rava dimana sekarang? Eh, tapi kalau kamu ngggak mau jawab juga nggak apa-apa kok. Aku nggak maksa. Aku pulang dulu ya," buru-buru Ata berbalik menuju gerbang sekolahnya. Koridor sudah mulai sepi, lagipula Ata tidak berharap banyak jika Citra akan menjawabnya.
"Rava tawuran."
Langkah kaki Renata terhenti. Ia berbalik menatap Citra, tidak percaya jika Citra akan menjawabnya. Jadi benar, mereka berteman. Tapi, kenapa Renata tidak pernah melihat keduanya terlibat obrolan.
"Rava tawuran?" Ata membeo saat Citra melaluinya begitu saja. Seolah tersadar jika ia harus membuat makalah Ata mengekor dibelakang Citra yang sedikit lebih tinggi darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Si cupu & Si Badboy (TAMAT)
Teen FictionPINDAH KE SINI! Hanya kisah seorang gadis remaja cupu yang tidak mempunyai tempatnya berteduh untuk berkeluh kesah tentang hidup yang tidak ia inginkan. Dan seorang remaja cowok bernama Ravaldo Kiandi yang hanya berpikir jika hidupnya hanya untuk sa...