Warning!!
Typo, EYD dan kalimat rancu bertebaran!
.
.
."Kenapa?"
Rava mengangkat alisnya bingung mendengar pertanyaan Renata yang tidak jelas. "Apanya yang kenapa?"
Ata menarik napasnya pelan, "kenapa kamu tadi nolongin aku?" Ata menunduk. Memlilin ujung baju olahraga milik Rava yang ia kenakan. "Harusnya tadi kamu gak usah nolongin aku."
"Kenapa kalo gue yang nolongin lo? Lo maunya yang nolong itu Diki?" Rava tidak sadar jika nada suaranya sedikit berubah diakhir kalimat. Ata berpikir jika Rava sedang kesal. Entah karena apa.
Keduanya hening. Menikamti semilir angin diatap. Mereka membolos dijam ke dua, bahkan sekarang jam ke tiga sudah berlangsung.
"Lo tinggi berapa centi sih?" Rava meneliti Renata yang berdiri tidak jauh darinya. Lihatlah gadis itu, Ata menggunakan baju dan celana olahraga milik Rava yang jelas sekali itu kebesaran, ditambah dengan kacamata yang menempel diwajahnya dengan didukung kepangan rambutnya yang mulai kendur. Rava menggeleng dramastis, "lo jadi orang jelek banget, cebol lagi." Cibirnya.
Renata tahu jika dirinya jelek, tapi saat Rava yang berkata dirinya cebol, enntah kenapa ia kesal. "Udah tau jelek, cebol lagi. Terus, kenapa tadi kamu bilang aku milik kamu?" Tudingnya.
Rava tertawa terbahak mendengar penuturan Renata. "Siapa yang bilang?"
"Kamu,"
"Bilang apa?"
"Aku milik kamu,"
"Kata siapa?"
"Aku,"
"Masa?"
Renata membrengut kesal, sejak kapan cowok yang terkenal akan membolosnya ini cerewet dan banyak bertanya?
Rava yang melihat wajah kesal Renata tertawa terbahak. Gadis cupu itu hanya melongo mendengar tawa Rava yang seperti tidak punya dosa. Kemana perginya Rava yang cuek itu?
Seolah tersadar jika Rava mengerjainya, Renata menunduk malu. Ia dengan polosnya menjawab pertanya Rava yang tidak berfaedah dengan lancar.
Menghentikan tawanya, Rava menatap Renata yang menatap ke segala arah. Dia salah tingkah. "Kalo gue bilang, lo milik gue, lo bisa apa?"
Renata mencoba memberanikan dirinya kembali menatap cowok yang duduk bersender ditembok. "Tapi kenapa?" jawabnya pelan. "Kenapa harus aku? Kenapa bukan Citra aja yang kamu akuin kalo dia milik kamu? Atau Tiara, biar dia gak gangguin aku lagi."
Cewek berkacamata itu mulai kembali cerewet, Rava yakin Renata mulai lebih tenang setelah insiden dikelas tadi.
Rava mendengus, "gue mau ngakuin kepemilikan karena gue mau, dan gue maunya lo. Bukan sama yang lain." Tegasnya.
"Tapi aku gak suka sama kamu,"
"Lo pikir gue suka sama lo? Gak sama sekali!" Renata membeku ditempatnya berdiri. Ia mundur selangkah, kenapa Rava tiba-tiba marah.
Rava mengacak rambutnya kasar. Ia seperti merasakan de javu, saat dimana ia yang duduk dibangku kelas tiga SMP menyatakan perasaannya terhadap Ayaana yang langsung ditolak oleh perempuan itu.
"Ka-kalo kamu gak suka sama aku, nggak apa-apa kok. Tapi jangan bentak aku kayak tadi." Rava mengusap wajahnya kasar. Ia tadi marah tak terkendali, ia tak sadar jika Renata yang sedang mengajaknya berbicara. Ia tidak tahu kenapa ia bisa mengatakan hal yang sangat tidak ia perhitungkan keluar dari mulutnya.
Rava menarik napasnya dan menghembuskannya kembali. Terus seperti itu agar ia bisa tenang. Merasa lebih baik, Rava berdiri dan menghamipiri Renata.
"Gue gak maksud ngebentak lo tadi," katanya. Renata bergeser ke kanan. "Tapi gue serius waktu gue bilang lo milik gue," Renata masih diam, membuat Rava bingung harus mengatakan apa setelahnya.
"Soal suka, rasa itu bakal hadir kalo kita terbiasa bersama." Renata masih diam. "Gue nggak tau, kenapa gue bisa ngomong sama semua orang dikelas kalau lo milik gue. Oke, gue jujur. Gue juga gak suka sama lo, tapi please, kita pacaran."
Sekarang Renata mendapatkan dua poin minus tentang Rava, selain pemaksa cowok disampingnya ini tidak tahu diri. Jelas-jelas Renata dengar jika Rava tidak menyukainya, lantas kenapa cowok itu tetap keukeuh mengajaknya pacaran.
Sumpah demi iklan minuman yang katanya jernih itu, Rava menurunkan gengsinya hanya agar mereka berpacaran, terlepas dari rasa suka atau tidak.
"Aku nggak mau," jika Rava keras kepala, maka Renata akan lebih keras kepala lagi. "Aku gak mau pacaran sama kamu." Renata memilih pergi meninggalkan Rava sendirian.
Rava hanya diam, menatap kepergian Renata dengan tangan terkepal.
Ia tahu ini salah. Seharusnya ia tidak perlu melibatkan Renata dalam hal ini. Tapi Rava egois, ia ingin membuktikan kepada Ayaana jika dirinya mampu move on dari perempuan itu, meskipun harus ada orang lain yang menjadi korban.
Saat Renata menolaknya tadi, egonya kembali terluka. Secara tidak langsung saat Renata menolaknya, ia kembali teringat akan penolakan yang dilakukan Ayaana dulu. Bedanya saat Ayaana menolaknya ia tidak memaksa, tapi sekarang ketika untuk ke dua kalinya ia ditolak oleh perempuan ia tidak suka. Egonya terusik. Biarkan saja jika gadis cupu itu menilainya sebagai pemaksa.
Mengambil rokok dalam tasnya, cowok itu mulai menyalakan rokoknya dan menghembuskan asapnya yang langsung tersapu angin.
Ini tidak semudah yang ia bayangkan, ia pikir pesonanya mulai luntur dimata gadis cupu seperti Renata. Rava tertawa miris. Jangankan gadis cupu seperti Renata, gadis secantik Ayaana saja menolaknya.
Ponselnya bergetar, menandakan chat masuk dari applikasi WhatsAppnya.
Denis
Jangan gegabah, Rav.Rava tidak paham dengan chat yang Denis kirimkan, tak lama sahabatnya itu mengirimkan sebuah foto. Foto undangan pernikahan.
Denis
Jangan libatin siapapun disini. Renata tidak tau apa-apa.Rava berdecih. Pasti Citra mengadu ke Denis. Ia melupakan fakta jika Denis dan Citra berpacaran.
-tbc-
Terima kasih🙏🙏
13 juli 2020 (edited)
22 juli 2020 (republ8sh)
KAMU SEDANG MEMBACA
Si cupu & Si Badboy (TAMAT)
Ficção AdolescentePINDAH KE SINI! Hanya kisah seorang gadis remaja cupu yang tidak mempunyai tempatnya berteduh untuk berkeluh kesah tentang hidup yang tidak ia inginkan. Dan seorang remaja cowok bernama Ravaldo Kiandi yang hanya berpikir jika hidupnya hanya untuk sa...