•Fireflies•
"omah udah gak papa kok, Ean..."ujar Bunyu mengelus rambut cucunya yang belum dipotong.
"pokoknya omah harus banyak istirahat disini baru boleh pulang." tegas Alean tak ingin mendengar apapun lagi ucapan sang omah.
Omah terkekeh lalu mengangguk mengiyakan.
Jglek
Pintu ruang inap terbuka. Terlihat wajah seseorang yang sangat Alean kenali. Wajah penuh penyesalan terlihat dimatanya. Dia mendekat lalu tersenyum miris.
"ngapain lo disini?"tanya Alean dengan nada ketus.
"disuruh mamah." jawabnya singkat, mendekati omahnya yang terlihat rapuh.
Alean menatapnya dengan sinis mengawasi setiap tindakan lelaki yang seumuran dengannya itu.
"lo mikirin apa si? Gue juga khawatir sama omah," ucapnya saat melirik Alean tengah menatapnya sengit.
Alean menghela nafasnya menatap Bunyu yang memberi senyuman lalu anggukan. Alean mengerti, Bunyu menyuruhnya keluar dan membiarkan mereka bicara berdua.
Alean mendengus melepas pagutan tangan omahnya yang sudah mulai berkeringat. Keluar dari sana dengan wajah kesal sekaligus marah bercampur menjadi satu. Ia tidak bisa begitu saja percaya pada siapapun termasuk pada saudara tirinya.
Dilain tempat-
"mamaah Cia cuma pusing doaank,"rengeknya saat Zia terus menariknya ke tempat bernuansa bau obat itu. Rumah Sakit.
"pusing doank kamu bilang? Sampe pingsan kamu bilang doank?"Zia terus memaksa hingga akhirnya Cia mengikuti dengan wajah dongkol. Menyebalkan.
Karena tangan kanan Cia ditarik sang mamah, Cia yang lengah tak sengaja menabrak pundak seseorang dengan keras. Oh, tidak. Cia yang merasakan sakit karena lelaki tinggi itu... Terlalu besar. Apa Cia yang terlalu kecil?
"ma-maaf,"dengan pandangan menunduk Cia meminta maaf. Zia jadi berhenti menarik Cia lalu melirik lelaki yang terlihat familiar baginya.
"Alean yah?"tanya Zia. Cia yang menunduk sontak mendongak melihat wajah Alean yang terlihat tak baik.
"l-lo ngapain disini?"tanya Cia sedikit ragu.
Alean melirik Zia dan Cia bergantian lalu tersenyum begitu manis.
"gak ada kok kalo gitu Alean duluan yah? Ada urusan soalnya dah mah."Alean pamit lalu pergi begitu saja.
Cia jadi mengernyit karena melihat tingkah aneh Alean juga nada bicaranya yang sedikit aneh. Biasanya... Tunggu, apa ia begitu mengenal Alean? Tentu saja tidak.
"udah, jangan ngelamun, buruan." Zia kembali menarik tangan Cia dan Cia dengan terang-terangan menoleh melihat pundak tegap Alean yang mulai menjauh.
***
"yeay gue menang lagi, wlee uh lu payah ah."seru Elisa saat ia memenangkan permainan Ludo di handphone miliknya dan mengalahkan Cia sebanyak 7 kali. Segitu gabutnya.
Cia mendengus mulai merasakan bosan karena Elisa yang tiba-tiba saja mengajaknya memainkan permainan aneh ini.
Mereka tengah berada di kamar Cia. Tentu anak biadab itu yang tiba-tiba memasuki rumah seperti rumahnya sendiri. Tak tahu malu.
Elisa yang tengah mengunyah permen karet memperhatikan gelagat Cia yang tengah melamun.
"woy, lu ngelamunin apa si? Kayak punya beban idup aja lo,"decak Elisa karena tak biasanya sang sahabat lemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fireflies
Teen FictionLayaknya kunang-kunang, memberi cahaya walaupun remang-remang. Menjadi cahaya ketika gelap menelusup. Menjadi cahaya ketika setiap hal indah mulai terlihat, dan hal indah itu selalu datang ketika senyum mu mulai terbit.-Alean Juna Putra Wiguna Ikuti...