"Lo berubah Anindya!"
Deg! Apa Anindya tak salah dengar? Khannya memanggil dirinya dengan nama Anindya? Bukan Ubis? Sontak hal itu membuat rasa tak suka muncul di hati Anindya. "Apa yang berubah? Aku masih sama kok kak."
"Ada hubungan apa lo sama Fandy?" Ujar Aditya tanpa babibu.
Mendengar pertanyaan itu membuat Anindya tak habis fikir, memangnya hubungan apa yang Khannya maksud itu? Sudah jelas jika dia dan Fandy hanya berteman biasa bukan?. "Kakak ngomong apa sih? Khan yang aku kenal ga seperti ini. Aku dan Fandy hanya berteman biasa tidak lebih." Jawab Anindya jujur.
Seketika senyum smirk muncul dari seringai Aditya. "Teman biasa lo bilang? Temen biasa mana yang sering berduaan dan pergi jalan kaya yang sekarang lo lakuin sama Fandy. Dan ini! Bahkan lo dapat boneka ini dari dia kan sampai-sampai lo ga pakai lagi itu kalung."
Meski nada Aditya masih sama seperti biasa, tidak menampilkan amarahnya yang memuncak tapi hal itu pun sudah sukses membuat mata Anindya dipenuhi genangan yang siap meluncur kapan saja. "Maaf!"
"Apa kakak ga mau tanya kenapa aku akhir-akhir ini pergi bersama Fandy?" Tanya Anindya halus.
"Jelas karena kalian ada hubungan lebih dari seorang teman!" Tukas Aditya dengan nada yang tak lagi sama seperti sebelumnya.
"AKU SAKIT KAK! AKU SAKIT LIAT KAKAK YANG JUGA DEKAT DENGAN SILSILYA!" Ucap Anindya penuh emosi. "Apa kakak ga tahu gimana sakitnya aku lihat kakak batalin jemput aku pulang eskul musik demi kakak yang mau nganterin Silsilya? Ga cukup itu aja, kakak bahkan berani bentak aku saat aku ga sengaja numpahin kuah panas ke tangan Silsilya saat kita bertiga makan di resto waktu itu. APA KAKAK FIKIR AKU BISA TAHAN DENGAN SEMUA ITU? APA KAKAK BISA? HAH!!" Jeritan Anindya tak lagi bisa di tahan dan jangan tanya sebanyak apa air mata yang sudah lolos dengan mudahnya dari pelupuknya. Rasanya sakit sekali saat orang yang selalu kalian nanti dan sekarang berdiri di depan kalian tapi dengan emosi yang tak bisa di anggap biasa. Sebelumnya tak pernah sekali pun Anindy merasa dipojokkan seperti sekarang.
"Tapi itu beda Ubis... lo harusnya ngerti kalau saat itu keadaannya urgent. Lo ga boleh egois Ubis." Sangkal Aditya mencoba membela diri.
"Iya aku tahu! Aku bisa ngerti kalau itu kak tapi engga dengan kakak yang ngebentak aku. Dan kakak benar, aku emang egois. Aku egois untuk sesuatu yang memang milikku dan bukan kesalahanku." Aditya tak lagi bisa menjawab, dia hanya diam menatap Ubisnya.
Merasa tak mendapat respond apapun dari Khannya itu membuat Anindya memutuskan untuk masuk. Saat sudah sampai di depan pintu tiba-tiba Anindya menghentikan langkahnya membuat Aditya menatap punggung gadis itu. Anindya lupa mengatakan hal terpentingnya pada Aditya.
"Dan iya! Masalah kalung itu, aku bukannya ga pakai tapi sudah hilang hampir satu minggu yang lalu." Ucap Anindya di sela jatuhan air matanya tanpa menatap lawan bicaranya dan setelah itu dia langsung masuk dan tak lupa menutup pintunya.
Aditya? Laki-laki itu masih setia berdiri mematung di tempatnya. Pikirannya tengah berkelana jauh ke hari dimana dia mengantar Silsilya pulang.
Hari Sabtu adalah hari dimana Anindya menjalankan kegiatan eskul musik, dia begitu bersemangat apalagi pulang nanti Aditya akan menjemputnya haaah senangnya Anindya hari itu tak bisa dia gambarkan. Oh bukan! Bukan hanya karena dijemput oleh Khannya saja tapi apa kalian tahu? Khannya itu sudah menjanjikan sesuatu untuknya yang membuat Ubis ini jadi tak sabar menyelesaikan eskulnya.
"Baik eskulnya kita sudahi dulu dan kalian bisa mengulang kembali materi dan arahan dari saya mengenai permainan alat musik. Dan untuk Anindya, kamu jangan lupa terus berlatih ya untuk kompetisi bulan depan." Ucap pembina eskul musik mengakhiri kegiatan mereka.
Anindya pun menjawab dengan gerakan kepalanya kemudian langsung berkemas segera keluar untuk menunggu Khan dan kejutannya. Anindya sedikit tergesa saat menuju gerbang sekolah tapi ternyata Khannya belum sampai padahal dirinya sudah telat keluar 10 menit dari jam biasanya jadi seharusnya Khannya itu sudah sampai.
Mungkin ada kendala hingga membuat Khannya itu terlambat, pikir Anindya positif. Tapi nyatanya waktu tak mau memberi harapan. Sudah hampir 15 menit Anindya menunggu Khannya tapi belum juga datang. Tiba-tiba dering dari ponselnya membuyarkan Anindya dari lelahnya menunggu. Oh lihat! Baru saja Anindya tadi menyebut nama Khannya dan sekarang Khannya menelfon membuat wajah Anindya kembali bersemangat.
"Ya halo kak! Aku sudah sel...-" belum sempat Anindya menyelesaikan ucapannya tiba-tiba Khannya menyela.
"Maaf Ubis gue kayanya ga jadi menjemput lo. Tadi gue lihat Silsilya keserempet motor jadi gue nganterin dia ke klinik terdekat. Sekali lagi gue minta maaf ya."
"Iya tapi kak...-" sambungan terputus sepihak sebelum Anindya menyelesaikan ucapannya.
Rasanya sedih sekali untuk Anindya tapi dia mencoba mengerti bagaimana pun Silsilya lebih membutuhkan Khannya dari pada dirinya. Akhirnya hari itu Anindya pulang sendiri dengan menaiki taksi.Sedangkan di sana Anindya tengah menumpahkan semuanya dalam tangisan yang dengan susah payah dia redam suaranya agar tak dengar siapa pun. Apa yang salah dari dirinya? Dia hanya sedang mencoba melupakan sakit dari bentakkan Aditya waktu itu hingga dia berusaha menjaga jarak dengan Aditya untuk sementara waktu. Tapi bukannya sembuh Anindya malah semakin diberi sakit oleh Khannya.
Setelah lama menangis membuat tenggorokan Anindya kering dan sialnya air yang biasa ada di atas meja kamarnya pun kosong membuat Anindya mau tak mau harus turun untuk mengambil air. Tapi sebelum itu Anindya memastikan wajahnya tak seburuk orang depresi dan saat dirasa lebih baik Anindya pun segera turun.
Halo-halo hai ....
Masih ada yang nunggu khan dan ubis engga?
Untuk part kali ini emang pendek banget sih hihihi
Pelan-pelan yuk bangkit lagi
Terima kasih untuk kalian yang masih maupun sempat singgah di hidup khan dan ubis
Semoga yang masih stay tetap stay sampai akhir dan yang sempat hadir semoga lekas kembali
![](https://img.wattpad.com/cover/208684418-288-k903689.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Mess
Teen FictionSetiap wanita tak ada yang ingin apa yang menjadi miliknya terbagi dengan wanita yang lain, lalu bagaimana dengan takdir yang mempermainkannya? Ubis, nama yag biasa orang terdekatnya ucapkan. gadis manis yang menantikan teman kecilnya yang biasa dia...