9

29 7 2
                                    

"Sial!! Gue yang udah lama kenal sama dia... tapi kenapa dia bisa sedeket itu sama Anin. SIAL!!!!!." Sosok laki-laki itu pun pergi meninggalkan tempatnya dengan amarah yang masih mendekam.

Selama perjalanan pulang tangan Anindya tak pernah lepas dari lingkaran pinggang Aditya ya mungkin ini efek kerinduan yang dirasakan keduanya. "Kak...!"

"Iya kenapa Ubis?." Aditya menjawab tanpa melihat Anindya karena sedang fokus menyetir.

"Kakak sejak kapan balik ke sini? Dan kenapa kakak enggak langsung temuin gue di rumah?."

"Gue udah hampir sebulan di sini maaf enggak langsung temuin lo soalnya gue sibuk ngurusin perpindahan sekolah gue. Maaf ya!" Dari belakang Aditya bisa merasa jika Anindya menggerakkan kepalanya.

Selama sisa perjalanan dihabiskan dengan kebisuan seolah menyalurkan kerinduan masing-masing. Akhirnya perjalanan mereka berakhir di rumah Anindya. "Sudah sampai."

Anindya pun turun dari motor lalu berdiri di samping Aditya dengan helm yang masih terpasang rapi di kepala mungilnya. "Kenapa Ubis?."

"Bukain!." Aditya pun turun dari motornya menghadap Anindya.

"Apanya?." Anindya memundurkan kepalanya karena Aditya yang memajukan kepalanya ke arah Anindya.

Per sekian detik Anindya hanya diam memandang manik coklat kehitaman itu lalu seakan ditarik dari alam bawah sadarnya, Anindya mendorong bahu Aditya menjauh dari hadapannya.

"Eng-enggak! Enggak papa." Anindya memalingkan wajahnya sambil mencoba melepas helm dari kepalanya. Namun entah karena apa? Rasanya susah sekali membuka pengait helm itu.

"Udah sini gue  bukain helmnya." Seketika Anindya kembali dibuat membeku karena perlakuan Aditya. "Selesaikan? Kalo ngomong itu yang jelas Ubis.... untung aja gue peka hehe."

Anindya dibuat bersungut-sungut karena kejahilan Aditya tersebut. "Gue udah jelas kok ngomongnya. Kakak aja yang otaknya enggak beres."

"Hahaha yaudah masuk sana! Enggak baik lama-lama di luar."

"Kakak enggak mau mampir dulu ketemu bunda?."

"Udah ada jadwalnya kok." Setelah mengatakan itu Aditya langsung menyalakan motornya meninggalkan kediaman Anindya yang sendirinya pun masih diam memikirkan ucapan Aditya.

------

Akhirnya minggu yang ditunggu-tunggu oleh Aditya pun tiba dan dia pun tak bisa sembunyikan rona bahagia di wajah tampannya itu. Setelah hampir mati-matian menahan rindu selama hampir 10 tahun pun rasanya tak sia-sia. Setelah pertemuan terakhirnya dengan Anindya waktu itu, dengan sengaja Aditya tak menemui gadis itu lagi guna memberikan kejutan pada hari ini.

"Abang....!! Lama banget sih dandannya udah ditungguin mamah sama papah tau." Lengkingan suara adiknya yang kini berdiri tepatndi ujung pintu sontak membuat Aditya menyudahi acara lintas pikirannya

"Ngapain sih bang? Udah kaya perempuan aja bercermin terus. Fita yang perempuan aja ga suka bercermin." Syafita melanjutkan kicauannya membuat si abang terkekeh geli.

"Eh bocah! Itu sih kamunya aja yang takut liat wajah sendiri hahaha"

"Udah deh yuk katanya udah ditungguin mamah sama papah!" Aditya langsung menuju pintu dan mendorong tubuh mungil adiknya yang tengah menekuk ekspresinya itu.

Sesampainya di luar rumah yang sudah ditunggu oleh Malik dan Iren yang berdiri di samping mobil menanti kedatangan anak-anaknya. Syafita yang melihat itu langsung berlari memeluk sang papah. "Papaaaah.....!."

"Loh puteri papah kenapa? Kok mukanya cemberut gitu?." Malik menurunkan badannya agar sejajar dengan puterinya.

"Itu tuh pah! Abang jahat sama Fita, abang ngatain Fita jelek." Aditya yang melihat itu merasa jengah sekaligus gemas pada adiknya.

"Aduuuh Fita itu udah cantik kok... kan sama kaya mamah? Udah yuk kita udah telat berangkatnya." Iren spontan menyela acara mengadu anak bungsunya ini dan akhirnya mereka pun masuk ke mobil dengan posisi Syafita yang duduk di samping kemudi karena tak ingin berdampingan dengan abangnya.

***

Dari balik pintu itu Yuliya tengah memperhatikan puteri semata wayangnya yang tengah menilik penampilan di depan cermin dengan tersenyum. "Ubis..!."

"Iya bunda? Tamunya udah datang ya?." Anin menanyakan maksud bundanya yang tiba-tiba menghampirinya di kamar.

"Belum sih tapi kamu turun sekarang aja ya kita tungguin mereka?."

"Oh iya bun ayo!." Anindya langsung bangkit dari duduknya hendak keluar namun Yuliya menahan pergerakan puterinya itu. "Kenapa bun?." Lanjut Anindya.

"Kamu jangan lupain ini sayang...!" Yuliya memasangkan sebuah kalung pada leher Anindya sedangkan yang di pasangkan hanya tersenyum bodoh pada bundanya. "Udah cantik! Yuk keluar." Anindya pun mengikuti langkah sang bunda.

Tak berselang lama setelah Anindya dan bundanya turun ke ruang tamu, ternyata Rahadi sang ayah sudah berdiri membuka pintu karena tamu sudah sampai. Anindya dan Yuliya pun segera menghampiri Rahadi.

"Nah ini dia sang Ratu dan Putrinya... hahaha." Candaan Rahadi tersebut lantas mendapat gelak tawa dari semua orang yang ada

"Apaan sih kamu Mas? Ayo mari masuk tuan dan nyonya Khan."
Setelah dipersilahkan untuk masuk dan duduk, keluarga Malik dan Iren pun langsung menempati sofa empuk berwarna abu tua tersebut. Anindya yang terlalu fokus pada Malik dan Iren atau apa? Entahlah tapi Anindya sampai tak menyadari jika di sana juga ada seseorang yang selalu memperhatikannya tanpa berkedip.

"Waaah Ubis udah besar ya sekarang! Makin cantik aja." Iren memulai percakapan membuat gadis yang di puji itu mengulum senyum malu

"Iya Mah! Kakak ini cantik banget nanti kalo Fita udah besar pasti bisa ngalahin kakak." Celetukan Syafita itu lantas membuat seisi ruangan tertawa.

Dari arah dapur sana Bi Epa datang membawakan minuman untuk tamu yang majikan. "Silahkan diminum pak, bu."

"Iya makasih Bi." Suara kecil milik Syafita pun menyahuti Bi Epa

"Tapi kayanya Fita ga akan bisa ngalahin kecantikannya kak Ubis deh!" Suara bariton itu menyentak Anindya yang masih tertunduk sebab ucapan Syafita tadi, karena merasa tak asing dengan suara itu Anindya pun  mengangkat wajahnya.

"Emangnya kenapa bang?." Sahut Syafita lagi

"Karena kak Ubis ini udah cantik dari lahir. Kalo kamu? Coba deh lihat cermin, kamu itu biasa aja hahaha...." Anindya terus memperhatikan Aditya yang tengah menggoda adiknya itu hingga membuat sang adik kembali merajuk.

"Aduuuh maaf ya Rahadi, Yuliya! Anak kami memang selalu meribut begini." Iren berusaha menengahi pertengkaran kakak beradik itu karena tak enak hati dengan sang tuan rumah.

"Gapapa kok Ren. Namanya juga anak-anak emang gitu... jadi ingat masa kecilnya Khan sama Ubis ya?" Yuliya pun menyahuti perkataan Iren.

"Hahahaa yasudah kalau begitu kita makan malam dulu. Ayo sayang Fita ikut sama tante aja kita makan yang banyak, ok?" Ujar Yuliya kembali sembari menuntun Syafita menuju meja makan yang di ikuti semua anggota keluarga.

Selepas acara makan malam, Aditya dan Anindya memutuskan untuk pergi ke taman di belakang rumah Anindya dan meninggalkan para orang tua yang tengah bernostalgia ditambah kehadiran Syafita yang kembali dibuat merajuk karena tidak di bolehkan ikut bersama abangnya.

Di taman ini terdapat gazebo yang berada di ujung taman dan di situlah Anindya dan Aditya duduk bersantai sembari menikmati langit malam yang kala itu sepi bintang. "Ubis!"
Anindya melihat Aditya sebentar karena dipanggil lalu kembali mengbadap langit. "Lo masih simpan kalungnya?"

"Iya kak! Setiap hari juga aku pakai kok."

Aditya mencoba membenarkan posisi duduknya agar lebih dekat dan nyaman dengan Anindya. "Selama hampir sepuluh tahun ini, apa yang lo rasain tanpa gue? Apa lo rindu sama sahabat kecil lo ini?"

🎀🎀🎀

Halo-halo hai....
Jumpa lagi dengan Khan dan Ubis, eh tapi cowo yang di chapt kemarin belom ketebak siapa... Kuy coba tebak

Sebelumnya makasih ya buat kalian-kalian yang udah baca dan dukung ceritaku. Jangan bosen-bosen dan jangan lupa tinggalkan jejaknya...

#DiRumahSaja❤❤

Beautiful MessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang