18. Kecewa

131 39 5
                                    

"COWOK BRENGSEK! Lo bisa nggak sih nggak usah urusin urusan gue!" ucap Letta marah. Matanya sudah berubah menjadi merah, ia ingin menangis tapi ia tahan.

"Gue nggak bisa! Gue cuma pengen lo sadar!" ucap Fero ambigu. Tadi ia saat di usir dari restoran itu segera membawa Letta ke sebuah taman tak jauh dari Shark Food menggunakan motornya. Kini mereka duduk bersebelahan di bangku taman.

"Sadar? Lo harusnya yang sadar," Letta sambil tertawa getir. "Lo tau, akibat lo gue dipecat. Itu semua karena lo!" sambungnya. Kini air mata Letta mulai menetes, ia memalingkan wajahnya agar Fero tak melihatnya. Sungguh ini pertama kalinya ia menangis setelah kematian ibunya. Ia tak tau harus bekerja sebagai apa lagi, uangnya mulai menipis. Bahkan kemarin ia mendapatkan ceramah panjang dari ibu kost karena telat membayar.

"Karena gue sadar, gue lakuin ini demi lo," Fero menatap Letta. Ia tau bahwa Letta menangis walaupun ia tak bisa melihat wajah gadis itu.

"Emang lo tau apa," kini suara Letta mulai mengecil.

"Gak lupain aja. Sekarang lo perlu istirahat, ayo gue anter. Gue jamin lo besok mulai kerja di restoran itu, bahkan posisi lo lebih tinggi," ucap Fero panjang. Baru kali ini ia terlihat perhatian dengan seseorang selain Syifa.

"Gak perlu, gue bisa pulang sendiri," Letta seraya mengelap air matanya.

"Kalau lo masih pengen nangis gue tunggu sampai selesai," Fero.

"Gak perlu. Lo pulang sekarang atau gue teriak lo mau culik gue!" Letta.

"Okay gue pulang," Fero akhirnya mengalah untuk pulang duluan. Ia berjalan dan mulai menaiki motornya untuk pergi.

Sepeninggalan Fero, Letta langsung pulang ke kostannya juga. Ia merasa letih untuk hari ini. Apalagi sekarang ia harus berjalan kaki menuju kostannya.

Ia memasuki sebuah kamar kost yang bercatkan baby blue. Itulah warna kesukaannya selain ungu. Cewek berwajah dingin itu mengambil sebuah foto yang berada di laci mejanya. Foto seorang gadis kecil yang cantik sedang dirangkul oleh kedua orang tuanya yang tersenyum bahagia memandang kamera.

"Maa, Ales harus gimana lagi?" ucap gadis itu sambil terisak. Air matanya bahkan kembali melucur lebih deras. "Ales udah bilang sejak dulu kalau Ales gak suka sama Nana. Tapi kenapa mama bilang Ales gak boleh kasar sama Nana? Mama liat sendiri kan sekarang?" tangisan Letta benar-benar pecah saat ini. Ia menangis begitu lama. Mengapa harus ada Luna? Fero? Keduanya sama-sama penganggu menurut Letta.

Drrtttttt
Ponsel Letta bergetar membuat gadis itu menghentikan aksi menangisnya.
Dua puluh sembilan (29) panggilan tak terjawab dari Vino.
Sebelas (11) panggilan tak terjawab dari Satria.
Satu (1) panggilan tak terjawab dari Fero.
Tiga puluh (30) pesan tak terbaca dari Vino.
Dua puluh (20) pesan tak terbaca dari Satria.
Satu (1) pesan tak terbaca dari Fero.

Bukannya membaca pesan dari mereka, Letta malah mematikan ponselnya dan langsung mengisi daya ponselnya itu. Setelah itu Letta langsung tertidur.

.....

Fero kembali ke rumahnya. Diana yang melihat anaknya murung segera mengerutkan dahinya.

"Dari mana aja, pulangnya kok malam?" tanya Diana yang duduk di sofa ketika melihat anaknya datang. Ia sebenarnya sangat khawatir dengan putranya itu, apalagi semenjak kejadian dua tahun silam dan satu tahun silam. Ia takut kehilangan yang kedua kalinya. Dengan begitu ia berusaha agar tidak mengekang Fero.

STALKER LIFE [COMPLETE ✔] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang