사 (4)

20 4 13
                                    

Reina baru saja selesai mandi, melihat keempat temannya yang asyik menonton drama yang sedang populer. Memang hari ini mereka sudah merencanakan akan bersantai saja. Pada malam harinya barulah mereka akan pulang ke Jakarta.

"Ih, kok aku nggak diajak?" seru Reina sambil duduk di tengah-tengah Wanda dan Caca yang berada di sofa. Sedangkan, Melia dan Indah duduk di lantai.

"Salah sendiri lama banget mandinya." sahut Caca. Reina hanya merengut saja.

"Ssttss.. Jangan berisik! Ini momen-momen bagus, nih..." Melia langsung menepuk kaki Caca dan Reina. "Liat itu si cowoknya sweet banget pake acara nembak si cewek di acara sweet seventeen si cewek.."

"Iri bilang, Mel.." Caca bergumam, yang masih bisa didengar oleh Reina. Reina pun terkikik, lalu menoel Wanda. Membisikan apa yang digumamkan Caca, tentu saja dengan diberikan sedikit micin agar lebih seru. /memang gibahin orang itu seru-plakkk/

Wanda dan Reina sekarang tertawa tertahan bersama, yang membuat Indah juga Melia terganggu. Mereka berdua langsung saja menghentikan tayangan drama tersebut dan menoleh ke arah kegaduhan berasal.

"Kalian berisik banget, sih!" ujar Indah yang diangguki oleh Melia.

"Tau, apaan sih yang kalian omongin?" tanya Melia. "Kalo ngomongin cowok ganteng ajak-ajaklah.."

"Hah.." Caca menoyor kepala Melia. "Cowok mulu otak lu."

"Terus apa dong? Masa banci?" cerocos Melia yang langsung dipelototi Caca. "Maaf nih ya sebelumnya, Ca. Hayati masih normal.."

"HAHAHAHA..." Reina dan Wanda malah tambah tertawa, kali ini lebih keras dari sebelumnya.

"Kenapa sih mereka?" Indah mengernyit heran. "Kesambet? Perasaan di sini nggak ada hantunya, deh."

"Ih.." Melia langsung memukul lengan Indah. "Bisa aja kali ada hantunya, kan mereka tembus pandang. Nggak kelihatan, kalau mau lihat ya panggil dulu, siapa tau hantunya nyahut. Atau, panggil siapa kek itu yang suka bikin-bikin konten manggil hantu."

"Kerajinan amat lu!" Caca menoyor kepala Melia, lagi. Catatan. LAGI.

"CACA! DEMEN BANGET NOYOR KEPALA HAYATI SIH?" murka Melia.

"Abis kepala lu toyor-able, sih.." balas Caca santai. Yang tentu saja membuat api amarah Melia tambah membara.

"Sudah-sudah." Indah melerai. "Kita kan mau tau kenapa si Reina sama Wanda ketawa ngikik kayak orang kesurupan. Dan, bukan mau membahas kepala Melia yang bagi Caca toyor-able."

"Kok kayak menghina, sih?" ketus Melia sambil cemberut.

Tanpa embel-embel Caca menyahut lagi.
"Udah gede lu, masih ambekan aja. Malu sama umur."

"Jahat banget itu mulut!" Melia melemparkan bantal ke arah Caca, yang jelas tidak kena.

"Udah ih, kita mau jelasinnya gimana kalau kalian ribut mulu?" ujar Wanda, masih dengan raut wajah cekikikan.

"Iya, coba jelasin kenapa kalian ganggu banget pas kita asyik nonton?" tanya Indah, kepo.

"Jadi..." Wanda melirik Reina. Yang dilirik malah tertawa lagi, kali ini ia malah melirik Melia.

"Kenapa lirik-lirik hayati? Ngefans? Bilang!"

"Pede banget lu!" Caca melemparkan bungkusan bekas permen ke arah Melia.

"Ih, Caca.. Ini tuh sampah dibuang ke tempat sampah. Aku bukan tempat sampah! Hayati tuh manusia..!" ujar Melia bersungut-sungut.

"Buanglah sampah kepada orang yang dekat tempat sampah. Itu prinsip gue." kata Caca kalem.

"Udah? Udah kelar?" tanya Reina. Sudah mulai bosan jika Melia dan Caca beradu argumen.

"Udah, tapi nggak tau tuh si Caca.."

"Ah, kamu aja yang jelasin deh Ren, aku bingung jelasinnya kalau mereka gitu terus.." ujar Wanda malas.

"He? Lho, kok aku?"

"Jelasin aja kenapa sih?" paksa Indah. "Aku udah setengah mati penasaran."

"Iya-iya.." Reina menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. "Jadi, tadi kan Caca bilang-"

"Lho? Kok gue dibawa-bawa?" protes Caca tak terima.

"Dengerin dulu, neng! Diem!" sahut Reina kesal. Sudah diujung tanduk rasanya ingin berkata kasar.

Setelah dirasa oleh Reina keempat temannya diam dan tidak akan mengeluarkan suara, barulah ia mulai menerangkan kenapa ia dan Wanda bisa sampai tertawa seperti tadi.

"Jadi.. Tadi Melia kan bilang kalau si cowok itu sweet karena nembak si cewek pas acara ulang tahun si cewek, kan?"

Melia mengangguk, membenarkan ucapan Reina. Indah juga ikut mengangguk, tanpa tau itu benar atau tidak. Karena ia hanya butuh kepastian-uhukkkk-maksudnya kebenaran.

"Terus tadi Caca tuh bilang gini "Iri bilang, Mel', cuma pelan banget. Mungkin kalian nggak denger, tapi aku yang disebelahnya denger jelas banget." ujar Reina lagi.

Caca mengangguk setuju kali ini. Ia malah tersenyum tanpa dosa, seakan mengakui kalau itu memang benar apa yang dia ucapkan. Melia malah memandang tak terima ke arah Caca, ingin protes tapi sepertinya Reina ingin bicara lagi. Jadi, Melia memutuskan untuk diam lebih dahulu.

"Terus, aku mikir gini.." lanjut Reina. "Iya sih, Melia mungkin iri. Karena kan pas ulang tahun ketujuh belasnya, dia malah ditinggalin gebetan. Sedih banget, tapi aku sama Wanda malah ngakak."

Reina dan Wanda tertawa lagi, tetapi kali ini Indah dan Caca juga ikut tertawa. Hanya Melia yang diam sambil melirik ke arah atap. Mungkin meratapi nasibnya.

"Hahahahaha.. Kalian jahat banget, sih.." ujar Indah sambil menyeka airmatanya. "Aku kebanyakan ketawa sampe mataku berair, nih!"

"Ya sama aja, kamu juga ketawa." ujar Wanda masih sambil tertawa.

"Ya lagian nasibnya si hayati itu, nggak jauh-jauh pasti kalau nggak ditinggalin ya diselingkuhin. Kalau nggak diselingkuhin ya nggak dikabarin.." kata Caca prihatin. "Kasiannya hayati."

Melia lalu menutup telinga dan matanya, mencoba membayangkan hal lain. Oh, jangan lupakan mas tampan bermasker yang ia temui di bandara. Lalu, ia bangkit dari duduknya.

"Kalian liat aja, aku bakal pastiin kalian akan iri sama aku!" ujar Melia dengan tersenyum sinis-yang malah terlihat lucu-. "Apalagi si mas tampan bermasker itu kayaknya jodohku! Kalian bakal iri nanti! Liat aja."

Melia berjalan menuju kamarnya meninggalkan mereka berempat yang masih tertawa karena tidak percaya apa yang Melia katakan.

"Hahahaha.. Btw, gue jadi penasaran sama si mas bermasker yang dibilang sama si hayati." sahut Caca setelah selesai tertawa.

"Eh..eh.. Aku juga." kata Reina setuju dengan Caca. Wanda langsung melirik ke arah kamar yang ditempati Melia.

"Siapa yang tahu, kan? Jodoh atau enggaknya kita sama makhluk berjenis kelamin lelaki itu kan sudah ditentukan Tuhan." Wanda malah berpuitis ria, yang langsung dilempar bantal oleh Caca dan Indah.

"Nggak cocok ih kalau Wanda yang bilang gitu. Apa karena Melia yang keseringan berpuitis ria?" Indah malah berpikir hal yang tidak penting.

"Dia mah bukan puitis, tapi autis."

"HAYATI DENGER APA YANG KAMU BILANG, CAAAA!!!"

Begitulah pagi hari yang mereka lalui. Sepertinya benar-benar anti-mainstream dari kisah persahabatan yang lain.

****

Notes : aku nggak ingkar janji, kan? Selalu up yg ini?😂
Btw, ini kok humorku keknya ketuang di sini sih, aku mengakui aku receh😭

Red Zone!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang