오 (5)

22 3 10
                                    

Waktu pun berjalan, saat ini sudah pukul 3 sore di Korea Selatan, tepatnya di Daegu. Saat itu kelima orang sahabat itu masih asyik bersantai sambil menonton televisi, melupakan kejadian sebelumnya. Kali ini mereka sedang menonton acara gosip artis K-pop.

"Tuh, kan! Apa aku bilang!" suara Melia yang pertama terdengar. "Mereka itu dating! Pasti! Sejak mereka nggak sengaja ketemu di sebuah drama, pasti mereka udah timbul rasa-rasa suka gitu lho!"

"Sok tau!" sela Caca. Reina ikut mengangguk, mengiyakan apa kata Caca.

"Ih, nih ya, hayati kasih tau. Kalau syuting drama itu nggak cuma sebulan atau dua bulanan, pasti lebih. Dan, nggak mungkin kalau berbulan-bulan ketemu dan perannya jadi pasangan terus nggak ada rasa suka. Aneh yang ada. Kecuali, kalau dia emang udah punya pacar atau nikah." Melia menjelaskan.

Wanda dan Indah mengangguk, setuju pendapat Melia yang tentu mereka pikir logis.

"Bener juga sih, kayak artis Indonesia aja kan sering cinlok gitu, lho. Cinta lokasi!" seru Indah.

"Setuju sih, setuju." Wanda menyahuti.

"Ya, tapi pasti nggak semua-"

"Caca, di dunia ini nggak ada yang nggak mungkin. Bahkan ya, di ujung dunia kalau dia jodoh kamu atau kita, ya pasti ketemu gitu. Jadi, stop bilang atau menyangkal alasan yang udah pasti dan kupikirkan secara logis." sela Melia merasa menang.

"Hih, yaudah sih kan-"

"Headline News! Diberikatan ada sebuah virus baru yang belum diketahui nama dan sebabnya. Virus ini baru saja ditemukan di salah satu pasien yang terinfeksi, diperkirakan virus ini menyebar melalui makanan atau minuman yang terinfeksi. Selain itu, darah juga diperkirakan bisa menjadi salah satu dari penyebab menyebarnya virus ini."

"Apaan artinya, Wan? Nggak ngerti." tanya Reina sambil menepuk pundak Wanda.

"Virus baru. Belum diketahui namanya. Makanya belajar Bahasa Korea, Ren.." ujarnya, lalu Wanda melirik Indah dan Melia yang langsung terdiam melihat berita tersebut.

"Virus ini menyebar dengan cebat di daerah kawasan Daegu. Diduga virus ini pertama kali ditemukan di dekat Daegu. Jadi, semua akses jalan dari dan menuju Kota Daegu ditutup sementara. Pemerintah Korea Selatan-"

"APAA?" Wanda, Melia, dan Indah langsung kaget, mereka tidak lagi mendengar atau menonton berita tersebut. Lalu, mereka malah cepat-cepat melihat keluar villa.

"Gila. Orang-orang pada panik di luar!" Indah menatap ke kerumunan orang yang berlarian di luar villa, memang kelihatan karena villa tersebut agak tinggi dari jalan.

"Lho? Emang kenapa?" tanya Caca, ikut melihat ke arah yang sama dengan ketiga temannya. "Mereka kenapa?"

"Virus." Wanda menjawab singkat.

"Virus yang tadi?" Reina yang masih di sofa bertanya. Melia langsung berbalik, menatap ke arah Reina. Lalu, ia mengangguk.

"Iya." ujarnya. "Kita nggak bisa pulang dulu, sementara ini."

"Gila! Sumpah gila!" Caca tak setuju. "Lu mau di sini terus berapa lama?"

"Ca.. Kita juga nggak mau-"

"Ya terus?" Caca menyela saat Indah bicara. "Gue mau pulang, dikit lagi liburan kelar dan gue masih banyak tugas belum selesai. Kalo kalian mau di sini terus, yaudah kalian aja!"

"Bukan gitu, Ca." Wanda menenangkan. "Masalahnya virus-"

"Virus apaan, sih? Dari tadi kalian bilang virus-virus! Iya tau! Gue sama Reina nggak ngerti Bahasa Korea, terus apa hubungannya sama virus yang lu maksud?"

"Ca, tenang dulu.." Melia menepuk pundah Caca yang langsung ditepisnya.

"Gue nggak mau tau, malam ini kita harus pulang!"

"Ca! Jangan gila!" Wanda emosi, "Kalau kita keluar sekarang, dan kita masih nggak tau apapun soal virus itu, kita bisa kena!"

"Memang virus apa?" Reina mencoba memahami situasi. "Kalian tadi cuma bilang virus tanpa ngejelasin itu virus apa."

"Virusnya belum diketahui, dan ada di Daegu." Indah menoleh ke arah Reina, mebatap sedih. "Kita harus di sini dulu. Tunggu berita susulannya."

"Ya terus mau sampai kapan? Sampai ini virus ditemuin obatnya?" Caca bertanya sewot, "Gue nggak mau!"

"Caca! Jangan bercanda! Ini virus! Bukan mainan! Kalo kamu mau keluar, yaudah silakan!" Melia juga mulai emosi, Indah menepuk pundak Melia pelan. Mencoba menenangkan Melia.

"Masalahnya, Ca.." kali ini Indah yang bicara. "Kita emang suka tinggal di villa ini, tapi kita juga pengen pulang. Kita kangen rumah, kangen keluarga. Kita juga punya tugas yang belum selesai sama kayak kamu. Tolong ngerti, ini demi kebaikan kamu juga."

"Masalahnya nggak gitu, Ndah! Kita kan udah rencanain bakal pulang malam ini! Kita bahkan udah beli tiketnya!"

"Aku ikut aja, kalau kalian mau pulang sekarang ya aku ikut, tapi kalau kalian mau di sini dulu juga nggak apa-apa." ucap Reina pelan.

"Ren, lu gila? Kalo pulang nanti-nanti, bisa aja virus nya malah tambah parah-"

"INI UDAH PARAH CACA!" Wanda berteriak kesal.

"Wan, sabar." Indah langsung menarik tangan Wanda agar masuk ke dalam. "Kita semua harus tenang dan berpikir positif."

"Ca, akses jalan ke Kota Daegu ditutup. Kamu pikir kita bisa jalan dari sini ke bandara? Nggak capek?" Melia bertanya sinis.

"Gue sih nggak ya, kalau lu mungkin iya."

"Bukan itu masalahnya, hei!" Indah langsung menengahi. "Ini virus! Dan belum diketahui namanya, sebab akibatnya aja masih diperkirakan."

"Yang Indah bilang bener, kita harus pikir positif." kali ini Wanda berkata dengan nada tenang, "Gue minta maaf tadi emosi, Ca."

"Hhhh... Tau gini, gue nggak ikut liburan." desah Caca kesal.

"Ca!" Melia langsung memukul lengan Caca kasar. "Masih untung lho dikasih liburan gratis, nggak menghargai banget."

"Ca, mending kita ikut apa kata mereka, deh." ujar Reina. "Kita nggak ngerti Bahasa Korea, kita nggak tau jalan, bahkan kita baca plang jalan aja nggak tau."

"Terserah lu. Pokoknya gue mau pulang." kata Caca bersikeras.

"Silakan." kali nada ucapan Melia terkesan menantang. "Silakan kamu pulang sendiri, kalau ada apa-apa jangan hubungi kami. Bisa?"

"Wah.. Melia, jangan gitu.. Kita kan sahabat-"

"Sahabat macam apa, hah?" Melia langsung menyela ucapan Reina, "Caca nya aja begitu, kenapa kita harus ngehargain dia tapi dia bahkan nggak mau menghargai pendapat kita? Ini demi kebaikan dia sendiri!"

"Daripada lu yang otaknya isi cowok semua, mending gue lah." perkataan Caca membuat yang lain diam. Melia langsung menatap Caca tajam.

"Terserah lu kalau gitu." seketika suasana langsung hening, Melia berjalan menuju kamar yang ditempatinya tanpa menoleh sedikitpun.

'Karena, marahnya orang sabar itu lebih seram daripada orang biasa. Mereka memang biasanya diam, tapi ketika mereka marah, bisa saja mereka menjadi seperti raja hutan.'

"Aku cuma mau kita pulang, selamat. Semuanya, aku, kamu, mereka. Pulang. Sama-sama. Berangkat bersama, pulang juga sama-sama. Sesusah itu?"

****

Notes : Kira-kiraa, siapa ya yang ngomong di akhir ituu??? Bisa tebak? Hehehe~
Thank you yang udah baca, makasih yang udah vote dan komen. Tulisanku mungkin memang belum sebagus dam serapi penulis lain, tapi aku bakal berusaha lebih baik lagi.

Aku juga menerima kritik dan saran, silakan jika ada yang nggak kalian suka, atau ada sesuatu yang kurang. Untuk typo dan EYD, mohon maaf apabila ada kesalahan, bisa tolong beritahu bila ada salah dan bakal langsung aku perbaiki ketika online.

Oke sekali lagi, terima kasih^^
김사합니다~

Red Zone!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang