칠 (7)

10 3 6
                                    

Suara jangkrik berbunyi nyaring di pagi hari yang sepi. Setelah semalam mereka menunda kepulangan, mereka langsung masuk ke kamar masing-masing. Tidak ada yang tau pasti apa yang mereka pikirkan dan apa yang mereka rencanakan.

Yang keluar dari kamar pertama adalah Indah, ia terlihat sedang menyeduh teh hangat sambil sesekali melirik televisi yang sudah dinyalakannya.

"VIRUS INI BELUM BISA DIKENDALIKAN!"

Dari judulnya saja sudah membuat Indah paham kalau virus ini belum ada vaksinnya, bahkan tanpa perlu mengerti arti ucapan dari reporter hang sepertinya berdesak-desakan untuk mengambil bahan berita.

"Heh.. Apa nggak takut mereka kena virusnya juga?" sinis Indah.

"Siapa?" Melia datang tanpa suara di belakang Indah dan menganggetkannya.

"Ya Tuhan, Melia kalo jalan pake suara atau salam kek! Hampir aja ini air panas jatuh ke badanku, lho!"

"Jadi merah-merah nanti badanmu, Ndah." usil Melia.

"Masih bisa bercanda, ya, padahal abis bikin orang jantungan." sebal Indah, Melia hanya tersenyum kecil lalu berjalan untuk mengambil remot televisi, dan mematikannya.

"Jangan nonton berita yang nggak perlu, bisa-bisa kita tambah berpikir negatif dan yang ada nggak bisa pulang selamat." ujar Melia.

"Oh.. Benar juga, ya?" Indah mengangguk lalu membawa tehnya untuk duduk bersantai di sofa. "Melia, kamu takut nggak?"

"Takut apa?" bukannya menjawab Melia malah bertanya balik.

"Virus itu.. Kan itu zombie, dan kamu bilang kamu takut zombie." suara Indah terdengar pelan, tapi masih bisa terdengar Melia.

"Oh..itu.. Tentu aja aku takut, Ndah." Melia tertawa. "Takut sampai rasanya nyalahin diri aku sendiri, harusnya aku menikah dulu biar bisa tau dia jodohku apa bukan."

"Ih, malah bercanda!" Indah langsung melemparkan bantal ke arah Melia yang memang masih berdiri di dekat televisi. "Aku serius tau!"

"Hmm.. Aku juga serius." Melia mengangguk. "Aku takut. Kan kamu sendiri tau, aku bener-bener nggak bisa kalo nonton film zombie itu gak gregetan atau takut gitu. Apalagi zombie yang ada di dunia nyata?"

Indah terdiam, dia tau. Sebenernya dia sangat-sangat tau Melia benar-benar tidak suka film yang berhubungan dengan hal-hal yang masih bisa terjadi di dunia nyata.

"Dari awal, semuanya udah salah." perkataan Melia langsung membuat Indah menoleh ke arahnya.

"Maksudnya?" sayangnya pertanyaan Indah tidak ditanggapi Melia, gadis itu malah berjalan menuju balkon rumah dan berdiri diam di sana. Memperhatikan jalanan yang sepi.

***

"Jadi? Gimana?" tanya Caca membuka awal diskusi mereka berlima.

Melia duduk diam dengan tenang, melihat wajah teman-temannya satu-persatu. Lalu tersenyum ketika bertemu pandang dengan Wanda, seakan mencoba membuat Wanda  yakin kalau ini bukan salahnya dan bisa berlalu.

"Aku pikir kita stay dulu di sini. Entah berapa hari, tapi aku pikir itu pilihan paling baik sekarang." usul Wanda mantap, Melia mengangguk setuju.

"Aku setuju, lagipula persediaan makanan kita masih bisa sampai minggu depan." ujar Melia setelahnya.

"Tapi kalau gitu sama aja menunggu mati di sini, kan?" perkataan Caca membuat hati mereka semua mencelos. Siapa yang ingin mati begitu saja?

"Kamu mau gimana, Ca? Kalau ada usul, coba bilang?" Indah mencoba buka suara, takut akan ada perang mulut lagi seperti kemarin.

"Tentu aja kita bisa ngerencanain sesuatu, ngelawan si zombie ini misalnya?" kata Caca. "Lalu, kita kan juga bisa bawa senjata. Apapun itu yang bisa disebut senjata."

"Ca, kita makhluk hidup dan perlu makan. Kalau kita pergi jauh pasti bakal haus dan lapar, enggak bakal bisa kita bawa semua persediaan makanan seminggu keluar." Reina menyanggah.

"Benar kata Reina, Ca. Bukannya untuk saat ini lebih aman di sini? Ada makanan, tempat berteduh, dan semoga aja nanti ketika kita menunggu sudah ditemukan anti-virusnya." ujar Indah yang tentu saja langsung disetujui Wanda.

"Aku setuju!"

"Kalau seandainya itu zombie nya masuk ke sini gimana?" tanya Caca skeptis. "Kita cewek semua, lima orang! Nggak ada cowok satu-pun. Nggak bisa berantem, pula."

"Kita bisa saling tolong, Ca." jawab Wanda dengan tenang. "Lagipula kalau kamu langsung berpikir zombienya bakal masuk ke sini itu lebih seram."

"Kalau gitu, Melia gimana?" tanya Reina menoleh ke arah Melia yang sejak tadi diam menyimak.

"Oh..aku? Aku ikut kalian aja." jawaban Melia langsung membuat Caca melirik tak suka.

"Bukannya kemarin lu yang paling semangat banget soal-"

"Itu kemarin, Ca. Nggak usah diungkit! Semua orang bisa emosi, termasuk aku!" ucapan Melia langsung membuat Caca diam.

Wanda melirik ke arah jam, sudah menunjukkan jam makan siang. Ia pun memberikan tanda pada Indah untuk membantunya menyiapkan makan siang.

"Tunggu. Gini aja, ini ideku." Melia berkata dengan nada serius. "Kita tunggu di sini selama 4 atau 5 hari, kalau masih belum ada tanda-tanda dari pemerintah virus ini sudah ditemukan antidote nya, kita pergi seperti kemauan Caca. Dan, kalau cuma bawa persediaan makan selama 2 atau 3 hari nggak bakal berat. Ingat juga masing-masing dari kita bawa senjata."

"Itu ide bagus." Reina dan Indah langsung mengangguk setuju, melihat setidaknya ada secercah harapan dari ide itu.

"Ah, satu lagi. Yang bawa persediaan makanan jalan di belakang, bawa senjata jarak dekat. Yang jalan di depan bawa senjata jarak jauh dan jarak dekat, dan dia nggak perlu bawa persediaan makanan. Sebisa mungkin yang jalan di depan itu lebih gesit dan lincah untuk ngelindungi yang membawa persediaan. Gimana?" penjelasan Melia sepertinya cukup membuat mereka mengerti. Mereka akhirnya setuju dan lanjut menyiapkan makan siang.

"Setidaknya dari rencanaku ini paling tidak berhasil membuat 2 atau 3 orang pulang dengan selamat. Aku hanya takut di luar sana kita tidak tau apa yang akan terjadi, meskipun sangat ingin kita berlima pulang sama-sama."

Melia melirik sekilas ke arah teman-temannya. Indah yang kadang bawel tapi bijaksana. Reina yang kadang kalem tapi sebenarnya pecicilan. Caca yang jutek dan berbibir pedas. Juga, Wanda yang bisa dibilang tsundere.

"Kita berlima benar-benar nggak sama, ya? Yang satu dengan yang lain, benar-benar beda. Nggak sama tapi saling membutuhkan. Aku benar-benar senang bertemu kalian."

****

Red Zone!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang