08

48 4 3
                                    

Suara derap langkah kaki yang beradu dengan lantai keramik di bawahnya terdengar memenuhi sebuah kantor polisi. Tifanny datang dengan tergesa-gesa setelah mendapat panggilan telepon dari pihak kepolisian.

Dirinya memasuki sebuah ruangan yang khusus digunakan untuk memantau CCTV yang dipasang di sepanjang jalan, ditemani dengan dua orang petugas kepolisian yang menangani kasus hilangnya Rania selama dua hari terakhir.

"Lihat, kami menemukan posisi terakhirnya. Ia berada di pinggir danau dekat rumahnya" jelas seorang polisi menunjuk layar monitor.

"Lalu lihatlah. Setelahnya seseorang datang dan membawanya pergi" lanjut polisi itu.

Tifanny memicingkan matanya, memfokuskan pandangannya pada pria juga plat mobil yang membawa Rania. Dirinya seakan tidak asing dengan pria yang membawa pergi keponakannya itu. Satu hal membuat Tifanny bingung, kenapa Rania bisa ikut dengan mudah tanpa perlawanan?.

"Kami sedang melacak plat mobil itu, kemungkinan nanti sore kami akan memberitahu anda hasilnya" ucap seorang polisi lainnya.

"Baiklah, saya pergi dulu. Beritahu saya segala perkembangannya" balas Tifanny sebelum pergi meninggalkan kantor polisi.

"Bibi harus mencarimu kemana lagi sayang..??" Lirih Tifanny didalam mobilnya, menatap sendu foto Rania yang menjadi wallpaper ponselnya. Ia baru saja akan menyalakan mobilnya, tetapi sebuah panggilan masuk mengusiknya.

Drt..drt...
Tal is calling...

"Mau apa anak ini?" Tifanny menggeser tombol hijau dan meletakkan benda pipih itu di telinganya.

"Halo"

"Halo Tif.."

"Ada apa? Kalau kau ingin membahas perusahaan aku sedang tidak berminat" balas Tifanny mulai melajukan mobilnya, meletakan ponselnya di dasbor dalam mode speaker.

"Kasarnya adikku ini, tapi sayangnya aku ingin membahas itu"

"Baiklah, kututup" ujar Tifanny bergerak untuk menggeser tombol merah.

"Rania". Satu kata itu cukup membuat Tifanny diam, bahkan ia hampir lupa kalau sesang menyetir.

"Ubah semua perusahaan cabang atas namaku, dan berikan padaku. Lalu, akan kukembalikan Rania" lanjut Talia.

Tifanny menepikan mobilnya di bahu jalan, berusaha mencerna ucapan Talia barusan. Dirinya merasa pening melandanya sekarang. Bagaimana bisa dia memberikan semua anak cabang yang sudah susah payah dibangun kakaknya, hanya untuk Talia?. Tapi bagaimana dengan Rania.

"Ka..kalau aku tidak mau?"

"Kau sudah tahu jawabannya, aku tidak mau mengotori tanganku lagi" jawab Talia berhasil membuat Tifanny membulatkan matanya.

"Berani kau sakiti Ran, kupastikan kau kembali merasakan tidur di dalam jeruji besi" balas Tifanny geram.

"Ya ya..datang ke rumahku sebelum malam, dan bawa surat-suratnya ya. Oh satu lagi, hentikan polisi untuk melakukan penyelidikan. Sampai jumpa Tif"

Tut..

Tifanny menggeram kesal dan melampiaskannya pada stir mobil didepannya. Dengan emosi yang masih belum stabil, ia kembali menjalankan mobilnya, kembali ke kantor polisi.

.
.
.
.
.

"Saya ingin mencabut laporan"

"Eh? Bukannya anda baru datang tadi siang?" Seorang polisi terlihat bingung saat melihat Tifanny sudah kembali datang untuk melapor.

FAULT  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang