Tiga hari kemudian...
Hari ini, langit terlihat mendung dipenuhi awan gelap, walau sudah memasuki tengah hari. Seperti mewakilkan perasaan seorang gadis di salah satu rumah sakit, yang hanya duduk diam diatas brankarnya, dengan rasa cemas memenuhi dada. Raut suram menghiasi wajahnya, manakala hari ini adalah hari yang ditunggu banyak orang selain dirinya.
Ceklek
"Pagi Ran, bagaimana tidurmu? Nyenyak?" Sapa Grace yang datang dengan dua orang suster untuk memeriksanya.
"Tidak, dan kau sudah tau itu kan kak..." balas Rania lesu.
"Tenanglah, semuanya akan berlalu dengan cepat, dan kau bisa seperti anak lainnya" sahut Grace. Rania hanya tersenyum tipis melihat tingkah dokter yang akan mengoperasinya ini.
"Dimana yang lain? Seharusnya mereka menemanimu"
Tepat setelah Grace menanyakan itu, pintu ruangan terbuka dengan Tifanny, Lia, Agatha, Yuta, dan Deana dibaliknya. Mereka datang dengan wajah berseri, berbeda sekali dengan Rania.
"Kukira kalian tidak akan menemaninya" ujar Grace.
"Jangan takut, kami akan menemanimu" Tifanny menggenggam tangan Rania, menyalurkan kekuatan.
"Karena kalian sudah disini, aku akan membawa Ran untuk bersiap. Sebentar lagi operasinya akan dimulai" ucap Grace.
"Semua akan baik-baik saja, kau akan sembuh" bisik Deana sebelum para suster mendorong bangsal Rania keluar.
.
.
.
.
.Sepasang kaki Tifanny bergerak kesana-kemari dengan gelisah di depan ruang operasi. Walau Grace mengatakan kemungkinan berhasilnya sebesar 90%, tak bisa dipungkiri bawa ia tetap merasa gelisah. Tidak hanya dirinya, yang lain pun juga terlihat demikian.
Sekitar dua jam menunggu, pintu ruang operasi terbuka, menampilkan Grace dengan scrub hijaunya. Semuanya langsung bangkit berdiri, dan menghampiri Grace meminta penjelasan tentang jalannya operasi didalam.
"Bagaimana Grace??, apakah berhasil?" Tanya Tifanny dengan cemasnya.
"Operasinya berhasil, katup jantung Rania yang rusak sudah diganti dengan katup buatan" balas Grace tersenyum lega.
"Syukurlah...." seru Deana.
"Setelah ini Ran akan dipindahkan ke ruang transisi untuk memantau kondisinya. Aku permisi dulu" lanjut Grace lalu pergi menuju ruangannya.
"Ran kita sehat kak....Ran sudah sembuh" seru Lia memeluk Agatha, membagi rasa bahagianya.
.
.
.
.
.Rania sudah dipindahkan kedalam ruang transisi dalam keadaan belum sadar. Disana juga keluarga dan sahabatnya sudah memenuhi ruangan, mengabaikan ucapan Grace untuk tidak beramai-ramai. Biar begitu, Grace tetap berada disana menunggu hingga pasiennya sadar.
Sepuluh jam berlalu, hari sudah berganti malam. Saat ini hanya Grace yang menjaga Rania karena keluarganya sedang mengisi perut mereka di kantin rumah sakit, juga teman-temannya sudah pulang sedari tadi.
Grace yang sedang memeriksa selang oksigen menyadari Rania sudah sadar dari pengaruh bius. Dengan cepat ia langsung memeriksa keadaan Rania.
"Shh...." Rania meringis kecil merasakan nyeri di bagian bekas operasi, karena pengaruh biusnya sudah hilang.
"Hai Ran, bagaimana rasanya?" Tanya Grace, yang mulai menyuntikkan obat pereda nyeri.
"Apakah berhasil??" Tanya Rania pelan, diangguki Grace.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAULT [END]
Aktuelle LiteraturOrangtua adalah sosok yang sangat berarti bagi setiap orang didalam kehidupan mereka. Namun, bagaimana jika sosok itu harus pergi lebih cepat dari yang seharusnya? Menorehkan luka mendalam bagi yang ditinggalkan. Rania Akcaya, si bungsu dari keluarg...