Setelah Rafael pulang ke rumahnya untuk beristirahat beberapa jam, dia sekarang sudah kembali ke rumah sakit. Dan Rafael menyuruhku untuk pulang dan rafael juga mengantarkanku. Saat aku sedang di mobil, aku teringat sesuatu. Sekarang ini hari senin! Bagaimana bisa aku lupa sekarang hari apa. Dan? Apa aku akan mendapatkan alfa di absen?. Aku mulai dirundung kegelisahan. Belum lagi nanti ayah marah padaku, karna tidak sekolah dan tidak izin pada guru apalagi jika ayah tahu aku pergi tanpa seizin nya. Mungkin jika aku memberitahu untuk menjenguk seseorang ayah masih bisa mentoleran ku, namun ayah tidak suka jika tahu aku mendapatkan tanda A diabsen ku. Rafael yang melihat aku yang sedang cemas pun menoleh.
"Lo kenapa?"tanyanya dengan memberhentikan mobilnya ditepi jalan.
"Aku akan dapat absen A. Karna, aku nggak izin sama guru, kalau hari ini aku gak masuk sekolah." Ucapku lalu menunduk. Aku memang benar-benar takut. Melihat ayah yang marah, bahkan sudah bisa dipastikan mamah dan Dhea memanas-manasi ayah. Dan tentu saja jika ayah marah padaku, mereka akan tertawa senang.
"Oh, soal itu? Lo tenang aja. Tadi jefan telfon gue, dia bilang hari ini siswa siswi kelas 10 sampai 12 diliburkan. Karna, sedang rapat. Emang lo gak liat grup? Kata jefan di grup dibilangin. Ya kalo gue si belum dimasukin ke grupnya." Ucap Rafael menjelaskan. Apa aku lupa membawa ponselku? Jadi aku tidak bisa mengetahui info nya? Yasudahlah. Setidaknya sekarang aku lebih tenang.
"Makasih, udah ngasih tau aku." Ucapku lalu tersenyum tipis dan dibalas anggukan oleh rafael. Rafael pun melajukan mobilnya lagi. Hingga setelah beberapa menit aku dan Rafael sampai didepan rumahku. Mobil ayah tidak ada di garasi? Hm, sepertinya ayah belum pulang. Huh... Sepertinya aku akan mendapatkan hukuman lagi.
Gapapa, anjani. Kamu gak perlu takut! Kamu bisa!. Ucapku dalam hati untuk meyakinkan diriku sendiri.
"Lo gak mau turun?" tanya Rafael yang melihat aku belum juga turun dari mobilnya. Aku pun segera membuka pintu mobil dan turun. Namun, sebelum turun akh mengucapkan terimakasih dulu pada Rafael.
"Makasih, udah nganter aku pulang." Ucapku lalu turun. Setelah aku menutup pintu mobil Rafael menurunkan kacanya.
"Sama-sama, gue pulang dulu." Ucapnya tersenyum padaku. Mengapa manis sekali?! Walaupun aku tahu bahwa senyuman yang terukir di wajahnya bukan senyuman Rafael yang biasanya, terlihat jelas dari raut wajah Rafael yang kelelahan.
"Iya, Hati-hati." Ucapku lalu tersenyum tipis.
"Dan satu lagi, jangan sampai lupa makan dan istirahat yang cukup." Lanjut ku. Tidak salah kan jika aku memperingati nya?.
"Ciee.. Perhatian sama gue." Ucapnya dengan nada mengejekku. Sudah kuduga Rafael akan se-geer ini.
"Tidak. Aku cuman mengingatkan." Sergahku. Rafael pun menarik nafas panjang.
"Udah, cepet! balik lagi ke rumah sakit. Kasian mamah runi disana sendirian. Oh ya, rara sama siapa?." Lanjut ku disertai dengan tanya.
"Rara sama bibi gue." Ucapnya lalu tersenyum tipis padaku.
"Oh. Papahmu?." Mengapa aku menjadi orang yang kepo seperti ini?!.
"Papah gue gak tau mamah sakit." Ucapnya. Aku hanya ber'oh ria dan mengangguk. Aku tidak ingin menanyakan lagi, nanti bisa-bisa aku dibilang kepo sama Rafael. Rafael pun memajukkan mobilnya. Aku berjalan dengan menarik nafas dan membuangnya kasar. Aku yakin aku akan mendapatkan sesuatu. Ntahlah, aku pun berjalan memasuki rumah.
"Assalamualaikum." Ucapku lalu membuka pintu. Benar saja saat aku membuka pintu Dhea dan mamah sedang menonton TV di ruang tamu.
"Bagus! Dari mana saja kamu?!." Tanya mamah saat menoleh ke belakang.
"A-anjani dari rumah sa-sakit, mah." Ucapku lalu menunduk. Dhea pun berdiri dan menatapku sinis.
"Oh, ya!? lo sakit? Hah? Eh, tapi bodo amat lah ya. Mau lo sakit, mau lo mati, juga kita gak peduli! Haha..," Ucap Dhea disertai tawanya. Kalian bisa beranggapan bahwa adik tiriku ini memang berhati iblis, bahkan sama sekali tidak punya hati. Dia tidak mempunyai simpati dan empati terhadap orang lain, dia hanya ingin orang lain perduli padanya. Dhea sangat egois!.
"Dianter siapa lo?!." Ucapnya dengan suara yang meninggi. Aku harus bilang apa padanya? Apa aku harus jujur? Yasudahlah, lagi pula tadi sebelum aku pergi ke rumah sakit aku sudah siap untuk menerima resikonya.
"Ra-rafael." Ucapku pelan lalu menunduk. Dhea pun langsung mendaratkan satu tamparan di pipiku.
Plak.
Satu tamparan yang sangat teramat perih. Aku bisa bilang bahwa tamparan ini lebih perih dan sakit dari pada tamparan yang kemarin. Bahkan, tamparan kali ini mampu membuat ujung bibir ku sedikit robek dan mengeluarkan darah. Aku hanya meringis kesakitan. Ingin rasanya aku menjerit dan menangis, namun rasanya sudah tidak mampu lagi.
"Kenapa diem!? Lo bisu!?." Ucap Dhea dengan mengangkat daguku kasar agar menatapnya. Aku pun hanya menggeleng. Aku tak tau mengapa mereka sejahat dan sebenci ini padaku.
"Kamu denger gak! Anak saya lagi ngomong sama kamu! Sialan!." Jahat sekali mulut mamah. Apa mamah gak pernah ngerti perasaan anjani? Oh ayolah, anjani. Dia bahkan tidak mengkasihani mu sama sekali.
"De-denger, mah. Ma-maaf." Ucapku lalu menunduk. Maaf? Sepertinya aku tidak perlu minta maaf dengan mereka. Mereka yang jelas-jelas salah padaku!. Tapi, mungkin disini memang harus aku yang mengalah. Mamah melayangkan tamparan lagi di pipi yang sama.
Plak.
"Dasar anak tidak tahu diri! Bukannya menyiapkan sarapan untuk kita berdua tadi pagi. Eh malah pergi!." Ucap mamah dengan merengkuh pipi ku kasar. Sepertinya bukan aku yang tidak tahu diri.
"Inget ya! Gak ada makan malam, dan besok! Gak ada uang jajan. Dan kamu pergi ke sekolah jalan kaki! Cari alasan apapun supaya papah percaya sama kamu! Paham!?." Lanjut mamah, dan melepaskan rengkuh annya kasar. Aku pun mengangguk dengan air mata yang tak kuasa ku bendung lagi.
"I-iya, mah." Ucapku lalu menunduk.
*****
Sesuatu yang tidak ku ketahui. Ada seseorang yang melihat kejadian tadi. Saat dimana mamah dan dhea menindasku dan memarahiku dengan tidak layak. Mengapa aku bilang tidak layak? Karna seorang ibu seharusnya memiliki hati seperti ibu peri bukan hati seperti iblis.
"Sekarang, aku tau kelakuan mereka pada, anjani. Aku akan tunggu sampai mereka tahu kesalahan mereka. Namun, jika mereka akan tetap seperti itu, aku akan memberikannya pelajaran!." Ucap seseorang yang sedari tadi melihat kejadian itu.
**✿❀••❀✿**
Hayo siapa ya kira-kira orangnya?
Salam hangat
Author🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
ANJANI [On Going]
Teen FictionTerkadang orang berfikir, jika orang yang mempunyai banyak harta hidupnya akan bahagia.Tapi, itu tidak berlaku untukku, hidup ku penuh kecukupan, tapi tentang kasih sayang yang tulus itu sangat sulit untuk ku dapatkan. Keluarga baru yang harus ku t...