16. Yang Ku Rindu

35 9 0
                                    

"Aku tahu kamu akan kembali, ntah masih dengan sikapmu yang ku kenal dulu atau dengan sikapmu yang baru ku kenal sekarang,"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku tahu kamu akan kembali, ntah masih dengan sikapmu yang ku kenal dulu atau dengan sikapmu yang baru ku kenal sekarang,"

-Anjani Larasati

_________________________________________________


Pagi ini aku tidak masuk sekolah, ya karna kan aku sedang di rawat, padahah aku sudah siuman dan ku rasa juga jika aku berangkat ke sekolah aku kuat dan aku bisa, tapi ayah tetap saja melarangku.

"Yah, anjani gapapa ko. Jadi, Anjani sekolah aja, ya?." Ucapku ntah yang keberapa kalinya untuk memohon pada ayah.

"Tidak, Anjani. Kamu harus banyak istirahat." Ucap ayah. Hmm... baiklah,  sepertinya ayah tidak akan menuruti permintaanku kali ini. Ayah sedang mengambil ponselnya disaku celana untuk menghubungi seseorang.

"Selamat pagi, saya orang tuanya anjani ingin meminta izin bahwa anjani tidak bisa menghadirir sekolah untuk hari ini dan untuk beberapa hari kedepan, dikarenakan sedang sakit." Ucap ayah. Sepertinya ayah sedang meminta izin pada wali kelasku.

"Baik, pak. Semoga anjani lekas sembuh." Ucap Bu Reni--wali kelasku.

"Terima kasih, bu." Ucap ayah dan menutup telponnya.

"Yah." Panggilku, ayah menoleeh.

"kenapa?" Tanya ayah bingung.

"Ayah kan semalaman menjaga anjani disini, apa gak sebaiknya ayah pulang, dan juga kan ayahharus pergi ke kantor." Ucapku. Ayah menghampiriku lalu duduk dikursi dekat brankar ku.

"Ayah tidak akan pulang, ayah akan menemanimu disini. Dan, ayah juga sudah bilang pada orang kantor bahwa ayah tidak masuk ke kantor." Ucap ayah.

"Tapi ayah belum mengganti pakaian dari semalam, ayah juga belum makan kan?" Ucapku berusaha membujuk ayah agar ayah mau pulang.

"Ayah sudah menyuruh bi irah untuk membawakan pakaian ke rumah sakit, dan membuatkan sarapan untuk ayah dan untukmu, karna ayah tahu pasti kamu tidak ingin memakan makanan rumah sakit." Ucap ayah seraya mengusap puncak kepalaku lembut.

"Hmm... Yah, Anjani kangen sama dia. Ayah tahu gak dia dimana?" Ucapku pelan, namun ayah masih bisa mendengarnya. 'Dia' yang ku maksud ialah seseorang yang selalu menghiburku dalam keadaan apapun. Ntah, mengapa tiba-tiba aku merindukan dia. ayah tersenyum ke arahku.

"Ayah tahu." Ucapan ayah membuat mata ku berbinar-binar, tapi kenapa ayah baru memberitahuku sekarang.

"Tapi, kenapa Ayah gak ngasih tahu anjani dari kemarin." Ucapku dengan memincingkan mataku. Apa ayah hanya ingin membohongiku saja, jika iya ayah hanya membohongiku saja aku tidak ingin makan!.

"Ayah juga baru tahu kemarin malam, saat om hendra menelpon ayah, om hendra bilang dia sudah pulang ke indonesia." Ucap ayah. Mataku terbelalak tidak percaya, sungguh! dia sudah pulang?!.

"Terus, yah?." Tanyaku.

"Ya, ayah bilang belum bisa ke rumah dia sekarang soalnya kamu lagi sakit." Ucap ayah membuatku mencebikkan bibir, seharusnya aku bisa bertemu dengannya. Ayah hanya terkekeh.

"Dan...." Ucap ayah menggantungkan ucapannya membuatku penasaran.

"Dan?" Ulangku.

"Dan, dia akan menjengukmu hari ini." Ucapan ayah mampu membuat rona bahagia di wajahku terpancar. Ayah yang melihat itupun tersenyum senang.

Akan ku ceritakan sedikit tentang sosok dia yang sangat berarti untukku. Saat aku masih berusia lima tahun, dia menolongku saat aku hampir terserempet motor, dia memiliki pemikiran seperti orang dewasa walaupun usianya masih enam tahun, ya usia kita beda satu tahun, dan dari kejadian itu aku dan dia menjadi akrab, dia selalu mengantarku pulang jika habis bermain karna dia takut kecerobohanku akan terulang, dan saat itu juga orang tua kita saling mengenal dan tak masalah jika kami menjadi sahabat. Dia selalu ada untukku dan selalu melindungiku dari kecerobohanku sendiri. Dan, saat keepergian bunda juga dia yang menghiburku, menenangiku. Namun, saat dia memasuki SMP dia bilang dia ingin pindah sekolah di inggris, dan saat kepergian dia lah aku menjadi merasa sendiri, dia tahu tentang ibu tiri dan saudari tiriku, dia juga selalu bilang "Siapapun pengganti bunda kamu nanti, kamu harus tetap baik sama dia, jangan jadi anak yang pembangkang. Karna, biar bagaimanapun dia tetap ibumu, walau sekedar ibu sambung pengganti bundamu.". Maka dari itu aku selalu megingat ucapannya.

Saat aku sedang dalam pikiranku sendiri, dua orang laki-laki memasuki ruangan rawatku, bisa ku pastikan dia adalah Om Hendra dan seseorang yang ku rindukan. Aku pura-pura memalingkan wajahku, untuk menguji apakah dia masih perduli denganku atau tidak.

"Loh, ko malah buang muka si? Tadi, katanya anjani rindu dia?" Huh-- Ayah ini, aku hanya ingin berpura-pura marah saja, karna dia meninggalkanku sangat lama. Tapi, ayah malah memberitahunya duluan kalau aku merindukannya. Dia mendekat ke arahku, membuat jantungku berpacu lebih cepat dari biasanya.

"Oh... Jadi, ada yang rindu ya om sama aku?" Ucapnya. Percaya dirinya bisa diacungkan jempol, tapi sebenarnya memang nyatanya si aku merindukannya, rasanya aku ingin langsung memeluk dia dan menangis lalu memarainya karna sudah meninggalkanku. Aku tetap memalingkan muka sambil mencebikkan bibir ku. Dia malah terkekeh.

"Pangeran kembali, tuan putri. Yakin masih mau nyuekin kaya gitu?" Godanya. Dia, ternyata masih sama seperti dulu, sama-sama menyebalkan!. Tanpa aba-aba dan seizin ku, dia menarikku ke dalam dekapannya aku pun langsung menangis didekapannya yang membuat bajunya menjadi sedikit basah.

"Anjani marah sama Revan. Revan jahat...hiks..." Isakku. Ya, Dia yang ku maksud adalah Revan Farenza laki-laki yang selalu menemani masa kecilku. Dia mengecup singkat puncak rambutku, lalu perlahan melepaskan pelukannya dan menangkup wajahku dengan ke dua tangannya menghapus air mata yang membasahi pipiku.

"Revan minta maaf, ya? Jangan nangis lagi, Revan gak suka liat anjani nangis. Kalau anjani masih nangis Revan pulang lagi nih ke inggris," ucapnya mengancamku, Aku segera menggelengkan kepalaku dengan cepat, karna enggan ditinggal lagi olehnya untuk yang ke dua kalinya.

"Anjani janji gak akan nangis lagi, tapi Revan temenin Anjani." Ucapku. Revan tersenyum melihat sikapku yang selalu manja padanya.

"Sekarang anjani makan, ya. Nanti selesai makan Revan nyanyiin anjani," ucapnya. Aku pun tersenyum dan mengangguk.

"Tapi, Revan suapin Anjani, ya?" Ucapku dengan menunjukkan puppy eyes.

"Iya," ucapnya. Aku pun tersenyum.

Jika, kalian menanyakan ayahku dan om hendra dia sudah keluar dari tadi, karna mereka juga jarang sekali bertemu. Mungkin juga mereka mebicarakan tentang bisnis dan urusan kantor.

Aku bahagia Revan kembali, karnanya dalam keadaan sakit pun aku masih bisa tersenyum bahkan tertawa. Dan, hanya sama Revan lah aku menunjukkan sifat yang manja, sifat yang kekanak- kanakan ku, sifat kecerobohanku. Aku sangat berterimaksih pada tuhan sudah mengembalikan Revan ke hidupku lagi sekarang.

----------

TBC❤


ANJANI [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang