18. Diantar, Dia

31 10 1
                                    

"semua yang terlihat belun tentu kebenarannya, maka tanyakan jika ingin tahu yang sebenarnya,"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"semua yang terlihat belun tentu kebenarannya, maka tanyakan jika ingin tahu yang sebenarnya,"

-Anjani Larasati

_________________________________________________

Hari ini aku memutuskan untuk sekolah, karna semalaman aku merengek pada ayah, dan akhirnya aku diizinkan. Satu hal lagi yang membuatku senang adalah, karna Revan akan mengantarkan ku ke sekolah.

Sekarang aku sudah siap dengan pakaian sekolahku. Aku Pulang ke rumah pukul 03:00 Pagi, Itu juga Revan yang mengantarku ke rumah. Jika, kalian menanyakan dimana mamah dan dhea, mereka ada di rumah untuk membantu bi irah mengerjakan pekerjaan rumah, mereka melakukannya dengan baik, karna ayah bilang jika tidak menuruti perintah dari ayah, mereka semua tidak akan diberi uang oleh ayah, makanya  mereka mengerjakan semua perintah dari ayah. Dan, hal itu juga yang membuat ayah tahu sifatnya, yang menilai segalanya dengan uang.

Aku sedang sarapan bersama ayaha, mamah dan dhea. Namun, tatapan ayah kepada mamah dan dhea masih sulit diartikan. Saat aku sudah selesai sarapan, Revan sudah datang.

"Assalamuallaikum, Pagi, Om." Ucapnya pada ayah sopan. Ayah tersenyum.

"Waalaikumsallam, Pagi, Revan. Kamu sudah sarapan?" Tanya Ayah. Revan mengangguk.

"Udah, Om." Ucapnya. Revan beralih melihat ke arahku dengan senyuman yang mampu mebuatku ikut tersenyum.

"Pagi, tuan putri." Ucapnya masih dengan senyum yang terukir diwajahnya. Aku membalas senyumannya. Dhea yang melihat Revan seperti itu pun mendengus kesal.

Hilih! Gak papah, gak si Revan selalu bilang dia tuan putri. Padahal cantikan juga gue!. Batin Dhea kesal

"Pagi, Revan." Ucapku tersenyum, Revan mengacak-acak rambutku. Membuat dhea menatapku kesal. Ayah yang sedari tadi meelihat tingka dhea pun kesal.

"Mengapa kamu menatap puti ku seperti itu?." Tanya ayah dengan nada dingin, dhea pun langsung menoleh ke arah ayah begitupun mamah.

"E-enggak ko, Pah."  Ucapnya. Revan melihat sinis ke arah mamah dan dhea.

"Biasa, Om. Babu berharap jadi cinderella. Jadi, gitu deh." Ucap Revan santai. Mamah dan dhea menatap ke arah revan tajam.

"Jaga mulut kamu ya. Pah, liat si revan ini ngehina dhea, ko kamu diam saja." Ucap mamah kesal. Revan yang melihat mamah kesal pun terkekeh pelan.

"Tan, Tante punya kaca gak si? Kalo gak punya, mending tante ngaca ke saya aja, saya bisa ko mencerminkan sikap tante." Ucap revan santai namun terkesan mengejek. Mamah hanya mendengus kesal, begitupun dengan dhea. revan memang pernah mengatakan "Siapapun pengganti bunda kamu nanti, kamu harus tetap baik sama dia, janan jadi anak pembangkang. Karna, biarbagaimanapun dia tetap ibumu, walau sekedar ibu sambung pengganti bundamu." Tapi, Revan tetap kesal saat dulu aku menceritakan setiap perbuatan ibu tiriku padaku. Maka dari itu, Revan sangat membencinya.

"Sudah, Revan, Anjani mending kalian berangkat. Revan, om titip anjani sama kamu ya." Ucap Aayah dengan melihat ke arah revan.

"Siap, om. Yaudah, kalo gitu revan nganter anjani ke sekolah dulu." Pamitnya pada ayah seraya mencium punggung tangan ayah, begitupun aku.

"Anjani berangkat ya, Yah." Ucapku tersenyum, ayah membalas senyumanku.

"Iya, Hati-hati ya." Ucap ayah. AKu dan Revan pun mengangguk. Saat, Aku dan Revan ingin beranjak ke luar, ucapan dhea membuat langkahku terhenti.

"Dhean bareng ka Anjani kan? Kan dhea gak boleh bawa mobil sama papah." Tanyanya. Revan menaikkan satu alisnya lalu tertawa.

"Ngarep, lo! Mana ada Babu minta ikut ama majikan, kecuali kalo majikannya yang ngajak." Ucap Revan seraya merangkulku dan berjalan ke depan. Mamah yang melihat hanya bisa mengelus pundak dhea.

"Pah, dhea bar---" Ucap dhea namun terpotong.

"Naik angkutan umun." Ucap ayah lalu pergi. Bi irah yang sedari tadi menyaksikan pertengkaran kecil tadi pun tersenyum senang, lalu berjalan mendekat ke arah mamah dan dhea.

"Makanya, non. Jadi, orang tuh gak usah sombong, ntaran juga semua harta tuan cuman buat non anjani. Percaya sama saya." Ucap bi irah lalu berjalan menuju luar, namun langkah bi irah terhenti ketika mendengar ucapan mamah.

"Saya pecat baru tahu."  Ucap mamah. Bi irah berbalik menatap mamah.

"Punya hak apa bu, berani mecat saya. Udah gak dianggap sama tuan aja ko masih aja sombong." Ucap bi irah langsung berlalu meninggalkan mamah dan dhea yang masih kesal atas ucapannya.

------

Sekolah

Saat sampai di sekolah, Revan mengantarku hingga di depan kelas. Banyak pasang mata yang menatapku bingung. Saat sudah didepan kelas, aku melihat Rafael keluar dari kelas, aku segera memanggil rafael.

"Rafael, tunggu!." Panggilku sedikit berteriak. Rafael menoleh, aku segera menarik tangan revan. Saat sudah berada di depan rafael, aku tersenyum.

Sebelumnya gue gak pernah liat lo, sebahagia ini. Mungkin, karna kehadiran dia lo bahagia. Gue bahagia liat lo bahagia kaya, gini jan. Ucapnya dalam hati. Aku yang melihat rafael sedang melamun pun mengibaskan tangan ku di depan wajahnya.

"Rafael, kamu kenapa?" tanyaku. Rafael tersadar dari lamunannya, dan segera menggelengkan kepalanya.

"Eh, Nggak gue gapapa." Ucapnya, aku hanya ber'oh ria saja.

"Lo udah sembuh? Maaf ya kemaren gue gak jenguk lo, soalnya tiba-tiba aja perut gue sakit." Tanyanya seraya menjelaskan.

"Udah, Iya gapapa. Oh iya, Revan kenalin ini Rafael, sahabatnya Anjani." Ucapku pada revan. Revan tersenyum pada Rafael dan segera mengulurkan tangannya.

"Oh, Gue Revan Farenza." Ucapnya. Rafael membalas uluran tangan Revan.

"Gue, Gavin Rafael." Ucap Rafael. mereka segera melepaskan jabatan tangannya.

"E-hm... Gue duluan." Ucap Rafael yang langsung lari. Aku beralih menatap Revan yang sedang tersenyum ke arah ku.

"Yaudah deh, Anjani masuk dulu ya, udah mau bel soalnya." Ucapku tersenyum pada Revan.

"Iya, belajarr yang bener ya, jangan mikirin Revan terus." Ucapnya diakhiri kekehan.

"Ish! Revan ge'er banget si. Hahaha..." Ucapku yang diakhiri tawa. revan langsung mencubit hidungku gemas, lalu menangkup wajahku dan mengecup singkat lkeningku, membuatku menatapnya tajam.

"Revan!" Kesalku, Revan malah terkekeh.

"Udah gih masuk, Revan pulang dulu, nanti Revan jemput." Ucapnya. Aku tersenyum kala mendengar revan akan menjemputku.

"Oke. Revan hati-hati ya, jangan ngebut bawa mobilnya." Ucapku, Revan mengangguk. Au berjalan masuk ke dalam kelasku dengan senyum yang senantiasa terukir diwajahku.

**********

Tanpa sadar ada seseorang yang meelihat bahkan mengengar perbincanganku tadi. Dia tersenyum kala melihat ke arahku yang sedang bahagia.

"Lo berhak milih bahagia lo, Gue gak tau bisa masuk ke hati lo atau nggak. Gue gak berharap banyak tentang perasaan lo ke gue, yang pasti gue cuma mau liat lo bahagia. Sekalipun itu harus ngorbanin perasaann gue sendiri." Ucap orang itu pelan, lalu pergi.

-----------------

TBC❤

ANJANI [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang