"Pah, maksud kamu apa si? Mamah gak paham,pah." Ucap mamah berusaha meredahkan emosi papah.
"Kamu masih bertanya apa maksudku? Aku tidak akan menjamin kebahagiaan kalian lagi. Seharusnya, kalian paham perkataan itu." Ucap ayah yang emosinya sudah memuncak.
"Jadi, maksud kamu..."
"Ki-kita akan pi-pisah, pah?" Lanjutnya.
"Aku tidak berkata begitu, tapi karna kamu membuatku berfikir begitu, baiklah." Ucap ayah tersenyum. Namun, senyumnya tidak benar-benar tulus.
"Nggak! Pah. Dhea gak mau, dhea gak mau ke-kehilangan sosok papah untuk ke-kedua kalinya..hiks..pah maafin dhea...hiks..." Ucap dhea yang kemudian terisak.
"Pah, ini hanya masalah kecil kenapa sampai ke nasib pernikahan kita pah, kenapa?" Ucap mamah yang matanya mulai memanas.
"Masalah kecil kamu bilang? Apa seorang ibu yang memaki anaknya itu disebut masalah kecil?! Seharusnya ucapan seorang ibu itu penuh kasih sayang dan lembut. Tapi, kenapa sikap seorang ibu seperti itu tidak dimiliki calon mantan istriku ini!" Ucap ayah menekan kata calon mantan istri.
"Pah, u-ucapan ka-kamu itu bo-bohong kan...hiks...?" Tanya mamah.
"Ayah... Sudah yah. Ayah tidak boleh mengambil keputusan saat emosi, itu tidak baik." Ucapku berusaha menenangkan ayah.
"Ayah tidak emosi, anjani. Ayah hanya melakukan apa yang memang sebenarnya harus dilakukan." Ucap ayah tersenyum padaku. Namun, ucapan ayah sedikit membuatku bingung.
"Ta-tap---" Ucapanku terpotong.
"Sudah, Anjani. Ini sudah menjadi keputusan ayah." Ucap Ayah tegas namun dengan nada yang lembut.
"Pah, mamah gak mau papah ninggalin mamah. Kita perbaiki semua dan mulai dari awal ya?hiks..." Ucap mamah memohon disertai isakannya.
"I-iya, pah. Dhea juga minta maaf selalu merepotkan papah, Dhea selalu menyusahkan papah. Tapi, jangan tinggalin dhea pah, Dhea mohon." Ucao dhea memohon.
"Dari dulu aku tidak akan pernah memberikan kesempatan kedua pada siapapun, tak terkecuali orang itu adalah kalian. Kalian tau, orang baik bisa saja menjadi jahat saat dirinya tersakiti, tapi orang jahat akan mustahil menjadi orang baik, jika niatnya menjadi orang baik tidak sungguh-sungguh." Ucap ayah.
"Ta-tapi, Pah. Ki-kita akan sungguh-sungguh untuk menjadi orang baik. Menjadi istri yang baik buat kamu dan menjadi ibu yang baik buat anjani dan dhea." Ucap mamah dengan terus saja berusaha meyakinkan ayah.
"Keputusanku sudah tepat. Aku tak akan terkecoh dengan ucapan manis kalian." Ucap ayah, lalu kembali mengendarai mobilnya. Kami tidak jadi bersenang-senang, yang terjadi hanya keributan. Aku hanya diam menatap langit yang mulai gelap nan mendung itu, sepertinya hujan akan turun sebentar lagi.
Sekarang kami sudah kembali ke rumah. Rasanya aku ingin menyendiri dulu, pertengkaran tadi cukup mengahbiskan banyak waktu hingga membuat kepalaku sedikit pusing. Sekarang sudah menunjukkan pukul 18:45 WIB. Aku memutuskan untuk pergi ke taman dekat komplekku untuk menenangkan fikiranku, tentunya setelah meminta izin pada ayah, tadi ayah sempat melarangku karna ini sudah malam dan mendung, namun aku berusaha meyakinkan ayah. Kalau dhea dan mamah mereka sudah masuk ke dalam kamar mereka masing-masing.
Aku berjalan menyusuri taman. Taman ini cukup terang karna dikelilingi lampu yang indah. Namun, keadaanya disini sepi, mungkin karna sudah malam dan bahkan sebentar lagi mungkin hujan akan turun.
Aku duduk di bangku taman, menatap sendu ke arah langit malam yang sudah mulai mendung. Sebenarnya, aku senang saat mendengar ucapan mamah jika ia ingin memperbaiki semuanya, tapi perkataan ayah juga benar orang jahat akan mustahil menjadi orang baik jika niatnya tidak disertai kesungguhan. Aku bingung harus bagaimana, jika ayah dan mamah benar-benar berpisah, dhea pasti akan sangat terpukul. Tapi dilain sisi jika ayah dan mamah terus bersama, aku yang akan selalu tertindas. Tapi, satu hal yang belum ku ketahui dari mana ayah mengetahui perlakuan mamah dan dhea padaku?
Byur..
Hujan pun turun dengan deras, membuat aku basah kuyup. Membuat aku ingin menumpahkan segala pikiran yang menggangguku.
Mengapa ayah sangat marah pada mamah dan dhea? Mengapa tatapan ayah sekarang pada mamah dan dhea menjadi tatapan benci? Mengapa sikap ayah menjadi dingin pada mereka? Mengapa ayah bisa tahu semua perlakuan mereka?
"AARRGGHH!!" Teriakku frustasi, karna banyak sekali pertanyaan yang muncul dikepalaku.
Bagaimana bisa semua ini terjadi. Waktu itu aku memang pernah berharap untuk tinggal bersama dengan ayah saja, tapi setelah aku fikir-fikir aku juga butuh sosok seorang ibu. Tapi, apa mamah maya bisa menjadi sosok seorang ibu yang lembut, penyayang, penyabar nan perhatian? Pertanyaan itu muncul dikepalaku dan bersahutan dengan ucapan ayah yang mengatakan orang jahat akan mustahil menjadi baik jika niatnya tidak disertai kesungguhan.
"BUNDAA!!ANJANI KANGEN BUNDA!" Teriakku melepaskan semua yang aku rasakan. Dan, sekarang ini kepalaku rasanya sangat pusing. Tubuhku rasanya melemas, aku sudah tidak bisa menahannya lagi. Tatapanku menjadi rabun dan semuanya menjadi gelap. Aku pingsan.
Bruk.
-----------
-
-
-
-
-Jangan lupa tinggalin jejak yaa:b
TBC❤
KAMU SEDANG MEMBACA
ANJANI [On Going]
Teen FictionTerkadang orang berfikir, jika orang yang mempunyai banyak harta hidupnya akan bahagia.Tapi, itu tidak berlaku untukku, hidup ku penuh kecukupan, tapi tentang kasih sayang yang tulus itu sangat sulit untuk ku dapatkan. Keluarga baru yang harus ku t...