12. Bahagia yang sederhana

62 23 12
                                    

Kini aku sedang menunggu Sarah dan Dhea di depan ruang BK

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kini aku sedang menunggu Sarah dan Dhea di depan ruang BK. Orang tua Sarah di panggil, begitupun Dhea. Aku merasa sangat bersalah, karna masalahku Sarah jadi terlibat bahkan sampai orang tuanya dipanggil.

"Jan, gimana?" Tanya Rafael yang tiba-tiba datang. Aku hanya tersenyum tipis sambil menggeleng pelan.

"Tapi, ya jan. Menurut gue si Sarah pantes aja ngelakuin ini, dia kan sahabat lo, bahkan kalian udah kenal lama, jadi ya mungkin Sarah gak mau liat sahabatnya disakitin orang." Ucap Rafael menjelaskan. Tapi, gak gini caranya.

"Rafael, aku tahu Sarah gak mau liat sahabatnya disakitin. Tapi, bukan gini caranya, ini salah Rafael." Ucapku. Rafael diam. Tak lama dari itu Sarah dan orang tuanya keluar, begitupun dengan Dhea. Aku pun salim dengan orang tua Sarah, lalu aku juga menghampiri mamah dan Dhea.

"Mah," Ucapku gugup. Mamah tersenyum manis. Bukan! Bukan senyum manis, melainkan senyuman untuk menyembunyikan wajah bak iblisnya. Mamah menarik tanganku pelan.

"Hukuman menantimu, sayang." Ucap mamah seraya tersenyum miring. Aku pun hanya mengangguk gelagapan.

"Yaudah, jani. Mamah sama dhea pulang dulu, kamu sekolah yang pinter ya sayang." Ucap mamah lembut seraya mengecup puncak kepalaku, aku pun mencium punggung tangan mamah.

"I-iya, mah." Ucapku.

"Mari, jeng. Saya duluan." Ucap mamah kepada orang tua Sarah. Aku menghampiri Sarah dan orang tuanya. Disitu masih ada Rafael.

"Sar?" Panggil ku seraya menunduk.

"E-hm, gu-gue ke kelas duluan ya sar, jan. Tante saya permisi." Ucap Rafael sepertinya Rafael merasa tidak enak.

"Iya." Sahut tante Lena, ibunda Sarah.

"Sa-sarah, ma-maaf ya karna masalah aku kamu malah terlibat kaya gini." Ucapku lalu menunduk. Sarah malah menarik ku ke dalam dekapannya.

"Gapapa, jan. Seharusnya gue yang minta maaf sama lo, karna ulah gue tadi, pasti lo nanti bakalan dapet hukuman di rumah, gue bodoh banget jan. Gue bodoh karna gak mikirin nasib lo di rumah nanti." Ucap Sarah yang malah menangis. Aku mengusap punggung Sarah.

"Gapapa sar, kita impas. Aku sama kamu sama-sama dapat hukuman." Ucapku melepaskan pelukannya seraya tersenyum.

"Tapi, jan. Hukuman yang gue dapet gak seberapa sama hukuman yang akan lo hadapi di rumah nanti." Ucap Sarah.

"Sar, dengerin ya. Aku gapapa, kamu nggak perlu khawatir." Ucapku berusaha meyakinkan Sarah. Aku beralih melihat ke arah tante maya.

"Tante, Anjani minta maaf ya. Karna Anjani Sarah jadi kena hukuman, terus tante jadi harus dateng ke sekolah." Ucapku merasa bersalah.

"Gapapa, sayang. Sarah cuman gak mau melihat sahabatnya tersakiti. Cuman, caranya aja yang salah. Tante gak marah ko sama Sarah ataupun Anjani, karna tante tau betul kalian anaknya kaya gimana, jadi tante percaya Sarah ngelakuin ini tuh pasti karna ada sebab dan akibat." Ucap tante Lena seraya tersenyum.

"Makasih, tante."
"Makasih, bun." Ucap aku dan Sarah bersamaan. Tante Lena tersenyum, lalu merentangkan ke dua tangannya.

"Sini." Ucap tante Lena. Sarah menghambur ke dalam dekapannya. Aku pun tersenyum.

"Anjani, sini." Panggil tante Lena yang melihatku hanya diam saja. Aku pun ikut menghambur ke dalam dekapannya.

"Anjani, kalau kamu ada masalah jangan sukar untuk ceritain ke tante. Tante udah anggap anjani seperti anak tante sendiri." Ucap tante Lena seraya mengecup keningku dan kening Sarah.

"Makasih, tante." Ucapku berusaha tersenyum.

"Tentu, sayang." Ucap tante maya seraya melepaskan dekapannya.

"Huh... Anak sendirinya dicampakan." Ucap Sarah dengan suara yang mendramatisir. Aku pun terkekeh begitupun tante maya.

"Ululu, tayang. Bayi besarnya bunda, cemburu." Ucap tante Lena.

"Hehe... Becanda ko bun, Jan." Ucap Sarah dengan kekehan nya.

"Gimana kalau sekarang Anjani panggil tante Lena dengan sebutan bunda?" Ucap tante Lena dengan melihat ke arahku. Aku melihat ke arah Sarah merasa tidak enak. Sarah terkekeh, sepertinya Sarah tahu apa yang aku rasakan.

"Haha... Gapapa ko, jan. Jadinya kan gue punya saudara sekarang." Ucap Sarah senang.

"Makasih sar, tan--" Ucapku terpotong oleh ucapan tante Lena.

"Ralat, bunda bukan tante." Ucap tante Lena membenarkan. Aku, Sarah, dan e-hm bunda Lena pun tertawa.

"Hahaha..."

"Eh, jan bunda lo jadi banyak dong?" Ucap Sarah membuatku menautkan alis.

"Iya, jan. Kan lo punya mamah gavin dan bunda gue." Lanjut Sarah.

"Gavin?" Tanya bunda Lena bingung.

"Iya, bun. Cowo yang tadi itu namanya gavin Rafael." Ucap Sarah menjelaskan. Bunda Lena hanya ber'oh ria saja.

"Nah, kalo gitu nggak ada lagi alasan Anjani untuk sedih. Bunda nggak mau ke dua putri manis bunda ini sedih, kalo sampai ada yang buat ke dua putri manis bunda ini sedih, bunda bakalan maju paling depan." Ucap bunda Lena lalu tersenyum. Aku dan Sarah saling melempar tatapan lalu tersenyum, dan setelah itu kami memeluk bunda Lena.

"Makasih, bunda." Ucapku berbarengan.

"Sama-sama, sayang." Ucap bunda Lena.

Bahagiaku ternyata begitu sederhana. Sekarang, aku dapat merasakan kehangatan dari sosok bunda. Mamah runi juga tak kalah baik dengan bunda Lena, mereka sama-sama baik serta penyayang. Aku sangat beruntung memiliki mereka.

Bahagia itu tergantung dengan diri kita. Bahagia itu gak semuanya harus tentang kemewahan, bahkan hal kecil saja jika kita bersyukur, Tuhan akan membuat kita bahagia hanya karna hal kecil itu. Tuhan pasti adil ko kita hanya perlu tunggu saatnya tiba.

---------- 

"Gue akan berusaha bikin lo lupa akan disetiap kesedihan lo, jan." Ucap orang yang sedari tadi mendengar perbincangan ku dengan bunda maya.

-----------

Gimana?? Jangan lupa vote and commentnya yaa^^

ANJANI [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang