04 ▪Yours

998 71 123
                                        

Harry sedang sedang duduk di meja yang sama dengan Gilly sambil memandang wanita yang beberapa jam lalu resmi menjadi istrinya. Ia memandang Gilly dengan tatapan tak percaya, bukan karena Gilly sangat mengagumkan di matanya. Harry kaget melihat warna rambut Gilly, ia baru menyadari ini dan tidak menyangka kalau Gilly akan mengecat rambutnya menjadi warna lilac di hari pernikahan mereka. "Bisakah kau tidak mengejutkanku satu hari saja, kau membuatku ingin berteriak. . ."

"Teriak saja," ujar Gilly santai. Harry sudah berbaik hati menuruti maunya, yaitu menggelar pernikahannya se-sederhana mungkin. Gilly mendesah lega, ia menyandarkan punggungnya pada kursi. "Akhirnya aku bisa bebas dari Gothel. Terima kasih ya, Flynn Rider."

"Sama-sama, Pascal," ujar Harry secara tak langsung ia menyamakan istrinya dengan karakter bunglon peliharaan Rapunzel pada film Tangled. "Hari ini, kau jangan jadi bunglon, ya. Kasihan tamu kita, cukup aku saja yang sering shock karenamu."

"Sudah tahu kalau ini memang random, kenapa tadi kau tidak kabur sebelum mengucapkan janji."

Harry memijit batang hidungnya, memikirkan hal apa lagi yang belum disadarinya dari wanita yang sudah resmi menjadi istrinya itu. "Kau mirip Ursula, Gillian."

"Enak saja! Warna cat rambutku lilac bukan putih," kata Gilly tak terima. Ia memegang rambutnya lalu mengarahkan ujung rambutnya di depan wajahnya untuk melihat warna rambutnya. Sekarang ia jadi takut kalau perkataan Harry benar. "Harry, aku jelek?"

"Yang penting kau sudah menikah denganku dan berstatus sebagai istriku."

"Aku meminta pendapatmu, bukan memberi puji-pujian untuk dirimu sendiri." Gilly mendengus sebal, ia melihat beberapa orang belum pernah ditemuinya. Ia baru sadar kalau Harry mengundang banyak temannya. Gilly jadi semangat ingin menyapa mereka semua satu persatu.

"What kind of paradise is this?!" tanya Gilly sambil melihat tamu yang datang. Ia bertepuk tangan sendiri menunjukkan kegembiraannya pada Harry karena mengundang banyak temannya. Gilly mengapit pipinya sambil memandang kagum pada orang-orang itu. Ia menarik tangan Harry dengan paksa agar berdiri dari duduknya menyambut orang-orang. "Harry, kenalkan aku dengan temanmu. Ayo!"

"No." Harry tetap duduk pada kursi sambil menopang dagunya di atas meja.

"Aku menyesal mengucap janji tadi." Gilly ikut menyangga pipinya dengan satu tangannya seperti Harry sambil menatap beberapa pria yang berlalu lalang sibuk dengan urusannya. Mereka hanya melakukan hal normal, tapi Gilly memandang para tamu undangan dari Harry seperti melihat para model yang berjalan di atas runway. "Siapa yang memotong sayap mereka."

"Kau melihat mereka seperti ayam."

"Apa sih. Tentu saja Malaikat." Harry refleks menaikkan sudut bibirnya mendengar istrinya memuji teman-temannya secara berlebihan.

"Kau sudah pernah meninggal sampai pernah bertemu dengan malaikat."

"Iya. Aku mati suri." Harry menghalangi pandangan Gilly dengan wajahnya agar yang bisa dilihat Gilly hanya wajah Harry saja. "Bisakah kau membiarkan aku senang."

"Aku tidak pernah melarangmu, tapi kau senang dengan cara menyakitiku," ucap Harry kesal.

Akhirnya Gilly berhenti melirik tamunya dan beralih pada Harry. "Ini 'kan hanya sesekali. Nantinya aku akan melihatmu setiap hari. Jangan marah ya, sayang."

"Sudah. Jangan bicara denganku."

"Hey. Congratulation." salah satu dari pria yang tadi dilirik Gilly sekarang berdiri di hadapannya. Harry berdiri menyambutnya lalu berpelukan dengan pria itu.

Setelah melepaskan pelukannya, pria tadi memandang Gilly yang ikut merentangkan tangannya berharap mendapat pelukan juga. Bukan pria itu yang memeluknya melainkan suaminya sendiri. Harry mengusap kepala Gilly lalu mencium keningnya. "Kau sudah tidak sabar, ya."

Extra GiftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang