"I fucking hate him, I hate him. I wish he burns in the fire and die!" dia kembali mengambil tissue bekasnya dan kembali menghapus air matanya sebelum melanjutkan kalimatnya, "But I still love him. Fuck!"
"Dumb bitch," ucap Luna. Sejak semalam dia sudah berada di kamar mendengarkan sumpah serapah sahabatnya mengenai pasangannya, menceritakan betapa keparatnya pasangannya tersebut dan kembali memujinya setelah sadar kalau dia memang tidak bisa hidup tanpanya.
"Candace, aku tidak tahu harus melakukan apa untuk membantu masalahmu dengan Dylan. Aku juga tidak tega melihatmu menangis seperti sekarang. Tapi, aku juga turut bersedih mendengarkan ceritamu," ujar Gilly.
Gilly baru datang beberapa menit yang lalu setelah melihat beberapa panggilan tidak terjawab dari Candace dan juga pesan yang membuatnya khawatir.
Hubungan Candace dan pacarnya sudah tidak asing lagi bagi Gilly, tapi kali ini terlihat berbeda. Biasanya saat Candace putus dengan Dylan, dia tidak menangis seperti sekarang ini. Cara Candace menyampaikan kesedihannya seolah menunjukkan kalau hubungannya sudah benar-benar berakhir dan tidak akan kembali lagi seperti sebelumnya.
Candace menenggelamkan wajahnya di bantal. "Aku belum mau mengakhiri hubungan kami. Aku masih mencintainya."
"Begini ya, Candace. Biasanya orang yang kalau lepas dari kutukan itu bahagia, bukan menangis-nangis sepertimu," tutur Luna.
Luna bukan satu-satunya yang senang hubungan Candace berakhir, Gilly juga merasakan hal yang sama, mengingat hubungan tidak sehat diantara mereka. Tapi Gilly tidak menunjukkannya langsung untuk menghargai Candace yang masih tidak terima keputusan mantannya.
Cerita dari Candace belum Gilly dengarkan langsung, dia tidak menanyakannya langsung karena melihat Candace yang masih menangis dan meluapkan kekesalannya, jadi Gilly mendengarkannya saja tanpa menimpalinya seperti yang dilakukan oleh Luna. Gilly mengambil botol air dan memberinya pada Candace, "Ayo minum."
"Aku tidak mau meminum ini. Aku mau—"
"Exactly. Kau butuh hiburan!" kata Luna semangat. Melihat tatapan dari Gilly, Luna kembali berdehem, "Maksudku hiburan— berlibur, menyenangkan dirimu sendiri. Bukan mabuk. Tapi kalau kau mau juga, boleh. Hehe."
Candace sudah berhenti menangis, tapi masih sesegukan akibat terlalu banyak menangis. "Percuma. Pulang liburan, pasti aku akan kembali mengingatnya."
"Siapa tahu saja nasibmu seperti Gilly, dia 'kan pacaran dengan Harry setelah putus dengan Niall." Dahi Candace mengerit, begitupun dengan Gilly sendiri. Mereka berdua tidak mengerti maksud Luna. "Harry, pria yang pacaran dengan Gilly saat liburan di Bangkok."
"Harry yang mana?" tanya Candace lagi.
"Harry. Pria yang dikenal Gilly lewat kencan buta." Candace masih terdiam, visual yang ada dibayangannya hanya Harry suami Gilly, bukan Harry yang dimaksud oleh Luna. "Kau belum bisa mengingatnya? Harry sawadikap nano na kha krab khob khun khor thot khrap khun na rak maak chawp khun—"
Gilly langsung melempari wajah Luna akibat kesal melihatnya. Luna yang menirukan cara berbicara mantan pacar Gilly, justru lebih mirip seperti ikan dilempar di daratan. "Jadi Gilly pernah pacaran dengan pria bernama Harry?"
"Iya. Tapi Harry sawadikap nano na kha khor thot khrap khun na rak maak khun— hehe," Luna menyengir pada Gilly yang memberi tatapan kalau sebentar lagi dia akan menerbangi Luna yang menjadikan mantannya sebagai lelucon. "Harry yang aku maksud lebih menggemaskan dari Harry yang menjadi suami Gilly. Ugh, sayang sekali mereka putus setelah Gilly pulang berlibur, padahal aku ingin Gilly buat anak dengan dia."
![](https://img.wattpad.com/cover/232804582-288-k604928.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Extra Gift
Fanfiction[ ✔ | harry styles fanfiction] ❝Kau mau menikah denganku karena apa?❞ ❝Agar aku bisa sombong dan memamerkanmu pada orang-orang.❞ [publish: Jul 2020 - ] Copyright © 2020 by tychilaude