tiga belas

26 7 6
                                    

Jangan sider siah!

🕊🕊🕊

Kelas 12 IPS 2 sekarang tengah berada di perpustakaan, karena mereka harus membawa buku-buku soal yang akan berguna untuk ujian sekolah nantinya.

Awalnya mereka tenang-tenang saja di dalam perpustakaan. Karena di perpustakaan memang dilarang untuk membuat kegaduhan. Berbeda halnya dengan keenam makhluk ini, yang selalu saja gaduh gak kenal tempat.

"Eh Sha! Lo ngapain baca novel?" tanya Difa.

"Lah, emang baca novel salah gitu?" Sasha merasa dia gak melakukan hal yang salah.

"Ya boleh aja. Tadi 'kan kita disuruh nyari buku buat ngebantu kita ujian nanti," jelas Difa.

"Hilih! Kayak yang bakal dibaca aja tuh buku." Rara yang baru datang langsung menyambar.

"Halah, kalian berdua juga gak pernah baca 'kan. Palingan bukunya dijadiin pajangan," ucap Sasha 'tak kalah sengit. Yuna yang berada diantara mereka hanya bisa menghela napas.

"Kasian tuh, anak orang gak diajak debat." Ivy tiba-tiba datang bersama Meta.

"Sha, lo ngapain jongkok di pojok rak? Pup?" ucap Meta yang melihat Sasha adem ayem.

"Enak aja. Gue lagi baca novel tau," ucap Sasha mempoutkan bibirnya.

"Tenteram banget bacanya, kayak gak ada beban," ujar Ivy.

"Iya dong, kan gue bacanya di tempat tersembunyi." Sasha terkekeh.

"Awas, gue mau ngambil buku yang disitu." Rara mengusir Sasha yang menghalangi jalannya.

"Ah elah, jalan masih lega tau."

"Bodo amat, gue pengennya lewat situ," tegas Rara.

"Senyumin aja dulu, entar baru gue sleding." Sasha akhirnya menyingkir, karna iapun merasa menghalangi jalan.

Murid lain yang mendengar kegaduhan mereka ada yang hanya mengelus dada, ada juga yang menatap mereka sinis.

"Kalian tau gak sih ini tuh di mana?" Hilda selalu sensi jika melihat muka mereka berenam.

"Lo tau gak ini dimana?" Difa bertanya balik.

"Perpustakaan."

"Dah tau nanya," ucap mereka bersamaan dan menertawakan Hilda.

Hilda mendengus kesal. "Gue bilangin ke wali kelas tau rasa kalian," ancamnya.

"Hmmm, anak terpercaya wali kelas mah beda." Difa menyindir Hilda yang selalu jadi anak emas wali kelasnya.

"Ngapa? Iri lo gak dipercaya sama wali kelas sendiri? Makanya berprestasi dong." Hilda menyombongkan prestasinya yang selalu jadi juara kelas.

"Ngiri? Sama lo? Gak akan pernah." Difa berucap dengan nada  mengejek. "Prestasi lo itu bukan di otak, tapi di bibir lo yang sok manis di depan semua orang." Hilda yang mendengar itu hanya mengepalkan tangannya sambil menggertakkan giginya.

Difa dan yang lain hanya senyum penuh kemenangan melihat Hilda yang kalah omongan.

"Heh, gak usah ribut ini di perpustakaan." Datanglah Diba selaku sahabat sejatinya Hilda.

"Wow, ada menara eiffel." Sasha dan Ivy bergumam.

Dibi memicing Sasha dan Ivy dengan tatapan tajamnya. "Gak usah bisik-bisik, gue bisa denger," ucapnya.

"Widihh, tajam juga ya pendengaran lo." Rara yang daritadi gatel pengen ngobrol pun buka suara.

"Diem lo, gak usah ikut campur." Irly yang juga sahabat dari Hilda merasa kesal. Rara hanya memutar bola matanya malas.

Semenjak perdebatan mereka, suasan di perpustakaan pun menjadi agak mencekam, untung saja penjaga perpustakaan sedang keluar.

"Udahlah, gak penting juga debat sama mereka," ucap Meta dan mengajak mereka berlima keluar.

"Iya, buang-buang waktu aja." sahut Rara.

Mereka berenam pun keluar dari perpustakaan sebelum terjadi kejadian yang tidak diinginkan.

Sesampainya di kelas, banyak murid yang menatap mereka perihal kejadian tadi di perpustakaan. Sudah pasti mereka tidak menghiraukan apa yang akan murid lain katakan.

'Tak lama datanglah 3 orang yang menjadi sumber perdebatan di perpustakaan.

"Gais gais! Gue ingetin yah kalo berteman tuh sama siapa aja, gak usah pilih-pilih. Pliss deh, semua orang tuh sama aja, jadi gak usah dibeda-bedain. So, bergaullah dengan yang lain." Hilda berpidato dengan penuh penekanan setiap katanya.

"Emang siapa yang suka ngebeda-bedain?" tanya salah seorang murid.

"Taulah siapa. Kemana-kemana selalu sama itu-itu terus." Hilda berucap sambil menatap Difa. Difapun menatapnya balik dengan sinis.

Mereka berenam hanya menanggapinya dengan santai. Karena mereka tidak merasa membeda-bedakan, hanya saja jika kita sudah nyaman dengan seseorang pasti akan selalu berada di dekat orang yang membuat kita nyaman.

"Bilang aja pengen gabung sama kita, cuma gengsi." Rara berbisik kepada yang lain.

"Bener tuh. Mungkin kita lebih seru dari 'sahabatnya' itu, makanya pengen gabung tapi pake alasan yang lain." Yuna berpendapat.

"Heran dah gue sama si Hilda and the geng udah nyebelin, hidup lagi," ucap Meta dan mendapat gelak tawa.

"Terserah mereka mau suka apa enggak sama kita." sambung Ivy.

"Penting kita nyaman satu sama lain." Mereka berenam menanggapinya dengan senyuman.

Hilda and the geng berkumpul dan membicarakan sesuatu.

"Gue tuh gak suka kalo mereka barengan terus. Suka berisik, terus sekarang mereka tambah ngelonjak." Diba membuka suara perihal ketidaksukaannya.

"Gue juga heran, si Sasha yang tadinya murid baru kok bisa sih gabung sama mereka? Jangan-jangan si Sasha dihasut ya sama mereka." Irly mengajukan pendapatnya.

"Udah kalian tenang aja, gue ada ide buat misahin mereka sementara. Sini deh gue bisikin."

🕊🕊🕊

To be continue....

Ada yang masih setia baca ff gaje ini?

Sekian upnya untuk hari ini.

See you in next part🍃.

Sebelum keluar tinggalkan jejak, okeyyy👌❤.

naeidaRa











Girls Squad [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang