empat belas

11 5 19
                                    

Jangan sider cuy!;v

🕊🕊🕊

Gabut. Nunggu guru masuk itu mengesalkan sehingga kegabutan pun melanda murid. Seisi kelas ramai tidak terkendali, akibat gabut jadi ujung-ujungnya mengganggu kelas tetangga.

Difa dkk tidak mau mati gaya dibangku, mereka ngumpul di satu meja dan dilanjut dengan streaming Oppa-Oppa Korea buat ngisi waktu kosong.

Meta sebagai juragan kuota selalu jadi korban. Tapi, dia ikhlas kok menghamburkan kuotanya demi melihat wajah bening idol dari negara ginseng itu.

"Eh, si Hilda kagak ada di kelas? Baru nyadar gue." Sasha membuka obrolan. Mereka langsung menoleh kearah belakang untuk memastikan satu mahkluk itu emang enggak ada.

"Bodo, ah! Paling udah innalilahi," timpal Meta sambil bergidik acuh lalu berbalik lagi kearah layar handphone yang tengah menampilkan grup dance.

"Yoi 'kan? Bentar lag-"

"Haduh, Capek banget!" Seorang guru paruh baya yang tiba-tiba saja masuk mengejutkan seisi kelas, semuanya ribut berlarian menuju tempat duduknya masing-masing.

Rara mengumpat karena omongan nya yang terpotong gara-gara Ibu Iis-wali kelas yang datang 'tak diundang, pulang 'tak diantar.

Masuk kelas bukannya ngucapin salam ini malah curhat. Dasar nyengsol!

Geram Rara yang tertahan didalam hati.

Ibu Iis menyimpan semua barang-barang nya diatas meja lalu mengambil spidol ditempat pensilnya. Ia menulis sesuatu di papan white board dan berkata, "Buka halaman 37, tentang perbandingan Trigonometri."

Semua murid langsung membuka buku paketnya dan mengikuti perintah Ibu Iis. Mereka membaca-baca sebentar yang mungkin akan paham sedikit.

Ibu Iis duduk di kursinya sambil memperhatikan anak-anak didiknya lagi baca-baca buku. Ia mengetuk-ngetukkan meja, seperti ada yang salah dengan kelasnya. "Ini bangku kayaknya gak ada perubahan. Kalian gak pernah tuker tempat?"

Mereka terdiam. Tidak seperti biasanya Ibu Iis terlalu memperhatikan tempat duduk, biasanya juga bodo amat karena memang pilihan mereka sendiri ingin duduk bersama siapa dan dimana.

"Nggak, Bu! Emang mereka nyamannya kayak gini." seisi kelas langsung menoleh kebelakang.

Siapa?

Bangku ketiga dari depan, tepatnya bangku Hilda-dia yang jawab. Sepertinya ada sesuatu yang ia rencanakan sehingga menarik perhatian wali kelas.

"Mulai sekarang bangkunya digeser. Jangan egois, sama temen sebangkunya juga ganti jangan itu-itu mulu, emangnya gak bosen?" Jelas Ibu Iis tegas namun ditampik keras oleh Difa juga sekawannya.

Mereka menganga gak percaya, kok bisa wali kelas berpikir ke situ. Tentu mereka gak bakal nerima keputusan ini, sudah senyaman ini sekarang harus berpisah?

"Iya, Bu! Saya juga pernah kasih tahu mereka tapi, gak didenger." Hilda kembali menjawab dan sepertinya dia mendapat dukungan mutlak dari wali kelas.

"Yasudah, sekarang kalian ganti tempat duduk. Ibu mau ke toilet dulu sebentar." Ibu Iis bangkit dari duduknya, ia melangkahkan kakinya keluar kelas.

Hilda menyeringai lalu berjalan menuju ke depan kelas berniat mengatur kembali tempat duduk.

"Ekhm, jadi guys tempat duduknya ganti. Kalian harus nerima, ya!"

"Udah deh! Akting lo yang muak itu bikin gue enek tahu gak? Ini rencana lo 'kan?" Ivy yang lagi baca buku pun terusik, sikap yang dibuat-buat Hilda itu udah kebaca.

"Loh, kok ngomongnya gitu? Gue cuman ngikutin apa yang wali kelas bilang. Lagian juga kelas ini kurang toleransi nya, ikut aja napa, sih."

"Kalau gue bilang gak mau?" Difa melipat tangannya didada, lihat seberapa pintarnya Hilda saat ini. Menjengkelkan dan lagi cara mainnya yang langsung inti.

"Bisa di nego sama Ibu Iis. Itu juga kalau udah gak sayang sama nilai." Hilda tersenyum sinis dengan tatapan liciknya yang membuat Difa menjadi kesal sendiri.

"Cih! Gak guna"

Meta berbalik kebelakang, sudah pasti Difa gak baik-baik saja. "Udah, Dif! Ikut aja. Backing-an dia itu bukan main."

"Makanya jangan main-main sama gue, 'kan akibatnya fatal banget." Rambut hitamnya itu, ia kibaskan mengekspos kecantikan yang baru saja baru balik dari salon kemarin.

Geng Hilda yang ada dibangku belakang pun tertawa senang. Kartu As buat mereka, sekarang Difa dkk tidak bisa bergerak lebih lagi. Mereka benar-benar dibuat skakmat oleh Hilda.

Hanya dengan omongan manisnya bisa membuat Wali kelas langsung setuju saja apa yang dikatakan olehnya. Rencana untuk membubarkan kumpulan squad gibah itu perlahan berjalan sesuai dengan rencananya.

"Nah, kalian berenam pindah sono. Meta lo didepan, Rara jarak lo dua bangku dari depan meja Meta. Dan Sasha lo pindah kedepan sebangku sama Tia." mereka mulai berbenah buku dan tas langsung pindah tempat duduk.

"Udah, Vy! lo diem di situ," Ucap Hilda ketika melihat Ivy juga akan minggat mengikuti Sasha.

"Nyet!" Umpat Ivy, Tasnya kembali ia simpan lalu melipat tangannya untuk menjadi bantalan buat tidur.

"Nah, sekarang ketuanya. Lo..."Hilda mengetuk-ngetuk dagunya, ia mengedarkan pandangannya mencari tempat duduk yang pas buat Difa, "Lo diem aja disitu lah, entar malah ngamuk lagi kalau dipindahin."

Sebisa mungkin Difa menahan amarah yang sudah diatas ubun-ubun ingin meledak.

"Nah, kalau kayak gini kalian kan gak bakalan bisa berisik."  Hilda berdecak."Ngomongin EXO atau apalah itu, gak guna juga."

"Sorry ya, gue sukanya BTS bukan EXO!" sahut Rara yang tersulut emosinya.

"Sama aja!" balas Hilda ketus.

"BEDA GOBLOK!" umpat Rara.

"Sama bego! Sama-sama gak bakal buat kalian masuk surga juga."

"Yang nentuin masuk surga apa enggak cuma Allah bukan elo. Jadi, li gak usah ngatur-ngatur hidup orang lain. Atur aja hidup lo yang belum becus itu." Rara berucap dengan napasnya yang naik turun dengan cepat.

Hilda mengangkat tangannya berniat ingin menampar Rara, namun niat itu ia urungkan.

"Udah, Ra. Diemin aja." Difa mengusap bahu Rara agar menjadi sedikit lebih tenang.

🕊🕊🕊


Hi hello! Balik lagi sama author, xixi.

Maap ya, kemarin-kemarin gak bisa update. Karna banyak tugas numpuk, huft😴.

Dan mungkin ini part terpanjang. So, don't forget to voment♥️.

Girls Squad [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang