***
Pagi selanjutnya...
"Gue kesel banget sama si Hilda. Massa gue sebangku sama si Dela, sih? Anak cupu, bodo bin stress kek dia bikin gue pengen banget nampol tuh anak." gerutu Meta sambil menggebrak meja membuat mereka terperanjat kaget.
"Istigfar, Met. Gitu-gitu juga makhluk ciptaan Tuhan." Sasa memulai wejangan paginya.
"Iya-iya."
Jam enam tiga puluh mereka semua sudah ngumpul didalam kelas, tepatnya dimeja Meta yang paling depan. Mereka semua ngedumel gak jelas karena kekesalan pada rival yang bagus mereka pembawa bencana. Titisan Dajjal.
Siapa lagi kalau bukan Hilda and the gang. Semenjak mereka dipisah bangkukan, mood untuk masuk sekolah jadi agak-agak males.
"Lo sama anak kek gitu lumayan gak banyak bacot. Gua? Sama si lebay Intan. Tukang drama, pusing. Badan gentong kek gitu masih berdiri aja bagus, nambah nyusahin kalau dia pura-pura sakit" ceroscos Rara. Ia melirik kearah belakang tempat bangku barunya. Disana sudah ada seorang gadis berbadan lebar lagi duduk sambil menyumpal telinganya dengan headset.
Intan terkenal anak manja. Dikit-dikit ngadu, memelas, bikin pusing kalau diladenin. Ogah-ogahan orang pada sebangku sama dia, kebanyakan aduhnya ditambah aktingnya itu yang bikin enek.
Dari arah pintu gerombolan rival Difa memasuki kelas sambil ketawa-ketiwi iew iew, "Dah, dah, dah, si jamed masuk tuh! Entar ngejulid lagi kalau kita kumpul begini"
"Yo lah, bubar, bubar!" Teriak Sasha menarik atensi Hilda and the geng. Ngga peduli lagi mereka, berjalan melewati nya pura-pura gak liat.
***
"Anjir, gabut banget!" Meta menghela nafas kasar. Ia menaruh pulpennya dan berpaling kebelakang untuk melihat situasi. Difa lagi main hp sama Yuna, dibelakang nya Rara yang mungkin lagi ngestolk Instragram.
Dari bangku kedua jajaran Sasha lagi pada ribut. Entahlah tapi dilihat-lihat Sasha keknya lagi pusing nanggapin cewek sebangkunya yang ngomong terus.
"Gini amat nasib sekolah gue Gusti" gumam Sasha lalu memijat pelipisnya.
"Sha!" Panggil seseorang dari samping. Ia mendongak dan melihat Ivy sama Yuna berdiri disampingnya.
"Kalian mau kemana?" Tanya Sasha kepo.
"Kantin. Kelas lagi kosong. Mumet gue disini"
"Oh, yaudah!" Sasha bangkit dari duduknya. Ia melirik kearah teman-teman lainnya. "Itu mereka bertiga gak ikut?"
"Entar katanya. Gue males antre kalau musti nunggu penuh dulu kantinnya" Sasha hanya mengangguk lalu mengikuti kemana perginya Ivy sama Yuna.
Ternyata banyak kelas yang kosong. Lantai satu kelas dua belas IPS juga banyak yang lagi nongki didepan kelas.
Sepanjang perjalanan mereka bertiga ngomong yang nggak-nggak. Ngutuk si Hilda and the gang lah, nyampe ngebayangin sekolahannya bangkrut. Cek gila sih.
"Lo beli apa?" Tanya Ivy, Sasha berdehem sambil mengetuk dagunya pelan.
"Ngga tahu. Yun, lo beli apa?"
"Cilok mang Midun" Yuna mengacungkan jajanan ciloknya. Kesukaannya makanan pedas, cilok mang Midun emang lumayan tenar di sekolah.
"Udah, Yuk! Balik?" Mereka mengangguk setelah Sasha memutuskan untuk membeli Snack dan juga dua buah coklat. Tentunya dibayar dong, masa iya nyolong gak elite banget.
Seperti biasa, berangkat maupun pulang dari kantin kerjaan Ivy sama Sasha juga Yuna gibah. Bentar lagi juga bel istirahat berbunyi, hampir semua kelas sudah mulai terlihat ramai.
Sampai didepan kelas, Sasha berniat mengambil coklatnya untuk cemilan. Ia merogoh kantong sakunya. Disana ada uang dan satu coklat. Ia kembali mengingat-ingat, perasaan tadi ngambil dua coklat, terus kenapa ada satu?
"Anjir, ada yang ngepet coklat gue" Sasha terus meraba-raba kantong sakunya namun tetap tidak ketemu itu satu coklat.
"Ngapa lo?" Tanya Ivy heran dengan tingkah polah Sasha.
"Coklat gue?! Ilang" Raut wajah Sasha serius, Ivy dan Yuna menyahut.
"Hah?"
"Sumpah, tadi gue ngambil dua. Ngapa jadi satu? Ada yang ngepet?"
Pletak!
Sasha mengusap kepalanya karena jitakan jitu Ivy yang begitu sakit sampai kepalanya terasa migren."Ngomong yang bener. Jatoh paling"
"Bantu nyari"
"Udah, sih! Ikhlasin aja. Paling udah dipungut orang" Sasha menatap tajam kearah Yuna, dan ia langsung nyolot.
"Eh, lo kira beli coklat kek gitu pake daon? Mana niatnya buat istirahat kedua lagi"
"Ya, terus nyari kekantin gitu? Udah banyak umat disono. Malu-maluin"
"Gak mau tahu. Cari pokoknya" Sasha berjalan duluan menuju kantin dan sambil berjalan agak membungkuk mencari keberadaan coklatnya yang hilang.
"Gila cuman sebatang coklat nyampe begitunya" gumam Ivy, mau gak mau mereka berdua ikut nyari dan waspada takutnya Sasha hilang kendali dikantin.
Sasha terus menyapu sepanjang jalan mencari coklatnya yang hilang. Bentuknya persegi panjang, kemasannya masih bagus warna hitam keemasan gitu, terus isinya masih utuh. Yang nemu tolong kembalikan kepada yang punya.
Tepat didekat pintu masuk kantin, Sasha melihat sebuah kilauan yang terkena sinar matahari. Matanya menyipit menerka-nerka benda apa itu. Ia berlari menghampirinya. Terlihat tidak asing sekali benda itu.
"Kek coklat gue, nih!" Sasha mendongak lalu celingukan melihat sekeliling. Emang jam istirahat sih jadi banyak banget yang lalu lalang.
Sasha kembali menunduk. Ia memastikan benda itu adalah coklatnya dengan cara menginjak nya sampai terasa kalau isinya masih utuh.
"Iya, nih! Kek coklat punya gue. Ngapa disini?" Satu kali lagi. Sasha menginjak coklat itu sampai hancur.
"Eh, kutu! Ngapain lo?" Tanya Ivy, pas sampai bersama Yuna.
"Ini, kek coklat gue"
Yuna melirik kearah coklat yang ditunjuk Sasha. Sudah tidak kotor begitu, "Terus ngapa lo injek?"
"Takutnya tipuan. Jadi, gue injek nyampe jeroannya keluar" Sasha memungut coklatnya yang udah gak berbentuk itu.
"Astaoge, Tante girang baru gede. Gak diinjek juga, Juleha! Lo kenapa begitu gregetnya cuman karena coklat? Buang sono, udah kotor"
"Yah, pada akhirnya yang disayang selalu ngilang!" Ucap Sasha dengan suara memelas.
Ivy dan Yuna kehabisan kata-kata.

KAMU SEDANG MEMBACA
Girls Squad [HIATUS]
HumorIni cuman kumpulan short stories, yang sebenarnya kejadian disini itu banyak yang asli tanpa rekayasa. Yah mungkin dikit-dikit dilebihin lah. Kehidupan keenam orang di sekolah SMA, dari humor mereka sampai kesetian persahabatan mereka diuji. So, s...