✎ ᴄʜᴀᴘᴛᴇʀ 𝟸𝟼

1.7K 118 8
                                    

Seoul Incheon Internasional Airport(ICN), South Korea

Pemuda bernama lengkap Lee Taeil kini tengah menunggu seseorang. Di bandara terbesar di Korea Selatan itu, putra sulung keluarga Lee tengah menunggu kedatangan sang ayah yang akan menjemputnya. Ya, setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih enam jam, akhirnya ia sampai di tempat kelahirannya ini.

Tak terasa delapan bulan telah terlewati dengan begitu cepat, Taeil memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di negeri tempat asalnya ini.

Sebelumnya ia sudah membicarakan ini kepada kedua orang tuanya, Dong Wook dan Da Hae tentu saja menyanggupi keputusan anak sulung mereka itu. Bagaimanapun juga, semua menyangkut kenyamanan, jika anak mereka rasa lebih nyaman kuliah di negaranya sendiri ya sudah, toh yang akan menjalani dan juga menyerapi pendidikannya juga sang anak itu sendiri. Mereka juga tak akan memaksa ataupun menuntut sesuatu dengan ambisi tinggi untuk ketiga putranya, takut sang anak merasa tertekan. Mereka juga sudah bangga dengan segala prestasi yang dimiliki ketiga anaknya itu selama ini.

Ah, Taeil sangat berterimakasih pada kedua orang tuanya yang mampu memahami ia dan juga kedua adiknya tentu saja. Yang pasti, ia akan selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik demi membanggakan kedua orang tuanya.

Hingga tak lama kemudian, terlihat Dong Wook keluar dari mobil mewahnya dan berjalan dengan aura wibawanya ke arah sang anak pertama yang kini memandang ke arahnya dengan sorot mata kerinduan. Segera sepasang ayah dan anak itu berpelukan dengan erat untuk menyalurkan kerinduan yang selama ini mereka tahan sejak lama.

"Woah anak ayah ini sudah makin besar saja. Bagaimana kabarmu, nak?" tanya Dong Wook setelah ia melepaskan pelukannya pada sang anak. Ia sungguh senang melihat anaknya yang sudah lama tak ia jumpai. Pun dengan Taeil, ia masih menyunggikan senyum bahagianya.

"Taeil baik-baik aja, Yah. Bagaimana dengan ayah?" sahut Taeil dengan pertanyaan di akhir kalimatnya.

"Tentu ayah sangat sehat, kan ada bunda yang selalu memasakkan makanan enak untuk ayah, hahaha ... " gurau Dong Wook tak sepenuhnya berbohong pada anaknya. Keduanya tertawa lepas.

"Ahh Taeil jadi merindukan bunda," ujar Taeil mengingat sang bunda yang dulu selalu menyiapkan sarapan dengan masakan-masakan enak.

"Ya sudah kalau begitu, kita segera pulang. Bunda dan kedua adik kamu pasti sudah menunggu," sahut Dong Wook dengan mengusak surai sang anak pelan. Lalu keduanya mulai melangkah memasuki mobil dan segera melajukan kendaraan beroda empat itu dengan kecepatan normal.

Selama perjalanan Taeil tak henti-hentinya menyematkan senyum di wajah tampannya sambil sesekali ia mengarahkan pandangannya ke arah kaca yang menampilkan keindahan kota Seoul dengan gedung-gedung pencakar langit yang sudah lama tak ia lihat.
Dia sungguh merindukan kota kelahirannya ini.

Dong Wook yang sesekali menengok ke arah sang anak dibuat terkekeh pelan melihat anaknya yang sepertinya berada dalam suasana hati yang sangat baik itu.

Dua orang berbeda usia itu menikmati perjalanan―mungkin lebih tepatnya salah satu di antara mereka―dengan sesekali saling membuka obrolan untuk sekadar mengusir canggung yang akan menguasai.

"Oh iya, Yah. Gimana kondisi adek?" tanya Taeil tiba-tiba teringat dengan adik bungsunya.

Dong Wook yang mendengar pertanyaan itu hanya tersenyum saja. Yang Taeil lihat, senyuman itu merupakan senyuman sendu. "Adek baik-baik aja, nak. Tapi, nanti saat kakak menemui adek, jangan nangis."

My Family is My Strength [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang