"Cabut, Ru?" tanya Wira waktu ngelihat Biru pake lagi kemeja flannel hitam yang sempat cowok itu lepas.
"Jemput Aluna," jawab Biru.
"Sama mantan-mantan lo yang dulu, lo nggak gini-gini amat Ru, cuma sama Aluna doang gue perhatiin lo siap sedia antar jemput bahkan tanpa diminta," celetuk Rangga.
"Asli! Sama Aluna doang ini kampret jadi bucin, dulu-dulu mah pacarnya ngerengek minta anter jemput langsung diputusin," timpal Gilang.
"Yang dulu-dulu bukan gue yang ngejer dan gue nggak beneran pake perasaan jalaninnya, kalian pahamlah," Biru ngambil kunci mobilnya dari atas meja kantin.
"Sedangkan yang ini gue yang ngejer dan gue beneran pake hati, pake perasaan jalaninnya. Jelas beda, dan tolong jangan sama-samain Aluna sama mantan-mantan gue yang dulu," lanjut Biru lagi sambil menatap Wira, Rangga dan Gilang, teman seperjuangannya minus Alvie.
"Iye-iye paham dah yang dari jaman maba dah dikejer-kejer cewek," cibir Gilang.
Biru terkekeh pelan. "Bukan itu point-nya tai. Udahlah gue cabut," kata Biru sebelum meninggalkan tiga temannya itu di kantin fakultasnya, "oh, iya, makanan lo bertiga udah gue bayarin tadi!" Biru berbalik lagi setelah lima langkah berjalan.
"Thank you, bos!" Teriak Wira, Rangga dan Gilang bersamaan.
Biru hanya mengacungkan jempolnya dari jauh.
Hanya dalam waktu sepuluh menit Biru sampai di depan fakultas Aluna, bertepatan dengan HP-nya yang berdering.
Telpon dari Aluna.
"Ya, sayang? Aku udah di depan," jawab Biru langsung.
"Depan fakultas aku?"
"Iya. Kamu hari ini selesai kelas jam tiga kan?"
"Iya, tapi aku ada kelas pengganti. Jam lima baru selesai."
"Ya udah nggak apa-apa, aku tunggu."
"Masih dua jam lagi Biru. Kamu pulang aja. Aku nanti bisa pulang bareng Kania."
"Nunggu dua jam buat aku bukan masalah Aluna."
Di ujung sana Aluna berdecak.
"Ya udah terserah."
Biru memutuskan untuk turun dari mobil setelah memarkirkan mobilnya di parkiran fakultas Aluna. Dia berjalan ke arah kantin.
Biru langsung disambut oleh Rama, Axel, dan Darrel saat menginjakkan kakinya di kantin FISIP.
"Oit, Ru!"
"Widih, sehat bos?"
"Ngeri disamperin anak teknik."
Biru mendudukan diri tepat di samping Rama setelah meletakkan HP dan kunci mobilnya ke atas meja. "Nungguin cewek gue."
"Cewek lo anak FISIP Ru? Bukannya anak hukum ya?" tanya Darrel.
"Udah kagak goblok, kemane aje lu!" Sahut Axel.
"Ya kan gue nggak tau Xel, biasa aja dong lo! Kok lo yang ngegas. Si Biru aja santai," ujar Darrel sewot.
Biru terkekeh pelan. "Cewek gue anak ilkom Rel, namanya Aluna."
"Rokok, Ru." Rama mendorong rokok miliknya ke arah Biru.
"Nggak dulu Ram," tolak Biru sambil mendorong kembali rokok milik Rama.
"Hah? Kenapa Ru?" tanya Axel yang keliatan penasaran banget. Seorang Biru nolak tawaran rokok.
"Cewek gue nggak suka bau asep rokok," jawab Biru.
"Yaelah, nanti kan bisa pake parfum Ru buat ngilangin baunya sama makan permen," kata Axel, "gue banyak nih stok permen di tas."
"Gue udah janji nggak bakal nyentuh rokok setiap mau ketemu dia Xel," kata Biru, "cowok harus bisa dipegang janjinya," kata Biru lagi yang langsung disambut umpatan teman-temannya.
Biru menghabiskan dua jam waktunya di kantin FISIP, sampai akhirnya jam lima lewat sepuluh menit Aluna nelpon ngasih tau kalo kelasnya udah selesai.
"Gue cabut duluan coy, cewek gue udah kelar kelas," pamit Biru ke Rama, Axel dan Darrel.
Biru tersenyum tipis saat mendapati Aluna sudah menunggunya di area parkir.
"Yuk," Biru langsung merangkul Aluna saat sudah sampai di depan gadis itu.
Biru bukain pintu mobil untuk Aluna yang disambut decakan kecil gadis itu.
"Aku bisa buka pintu mobil sendiri Biru," protes Aluna untuk yang kesekian kalinya.
Dan protesan Aluna hanya dibalas dengan sebuah usapan di kepala sebelum Biru berlari kecil memutari mobil dan masuk ke dalamnya.
"Gimana presentasinya tadi?" tanya Biru sambil memundurkan mobilnya untuk keluar dari parkiran, "lancar kan?"
"Lancar," jawab Aluna.
Mobil Biru sudah berhasil keluar dari parkiran fakultas FISIP.
"Kok lemes gitu? Cape banget?"
"Ngantuk." Aluna menguap.
Biru terkekeh pelan, tangannya terulur ke pipi Aluna, mengusapnya lembut. "Tidur aja."
Aluna menggeleng. "Nggak boleh tidur sore-sore."
"Kata siapa?"
"Kata aku barusan."
"Oh, kata Aluna." Biru mengangguk-angguk. "Oke aku percaya."
Aluna langsung menoleh ke Biru.
"Kalo bukan kata aku berarti nggak percaya?"
"Percaya, tapi dikit."
Aluna mendengus." Emang nggak boleh tau, tidur sore-sore tuh dapat meningkatkan resiko kematian. Cek aja di google kalo nggak percaya."
"Oh pantes kamu suka ngomel kalo sore aku masih tidur." Biru menoleh sekilas ke Aluna. "Takut aku mati ya?"
Aluna membuang muka ke jendela di sisi kirinya.
"Cie takut kehilangan aku," goda Biru.
"Apa sih, Bi. Aku cuma ngasih tau."
"Ngasih tau karena takut kehilangan aku kan?"
Aluna mendengus. "Terserah kamu aja."
Perjalanan pulang mereka diiringin dengan Biru yang terus menerus menggoda Aluna. Membuat Aluna kesal setengah mati.
"Nanti malem aku mau pergi," ucap Aluna saat mobil Biru sudah sampai di depan kosannya.
"Ke mana?"
"Nugas di cafe."
"Jam berapa perginya? Aku anter."
Aluna menghela napas, menatap Biru. "Aku bisa bawa mobil sendiri."
"Selagi aku bisa anter, aku bakalan anterin kamu ke mana pun. Jemput juga."
Aluna melepas seatbelt dengan kesal.
"Jam tujuh! Jangan telat!"
Aluna sudah ingin keluar dari mobil saat Biru menahan tangannya.
"Apalagi Biru?"
Tanpa banyak bicara, Biru menarik Aluna ke dalam pelukannya, membuat Aluna mendadak diam membeku.
"Tolong belajar bergantung sama aku Aluna."
***
heuheu
✋😀✋
KAMU SEDANG MEMBACA
BIRU'S GIRLFRIEND
Teen FictionKehidupan Aluna yang awalnya hanya berpusat pada kegiatan kampus minus cinta-cintaan mendadak berubah seratus delapan puluh derajat semenjak Biru dengan lancang menciumnya dan mengakuinya sebagai pacar. ((Chapter banyak karena ada Daily Chat-nya))