Hati Tersenyum

5 2 0
                                    

Satu tahun kita menjalani mahligai rumah tangga, Tuhan menitipkan satu putri untuk kami. Namun agaknya jalan ceritaku akan selalu begitu. Hadapi dahulu cobaanmu, baru kuberi kau hadiah berupa kebahagiaan.

Dara padmarini—putriku—ia terlahir spesial. Dokter sempat berkata kemungkinan hidup putriku sangatlah kecil. Kalaupun hidup, mungkin hanya bertahan tiga hari mengingat kondisinya yang tidak memungkinkan untuk bertahan lebih lama.

"Bertahan ya, Nak. Kamu pasti bisa, ibu butuh kamu." kucium pipi putriku yang berwarna ungu. Dara tengah berada dalam gendonganku, ukuran tubuhnya yang sangat kecil membuat tangan ini bergetar saat pelukan hangat kuberikan.

Kupandangi bayi kecil yang hidupnya tengah kuperjuangkan. Tangisan dari bibir mungilnya menggema seisi rumah. Iya, dia tidak dirawat di Rumah Sakit karena keuangan yang tengah sulit.

Masa orde baru memaksaku untuk ikhlas jika sewaktu-waktu putri kecilku menemui ajal. Kurangnya pendapatan dan banyaknya kericuhan membuat dada tak henti berdebar. Kapan agaknya masa ini usai.

Tak ada biaya untuk perawatan membuatku dan Shyam harus berputar otak untuk menyelamatkan nyawa putri kami. Cara tradisional pun kami tempuh, setidaknya kita berusaha walaupun kemungkinannya terlalu kecil. Berhati-hati itu menjadi kunci kita ketika merawatnya, kalau-kalau hal yang tidak diinginkan terjadi.

Setiap pagi Dara berjemur dibawah matahari, lalu kumandikan dengan minyak kelapa. Katanya, itu bisa membantu. Kemudian di malam hari, aku hangatkan badannya dengan mengapit tubuhnya dengan air hangat dalam botol.

Sesekali ia kugendong di atas asap kemenyan, ini sudah menjadi tradisi yang dilakukan secara turun temurun. Tapi, ini pun bisa menghangatkan tubuhnya. Kata orang, bayiku harus selalu merasa hangat agar bisa bertahan hidup. Kuiyakan dengan harapan ia dapat bertahan.

"Ini sudah berbulan-bulan, Lin. Dia tak mungkin bisa bertahan," ucap Shyam yang terlihat sangat putus asa. Dara memang telah melewati tiga hari kehidupannya, tapi belum ada perubahan pada fisiknya.

"Dia sudah melewati tiga harinya, Shyam. Aku yakin dia bisa hidup!" bentakku yang tak terima dengan ucapan Shyam. Yang kutahu ucapan adalah doa, dan kita tidak boleh sembarangan dalam berucap.

"Terserah jika kamu masih bertahan pada pendirian. Tapi maaf, aku terpaksa harus berkata seperti ini agar tidak ada rasa sakit di hati jika terjadi sesuatu padanya." Shyam menjeda ucapannya. Kulihat ia menelan ludah dengan kasar dan menarik nafas.

"Dara, bukan anak saya!" bagai seribu pisau ditancapkan ke hati ini dalam waktu bersamaan. Kakiku terasa lemas, tak sanggup menopang berat tubuh. Perkataan Shyam terus berulang diotakku. Teganya ia berucap seperti itu.

Shyam berlari menjauh dengan tas yang berada di punggungnya. Kualihkan pandangan pada Dara yang tengah tertidur. Kulangkahkan kaki mendekat pada buah hati, mengulas senyum yang terpaksa kulukis. Dia tak boleh merasakan apa yang tengah kurasakan.

Ibu melarangku bersedih, sebab putriku akan ikut bersedih. Namun tak mungkin bisa kupungkiri, rasa sakit ini tak mampu kutahan. Setetes air mata kadang tak sengaja kujatuhkan, sebab pisau ini masih tertancap.

"Ya Tuhan kubutuh pertolonganmu. Tegarkan hati ini, kuatkan raga ini, sayangilah kami." Kukeluarkan tangis yang menyesakkan dada hanya di hadapan-nya. "Lindungilah suamiku yang tengah jauh dari pandangan. Bukakanlah hatinya agar mau menerima Dara." Kembali derai air mata tak terhenti mengikuti doa yang kupanjatkan.

Kudengar suara tangis Dara memekakkan telinga. Kuhampiri dan kutenangkan ia dalam gendonganku. Tangisannya semakin kencang, dan tubuhnya berguncang.

'Ya Tuhan semoga tak terjadi apa-apa pada bayiku, kumohon lindungilah dia,' batinku dengan ketakutan yang teramat. Aku tak ingin terjadi sesuatu padanya. Kususui dan ku perdengarkan lantunan shalawat yang kuhafal.

Dara mulai tenang dan samar-samar dapat kulihat senyuman di bibirnya. Setiap kuhentikan lantunan shalawat, ia kembali menangis. Jadilah aku tak tidur dan terus menggendong Dara sampai pagi.

"Allahuma shaliala muhammad
Yarobi shalialaihi wasalim." Setiap Dara mulai menangis kuperdengarkan ia lantunan ini dan tak lama ia akan tersenyum. Mungkin ini shalawat favoritnya.

Kuputuskan untuk menginap di rumah ibu sementara waktu. Dengan begitu, aku jadi lebih tenang dalam mengurus Dara. Karena, ada ibu yang selalu memberikan solusi dan menenangkanku tatkala aku teringat ucapan Shyam.

Satu bulan berlalu, Shyam kembali pulang dari perantauan. Ya, Shyam ternyata pergi merantau. Ia tak bersungguh-sungguh dalam ucapannya. Ia hanya khilaf dan putus asa dengan keadaan, jadilah ia pergi untuk menenangkan pikiran sekaligus mencari nafkah.

"Ini, Dara. Bagaimana bisa?" kagetnya saat melihat kondisi Dara sekarang. "Alhamdulillah, makasih ya Allah." Shyam langsung menggendong Dara, raut bahagia terpancar jelas di wajahnya. Yang lebih mengejutkan, Dara pun ikut tersenyum saat berada dalam pelukan ayahnya.

'Terima kasih untuk kebahagiaan ini, ya Allah.' Senyuman tertarik begitu saja di wajahku. Kedua orang yang kucintai tengah melepas rindu. Kuputuskan untuk ke dapur menyiapkan makanan.

Kebahagiaan kembali kurasakan saat pernikahan Dita tengah dilangsungkan. Ia dipinang oleh pemuda yang tidak hanya mencintai Dita, tapi juga menyayangi Zahwa seperti anak kandungnya sendiri. Pemuda ini juga seorang yang jujur, aku tahu itu. Dia sempat menceritakan masa lalunya padaku, dan hal itu semakin membuatku yakin. Dia pantas untuk Dita.

Zahwa memutuskan untuk tinggal bersamaku, dia bilang ingin menjaga adik. Tak mungkin aku melarang keinginannya, karena sesungguhnya akupun ikut bahagia ketika mendengarnya. Biarkan Dita menikmati hari-hari dengan suaminya, kurasa mereka memang membutuhkannya.

Sekarang kami tengah tertawa bersama di ruang keluarga. 'Sejujurnya aku merasa rumah ini terlalu luas untuk empat orang, tapi sudah seharusnya aku bersyukur dengan semua yang telah Tuhan berikan. Segala pelajaran akan kugenggam sebagai penolongku dalam setiap ujian. Untuk sekarang, syukuri kebahagiaan atas pemandangan yang Tuhan suguhkan.'

Senyumku mengakhiri kisah ini, kisah yang kuharap dapat memberikan pelajaran bagi kalian untuk selalu bersyukur sekalipun itu sebuah masalah. Karena sesungguhnya setelah kesulitan pasti ada kemudahan.

🌟🌙🌟🌙🌟🌙🌟🌙🌟🌙🌟🌙🌟🌙
Aku tahu aku tak pandai merangkai kata yang dapat terukir pada benak kalian. Aku hanya berusaha menyuarakan hati yang selama ini ia tutupi. Semoga kisah senja dapat memotivasi kalian untuk senantiasa bersyukur.

Senja dan angin malam✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang