PART : 3 || INSIDEN SAKURA

362 250 539
                                    

^ RIKYU HIGH SCHOOL ^

"Astagah. Kenapa Sakura tidak masuk hari ini?" tanya batinnya sibuk.

Kurinai mulai bosan tanpaku yang duduk di sampingnya. Tsuki Yaku pu ikut merasa bertanya dan gelisah tidak adanya diriku. Pandangannya tetap pada kursiku yang kosong. Bahkan sampai musuhku merasa gelisah.

"Kenapa gadis mata empat itu tidak masuk hari ini? Duniaku tidak ada rasa permainan." keluhnya.

Tampaknya Sataru tidak terbiasa tanpa kehadiranku di sekolah. Raut wajah yang kurang bersemangat jelas terlukis.

Dalam tidur panjang aku bertanya. Aku dimana? Kenapa tempat ini asing untukku? Tempat yang tidak pernah ku bayangkan sebelumnya. Aku tertidur. Tidak ada suara-suara yang biasa ku dengar disekelilingku. Ini aneh, aku merasa tenang di tempat ini. Detak jantung seseorang bisa ku rasakan. Tanganku berada di dalam genggaman Ibu. Aku merasa bersalah ketika ini terjadi. Namun, nasi telah menjadi bubur. Tak bisa ditarik atau pun diubah. Takdir seseorang memang selalu menjadi misteri dalam kehidupan.

Ibu merasa sangat ketakutan pabila kehilangan orang yang ia sayangi untuk yang kedua kalinya. Aku bisa merasakan itu. Dalam dua hari pun aku tersadar dari tidur panjangku. Ini kejadian yang kedua kali Ibuku terlibat dalam masalahku di sekolah. Karena dulu kejadian ini pernahku lakukan, namun ini yang terparah karena aku berusaha menghabisi nyawaku sendiri.

2 TAHUN LALU

Aku berharap memiliki seorang teman yang menyenangkan saat diriku menginjak sekolah tersebut, namun kenyataannya berbeda. Mereka semua hanya menertawaiku karena penampilanku. Aku sadar diriku dengan mereka berbeda, namun tak sepantasnya aku dibeda-bedakan dengan mereka hanya karena status sosial dan gaya busana.

Tatapan mereka begitu sinis dan tidak baik. Tidak ramah sama sekali. Aku seperti berada di dalam hutan bersama para penjahat.

Saat guru memintaku maju untuk memperkenalkan diri, aku berdiri dengan siap dan tersenyum malu akan hal itu. Lalu, mereka semua melempari aku kertas. Semua aku lalui dengan sangat menyakitkan. Aku selalu dipermalukan oleh mereka.

"Gadis sepertimu pantas mati." ucapnya, seraya melempari aku tepung.

"Dasar aneh, gadis jelek." sahut yang lain.

"Lihat dia, si buruk rupa." sambungnya bersama lelaki tersebut dan menarik rambutku.

"Astagah! Siapa dia? Kenapa harus bersekolah dengan penampilan seperti itu." semua pandangan terjun padaku ketika ku berjalan mendengar semua perkataan mereka.

"Tidak tahu malu, mati saja sana." semua hinaanku telan sendiri.

"Jauhi dia, dia itu sampah."

Berbagai kata dan komentar menyakitkanku terima selama aku bersekolah di sini. Semua perkataan mereka membunuh mentalku serta perasaanku. Aku menjadi takut untuk bersekolah. Wajah yang kulihat hanya bisa diam dan menangis saat pulang sekolah. Namun berbeda, ketika aku dihadapan Ibu. Aku selalu tersenyum dan tertawa, terkesan tidak terjadi apapun.

Melakukannya berulang kali membuatku terluka, namun aku tak memiliki cara lain lagi. Aku sungguh sangat sesak dengan keadan seperti ini.

Aku selalu menceritakan kisah-kisah yang indah di sekolah untuk Ibu mendengarnya. Dengan kebohongan aku hidup seperti boneka tanpa nyawa. Hanya hal bodoh yang bisa aku lakukan. Aku hanya tidak ingin Ibu khawatir padaku.

"Haha, ya Ibu. Itu benar." ucapku, seraya mengatur cerita bohong.

"Ya. Habiskanlah makananmu. Bertemanlah dengan baik. Hm." ujar Ibu yang tidak tahu apa-apa.

CHANGE || TERBIT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang