"Sebentar yaa sayang...,obatnya aku ambil dulu"
Aku hanya mengangguk lemah.
"Makasih bli.." terdengar suara pintu ditutup kembali.
Raga kembali menelpon seseorang.
"Iya, halo.. Adjie, jadi gini Maya perutnya sakit. Ini aku punya stok beberapa obat. Kira-kira obat yang tepat yang mana??"
"..."
"Duhh..ntar aja aku jelasin. Urgent nih..cepetan. apaan sik!! Aku nelpon kamu bukan buat curhat"
"..."
"Ohh..iya..mm.."
"Ga..." kupanggil Raga yang ternyata masih menelpon.
"Iya sayang,tunggu.." Raga mengelus tanganku.
"Udah dulu, thanks bro.. Tunggu aja kabar baik gue"
"..."
***
"Bisa bangun gak sayang?? Minum obat dulu yaa. Yang aku telfon baru aja, temen aku kebetulan dokter. Ini obat rekomendasinya."
Raga menyuapiku obat. Membantuku minum. Aku kembali merebahkan kepalaku.
"Sayang, bajunya mau diganti gak? Atau celana jins kamu ganti aja yang kaos. Biar perut kamu nyaman"
Raga membantuku mengambil celana piyama dari koper. Kututupi bagian bawah tubuhku dengan selimut. Kulepas perlahan celana jinsku. Kemudian kukenakan celana piyama pilihan Raga. Masih dibalik selimut juga.
Perutku masih sakit. Kuputuskan menutup mataku kemudian memeluk gulingku. Posisiku memunggungi Raga.
"Kok..aku dianggurin? Gak aku aja yang dipeluk??" protes Raga.
Aku tersenyum mendengarnya. Namun aku terlalu lemah untuk membalasnya. Kubalikkan badanku dan kutarik tangannya memelukku. Kurapatkan punggungku kedadanya.
Raga memelukku lembut. Tangannya mengusap perutku.
"Jangan sakit sayang. Aku gak tahu harus ngapain"
"Kalau ngantuk, tidur aja sayang"
Perlahan mataku terasa berat. Pengaruh obat yang kuminum tadi, aku mulai ngantuk.
***
Saat mataku kubuka perlahan, posisi kami ternyata masih sama. Tangan Raga masih mendekap perutku. Tangan satunya masih kujadikan bantal. Aku yakin tangannya udah kebas.
Aku bangun perlahan. Kutatap Raga yang tak bergeming. Raga tetiba membuka matanya. Tatapannya khawatir. Raga mengusap wajahnya.
"Udah bangun sayang?? Gimana perutnya udah gak sakit?"
Aah..Raga tatapannya selalu penuh sayang. Gak pernah berubah. Aku menghambur ke pelukannya. Kurasakan mataku memanas. Aku menangis bahagia.
Raga menyadari isakanku.
"Kenapa sayang?? Kok nangis? Perutnya sakit lagi?"
Aku hanya menggeleng. Berusaha tersenyum kutatap mata Raga.
"Mah..kah..sih yah Ga.. udah sayang sama aku." Ucapku disela isakan tangisanku.
"Perutku udah gak sakit kok, emang masih lemes. Tapi udah gak sakit. Tadi cuma terharu aja liat kamu jagain aku"
"Harusnya aku gak pake sakit perut. Harusnya kita tadi udah nikmatin pasar anchor, tapi malah cuma jadinya tiduran aja." Mataku basah kembali. Kutelungkupkan wajahku ke dada Raga.
"Kok ngomong gitu sayang?? Aku tuh seneng ngapain aja sama kamu. Masa iya aku gak jagain kamu lagi sakit. Aku tuh sayang kamu udah dari umur aku 13 sampe umur sekarang 26. Separuh hidup aku sama kamu. Kayaknya emang aku dilahirin buat sayang dan jagain kamu" Raga menangkup wajahku. Mencium mataku yang basah.
"Makan dulu yuk..tadi aku udah pesen. Tinggal kusuruh bawa kesini"
Raga meraih gagang telfon.
"Halo..iya siang mbak. Tadi aku udah pesen makanan. Tolong dibawain ke kamar aja. Oh iya, yang bubur tolong dipanasin dulu sampe hangat lagi ya mbak"
"..."
"Makasih ya mbak"
Raga lalu menuju pintu teras. Lalu membuka pintu lebar-lebar. Semilir angin laut menyapa. Raga kembali kesampingku.
"Ga..kok bubur??" Aku mencoba protes
"Iya sayang. Kata adjie kemungkinan kamu infeksi lambung. Karena jarang makan. Lebih banyak ngopi pagi dan malam minum alkohol. Bir walaupun rendah alkohol. Tetep aja mengandung alkohol. Lambung kamu gak kuat sayang"
"Sementara makan bubur dulu yah" Raga mengacak kepalaku.
Kami lalu duduk bersandaran ditempat tidur yang menghadap langsung ke laut. Menatap laut yang tak bertepi. Kami terdiam seolah tersihir dengan keindahan didepan mata.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Ragaku
RomanceAku tiba-tiba menerima panggilan telpon dari nomor private. Karena merasa penasaran, aku sedikit menjauh dari kebisingan teman-temanku. Sore itu, aku, Raga dan teman-teman kami sedang bersantai disebuah private villa didaerah Uluwatu. Kuberikan kod...