GK -BAB 11-

611 62 11
                                    

     Suasana yang sebelumnya haru, berubah menjadi senyap saat suara roda yang beradu dengan lantai memenuhi setiap koridor yang di lewati.

    Alvi tak sadarkan diri setelah kepalanya membentur sisi jalan trotoar yang menyebabkan kepalanya mengeluarkan cairan merah, sedangkan alqi mengalami luka hampir disekujur tubuhnya, entah itu luka lebam, atau pun luka robekan dimana-mana.

        Semua terasa tegang sekarang, adonia masih terus terisak, razka yang sibuk menenangkan adonia, juga saudara mereka yang lain merasakan kekhawatiran yang luar biasa.

"baru ayah kasih amanat buat jaga adik-adik kalian, dan kamu sudah menepati janjinya," batin razka dengan senyum getir.

     Situasi yang razka rasakan semakin berat dikala rivalnya menepati janjinya sendiri untuk tidak membuatnya tenang, sekarang dia harus membuat keputusan untuk segera pergi ke luar negri bersama putrinya yang lain demi menghindari segala kemungkinan yang membahayakan, atau tetap berada disini menemani anak-anak kembarnya yang sedang melewati perjuangan bertahan hidup.

"mereka pasti bakal baik-baik aja bun, mereka itu kuat, bunda jangan khawatir oke?," alqo menenangkan adonia yang sedari tadi menangis tanpa jeda, mengusap punggungnya lembut dan memberi pengertian.

"hiks....bunda bener-bener ibu yang buruk buat kalian...hiks...maafin bunda...hiks," adonia berbicara di sela-sela sedunya.

"sssttt, bunda gak boleh bilang gitu, bunda adalah ibu yang terbaik buat kita, sekarang kita berdoa aja ya sama allah," alqo memeluk adonia untuk terus menenangkannya.

     Adonia mengangguk saja, namun saat baru berdiri dari duduknya, dokter keluar dengan raut wajah tak bisa diartikan, sontak adonia dan yang lain menghampiri dokter itu dan bertanya tentang keadaan anggota keluarga mereka.

"pasien alvi hanya mengalami luka sobek di dahinya dan tak sadarkan diri karena syok, sedangkan pasien alqi mengalami pendarahan di bagian kepalanya, kami harus segera melakukan operasi untuk menghindari kemungkinan buruk yang terjadi," lalu dokter pergi tergesa-gesa.

    Adonia melorotkan tubuhnya ke lantai, menangkup wajah dengan kedua tangannya, dia benar-benar begitu sedih melihat kedua anaknya berbaring di bangsal rumah sakit.

    Yang lain hanya bisa menahan diri sembari menenangkan adonia, sungguh ini adalah masalah yang rumit karena telah beradu dengan nyawa manusia.

      Sembari menunggu operasi selesai, mereka berpencar untuk melaksanakan sholat isya di mushola rumah sakit, alqo dan yang lainnya menuju satu mushola yang sama yaitu khusus laki-laki dengan sholat berjama'ah, sedangkan adonia sendirian di musholah khusus wanita.

    Mereka bedo'a dengan syahdu, menaruh harapan tinggi agar masalah ini terselesaikan dengan baik, dan tanpa harus kehilangan apapun dari hidup mereka.

   Lama melangitkan do'a, mereka pun kembali ke ruang tunggu rumah sakit, berharap cemas dengan meyakinkan diri bahwa semua akan baik-baik saja.

    Karena terlalu larut untuk menunggu, tak ada orang lain selain mereka dan para petugas rumah sakit yang satu persatu kembali ke rumahnya, detakan jam dinding menggema mengisi ruang luas nan sepi itu, lalu suara decitan pintu terdengar di kemudiannya.

    Mereka yang menunggu, kini berdiri tegak untuk mendengar hasil dari do'a mereka, dokter membuat senyum tipis dibalik maskernya, namun matanya menyorotkan aura pasrah.

"pasien alqo berhasil melewati masa kritisnya," pesan pertama sang dokter membuat adonia dan yang lain bersyukur dengan hati dan lisan.

"tapi kami tidak dapat memastikan kapan pasien alqo akan sadar, entah dalam hitungan hari, ataupun bulan," begitulah pesan kedua dari sang dokter, tak perlu menjelaskan apa reaksi mereka, karena saya yakin kalian tau.

GEN KEMBARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang