GK -BAB 9-

625 71 4
                                    

"awalnya ayah juga gak tau kalo ayahnya dia adalah anggota mafia, ibunya arla juga gak pernah cerita soal ini," razka menjeda kalimatnya, menarik nafas lalu melanjutkan ceritanya.

"tapi, pas ibunya arla sakit, beliau cerita sama ayah kalo ternyata ayahnya dia atau kakek arla itu anggota mafia, rencananya setelah ibunya arla sembuh, ayah pengen balik lagi.....sama kalian," razka menyebut kalimat terakhir dengan hati-hati, dia takut anak-anaknya marah padanya.

"tapi, penyakitnya makin parah, beliau amanahin ayah buat jaga arla sebelum dia pergi buat selamanya, arla punya penyakit jantung, dia gak boleh di kasih kabar buruk yang buat dia syok yang akhirnya bikin dia koma, dan disaat bersamaan, ternyata kakek arla dateng, ayah dibawa ke gudang, di hajar dan dimaki habis-habisan, dan nyuruh ayah buat jaga arla sebaik-baiknya, atau gak...kalian yang jadi taruhannya," razka menenggelamkan wajahnya dibalik telapak tangannya.

"terus kenapa ayah ngehindar dari kita?," tanya alqi.

"ayah pikir, kalo kalian jauh dari ayah, kalian bakal aman walaupun ayah terpaksa bikin kalian benci sama ayah,".

"dan sekarang, kayaknya kakeknya arla tau ayah berusaha memberontak dari perintah dia, ayah pengen balik sama kalian, tapi ayah tau itu sia-sia, dan seharusnya ayah gak lakuin itu supaya kalian baik-baik aja," raut kekesalannya tampak saat dia menyeka air mata dan memukul kepalanya sendiri.

"ayah gak salah kok, ayah cuman pengen bebas dari kekangan, iya kan bun?," sanggah zayid yang mengakhiri dengan melirik adonia, adonia hanya tersenyum, mengusap pucuk rambutnya, lalu mengangguk.

      Razka mendongkakkan kepalanya, dia menemukan sebuah ide, menatap adonia dan anak-anaknya secara bergantian.

"ayah punya ide,".

***

"alvaa....takutt," alvi berbisik dengan suara bergetar.

"sttt, tenang ada gue oke?," alva berusaha menenangkan kembarannya meskipun dia sendiri pun takut dalam situasi ini.

"terus gimana kaburnyaa?," alvi bersuara sedikit kesal namun tetap berbisik.

     Alva terdiam beberapa saat, matanya ia gerakan untuk menyapu pandangan disekitarnya, berharap ada sesuatu yang dapat membantu mereka. Dan yeah, dia melihat banyak pecahan botol kaca di pojok ruangan.

"dengerin gue, ada pecahan kaca di ujung sana, kita geser tubuh kita bareng-bareng," alvi hanya mengangguk.

    Mereka mulai menggeser tubuhnya bersama, dikarenakan mereka diikat dengan saling memunggungi, mereka bergeser dengan alva yang maju dan alvi yang mundur.

"udah belum?," tanya alvi.

"nih dapet!," alva mulai memotong tali yang mengikat mereka, membutuhkan waktu yang lama karena pecahan kaca tak setajam pisau, namun dia berhasil melepasnya.

"yess lepas!, nih lepasin dulu kaki lo," alva menyodorkan pecahan itu kepada alvi, setelah alvi selesai, ia pun kembali menyodorkannya kepada alva.

      Kini seluruh tali yang mengikat mereka sudah terlepas, mereka berdiri lalu memandang satu sama lain dengan ekspresi yang tak bisa di artikan.

"terus abis ini gimana?," tanya alvi.

"gak tau," alva menggeleng.

Alvi memukul lengan alva, "huuu bodoh!,".

"sakit woy," ringis alva.

"ssttt, nanti ketauan," alvi menempatkan jari telunjuknya di bibir alva.

"oke, gak ada cara selain ngadepin, gak ada jendela sihh, gak asik ah nyuliknya," alvi bermonolog.

"penjaganya bawa senjata apa?, biar bisa hadepin gitu," alva bertanya.

GEN KEMBARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang