Menghitung Hari

14 1 0
                                    

Mentari mulai terlihat di ufuk timur, jingganya mulai menelusup dari celah gorden kamar seorang gadis yang tengah lelap tertidur. Tak lama, suara dering alarm dari jam beker di nakas samping tempat tidur itu berbunyi sangat nyaring.

Kringggggg...

"Aih anjir, masih ngantuk gue ah." Ucap Senja mengeluh sembari mematikan alarmnya.

Mau tak mau ia bangun dari kasurnya karena jam sudah menunjukkan pukul 06.30, dengan langkah gontai ia melangkah ke kamar mandi yang berada di kamarnya untuk mencuci muka. Setelahnya, ia turun ke dapur rumahnya yang berada di lantai satu, terlihat ibunya yang sedang memasak untuk sarapan pagi. Hari ini Senja tidak berangkat kuliah dikarenakan ini adalah hari Minggu, dan ia hanya memiliki janji untuk kerja kelompok dengan Antony.

"Pagiii, Bu." Ucap Senja pada ibunya

"Pagi, tumben udah bangun padahal masih jam segini." Balas ibunya keheranan

"Iya lah, Bu. Kan Senja anak rajin." Jawab Senja sembari mendudukkan diri di kursi meja makan

;

Antony masih terlelap di kamar mandi rumahnya, lalu tak lama terdengar suara orang mencoba membuka pintu dari luar. Seketika Antony terbangun, merasakan perih yang menjalar di tubuhnya.

"Arrghh.." erangnya kesakitan

Ceklek..

Pintu terbuka menampilkan Bi Ijem, asisten rumah tangganya. Bi Ijem mencoba membangunkan Antony yang masih terduduk di lantai kamar mandi, mencoba menuntunnya menuju sofa di ruang keluarga. Ah, apakah pantas disebut ruang keluarga?

"Aden duduk sini dulu, Bibi mau ngambil kotak P3K dulu." Ujar Bi Ijem sembari pergi ke dapur tempat kotak obat obatan berada.

Antony termenung, meski masih merasakan sakit yang amat sangat karena luka di seluruh tubuhnya, namun ia sudah mempunyai janji untuk mengerjakan tugas bersama Senja hari ini. Tangan kirinya seakan mati rasa, saking sakitnya ia bahkan tak sanggup untuk mengaduh.

Tak lama, Bi Ijem datang dengan sekotak kecil yang di dalamnya terdapat obat-obatan. Bi Ijem terduduk di lantai dengan Antony yang berada di sofa. Perlahan Bi Ijem membersihkan luka di tubuh Antony dengan alkohol kemudian diberi obat merah, ada beberapa juga yang harus diplester. Namun, Antony sedikit menolak dengan alasan nanti tidak cepat kering. Bi Ijem pun menurut dan membiarkan luka di tangan Antony tidak tertutupi plester. Setelah selesai,  Bi Ijem membereskan peralatan tersebut.

"Eh, kenapa Bibi hari ini kesini? Kan biasanya hari Senin sama Rabu doang." Tanya Antony

"Iya, Bibi ntar sore kan mau ke rumah sodara Bibi yang di Bogor, nah ternyata helmnya ketinggalan disini, jadi Bibi mau ambil helm, Den."

"Oh gitu. Makasih ya, Bi. Udah mau ngobatin Antony." Ucap Antony disertai senyum tulus.

"Sama-sama, Den. Tapi kenapa aden gak coba melawan aja waktu tuan sakitin aden begini?" Tanya bi Ijem keheranan.

"Gapapa, Bi. Mungkin papah butuh pelampiasan dari semua masalah yang ada di kantor. Gapapa, aku baik-baik aja kok, Bi." Jawab Antony dengan kekehan kecil.

"Tapi, Den.." Balas bi Ijem namun belum sempat melanjutkan perkataannya, Antony lebih dulu memotong.

"Udah, Bi. Gapapa."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 21, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BEAUTIFUL GOODBYETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang