17. Latihan

4.7K 321 0
                                    

Part ketujuhbelas

Banyak hal yang tak aku tahu. Entah kejadian masa lalu atau masa sekarang.

____________

Pulang sekolah saat ini Gavin dan Lofa tengah berjalan beriringan menuju ruang guru untuk menemui Pak Yudi.
Koridor saat ini sudah sepi, hanya ada beberapa orang yang memang terpilih untuk acara di Bandung nanti. Dan tentu saja, Lofa lah yang meminta untuk menemui Pak Yudi saat sekolah benar-benar sepi. Jika masih ramai, pasti kalian tau apa yang akan terjadi padanya.

Kedua remaja itu memasuki ruangan sambil mengucapkan salam, lalu berjalan menghampiri meja Pak Yudi.

"Pak, kita latihan sekarang?"tanya Gavin.

"Berhubung Pak Bambang sedang berada di Bogor sekitar semingguan, jadi kalian berlatih mandiri terlebih dahulu. Seperti pemanasan dan latih lagi kekuatan kaki dan tangan, atau kalian bisa bertarung. Dan bayangkan itu lawan kalian, agar nanti saat Pak Bambang datang. Kalian sudah siap," ucap Pak Yudi. Kedua remaja itu saling diam, dan dibuk dengan pikirannya masing-masing.

Pak Yudi mengangkat satu halisnya, "Kalian mengerti?"

"M-engerti, Pak!"balas Lofa.

"Yasudah, kalian bisa berlatih diruang Taekwondo. Nanti Bapak akan kesana setelah melatih badminton,"

"Kita Pamit, pak. Assalamualikum!"

"Walaikumsalam,"

Gavin dan Lofa keluar dari ruangan itu dan berjalan menuju toilet masing-masing untuk mengganti pakaian.

>>><<<

Lofa maupun Gavin sudah siap dengan pakaian khusus tekwondo. Mereka berjalan menghampiri kedua samsak yang tengah tergantung. Sebelum memukul samsak itu, mereka terlebih dahulu melilitkan kain disela-sela jarinya. Setelahnya, mereka sama-sama memukulnya dengan keras bagai  musuh mereka. Kadang juga mereka melayangkan kaki lalu menendangnya.

Kira-kira seperti itulah 15 menit yang mereka lakukan, anak rambut yang jatuh dari ikatan pun telah basah oleh keringat. Begitupun Gavin.

Mereka memutuskan untuk beristirahat terlebih dahulu. Lofa dan Gavin mendudukan bokongnya diatas bangku. Keduanya sama-sama meminum air mineral. Setelah itu keheningan lah yang terjadi.

Mata Gavin sesekali melirik pergelangan tangan Lofa yang membiru. Apakah Ia memegangnya sekeras itu?

"Sorry,"

Lofa yang sedang melepaskan lilitan kain yang menempel dijarinya pun menyerit. "Sebelum gue temuin lo ada hal yang buat gue emosi. Ya jadi gitu,"ucap Gavin.

Lofa mengangguk-anggukan kepalanya. "Melampiaskan keorang lain?"ujarnya sambil menatap Gavin. Cowok itu hanya diam, seolah-olah ucapan Lofa ada benarnya. "Gak pantas, lebih baik cerita keorang yang lo percaya," Lofa bangkit dari duduknya, dan kembali memukuli samsak.

Ia aku-akui luka atas tindakan Gavin memang terasa sakit. Jika dirinya tidak biasa menerima luka seperti itu. Dan sebenarnya Ia sudah memaafkan Gavin. Namun, Lofa hanya memperingati agar cowok itu tidak melampiaskan emosinya kepada orang lain. Ia juga mengetahui, jika Gavin tengah emosi. Terlihat dari mata tajam yang dipancarkannya diujung koridor tadi.

Leofa {SEGERA TERBIT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang