delapan: bunda

215 42 11
                                    

Buat yang nggak pernah merasakan kehilangan, jangan judge manusia bernama Arjuna ini dulu ya. Sebentar, ini temanya sedih - sedihan.

Ayok, play mulmed dulu.

Genap satu dasawarsa Rendi Arjuna ini kehilangan bunda, entahlah. Bunda divonis diabetes melitus, meninggal waktu 'aa kelas dua SD. Kalau diingat bikin hatinya campur aduk, terus dikit - dikit baper. Kalau ingat bunda, hal yang paling diingat sifat bunda yang selalu marah karena 'aa sukanya masuk rumah dalam keadaan kotor raga habis main bola.

Badung aisia!

Bunda pasti bilang "Cuci kaki dulu didepan, baru masuk Ren! Dibilangin nggak pernah mau nurut!"

Sampai sekarang Juna masih ingat, juga tiap bunda ngomel - ngomel karena Juna sukanya makan sambil jalan - jalan atau sambil loncat - loncat di kasur. Tapi maklum lah, masih bocah.

Gatau kenapa, pelajaran hari ini ngingetin 'aa sama bunda. Bunda suka bikin puisi, cerita, atau semacam dialog panjang yang isinya lawakan, atau nggak suka bermonolog tiap habis satu buku dibaca.

Bunda suka beli buku tebal - tebal, yang kalau 'a Rendi baca juga nggak akan paham. "Ini isinya ilmu semua 'a, biar pinter"

Setelah Renjun dewasa, barulah dia paham. Selama ini bunda suka baca ensiklopedia, tentang macam - macam lah pokoknya. Beda sama Ayah yang lebih milih dijelaskan, katanya cepat ngantuk kalau baca buku.

"Nanti kalau 'a Juna besar, mau jadi apa?" tanya bunda sambil potong kuku 'aa yang sudah mulai panjang, waktu itu usia 'aa masih tujuh tahun.

"Mau jadi pengusaha aja Bun, biar nggak usah belajar" katanya, masih lugu.

Tapi nyatanya Juna ikut bunda, maksudnya sifat. Sebenarnya Juna sama teteh satu kelas, tapi 'aa ikut percepatan makanya jadi kakak kelas.

Kalian pernah nyesal karena dulu nggak nurutin omongan orang tua nggak? Sekarang Rendi Arjuna Wirawan ini sedang mengalaminya.

"Nanti kalau'a Juna besar, jangan lupa sama orang yang sudah bantu 'aa ya. Jangan lupain jasa mereka" kata bunda, tuhkan Renjun nangis.

Bunda bantu 'aa belajar, walau akhirnya ditengah fokus - fokusnya bunda malah ketiduran. Bunda sering cepat lelah, makanya cepat ngantuk kalau sudah capek.

Tapi pernah suatu hari, 'aa marah - marah karena dia merasa nggak leluasa mainnya. Semesteran, bunda nyuruh Renjun banyak belajar, sedangkan waktu itu 'aa lagi gemar - gemarnya main sama teman.

"Bunda kenapasih ngatur - ngatur 'aa terus?!"

"Bunda mending mati aja sana!"

"Bunda kalo mau belajar ya belajar sendiri aja, nggak usah nyuruh 'aa!"

"Aduhh, bunda brisik"

Segala macam ucapan caci dirapal Renjun, menyesal. Tapi nasi sudah menjadi bubur, Juna mau minta maaf ke bunda kalau dikasih kesempatan kedua.

Renjun masih mau diomeli bunda, masih mau jadi Juna yang dulu sering dicubit kalau nyuri duit.

Renjun masih mau cerita tentang harinya di sekolah, mengeluhkan sepekan penuh beban sama bunda.

Rendi masih mau jadi anak laki - laki biasa, jadi anak yang masih suka diciumi keningnya sama bunda. Yang didongengi peri putih bertubuh gempal, yang katanya bakal jadi sobat Renjun sampai nanti.

Break dulu, ini 'aa masih nangis.

Sudah ya, cukup lima ratus dua kata saja cerita ini. Karena 'aa masih mau menyendiri, katanya self healing.

 Karena 'aa masih mau menyendiri, katanya self healing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini foto bunda,
'aa nemu di dompet Ayah.
Nggak sengaja waktu mau
nyuri duit, ceritanya.

© SPARKLERYU, 2O2O

chandra's familyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang