"Kita selesaikan urusan kita di sini, teman lama ...."
Lantai 34, Dio dan Angga saling berhadapan. Pukulan keras Dio daratkan tepat ke wajah Angga.
Dengan cepat tangan Angga dapat menahannya, "Hahaha, baiklah, akan kuladeni kalau begitu, ayo!"
"Setelah kau mendaratkan pukulan ke arahku tadi. Kurasa aku harus menyelesaikannya dengan pukulan juga!" tegas Dio setelah memukul keras Angga.
Teman lama yang dulunya salinng bahu membahu, membangun ADA bersama, kini tengah bertarung.
"Hei Angga! Tidak bisa kah kita bicarakan ini baik-baik lagi?" tanya Dio.
"Kau tau? Bukan hanya karena ini saja aku mau melakukan ini," ungkap Angga.
Dio bingung, "A-apa maksudmu?"
"Ardi ...." Angga mengucap nama Ardi.
"Ardi, ada apa dengannya?" tanya Dio yang semakin bingung.
"Kalian telah membuat Ardi terbunuh!" tegas Angga.
"Apa maksudmu? Dia datang karena inisiatifnya sendiri," ungkap Dio.
"Karena sikap kalian ke Ardi itulah yang membuat dia melakukan itu," balas Angga.
Dio semakin dibuat bingung oleh kata-kata Angga tersebut. Bahkan Dio tak menyangka Angga bisa mengenal Ardi.
"Bagaimana kau bisa mengenal Ardi?" tanya Dio.
"Karena dia adikku yang paling berharga, tau tentang kabar dia mati tadi pagi sebenarnya sudah membuat aku tidak kuat hati. Beberapa hari sebelum ini, adalah hari-hari awal Ardi masuk ADA. Dia selalu menceritakan keluh kesahnya, Ardi yang tidak dianggap ada oleh kalian, Ardi yang serasa diasingkan oleh kalian. Membuatku muak tau nggak. Aku rasa dia bakal bakal baik-baik saja, karena ini keinginan hatinya sendiri. Ternyata kalian sudah keterlaluan, hingga membuatnya terbunuh seperti ini," jelas Angga yang merasa kesal.
"Apa? Jadi Ardi itu adikmu?" tanya Dio yang terkaget-kaget.
"Iya, dia adikku. Ardi tau info tentang ADA dari temenmu Rudi itu. Katanya Rudi itu kakak kelas Ardi dan pernah satu organisasi juga waktu SMA dulu," jawab Angga.
Mengetahui fakta baru bahwa Ardi dan Angga adalah saudara kandung, Dio jadi merasa bimbang. Di satu sisi, Dio merasa bersalah karena membiarkan anggotanya memberlakukan Ardi seperti itu. Di sisi lain, Dio juga harus menghentikan rencana buruk si Angga. Tak ada waktu untuk berpikir lagi. Tak ada waktu untuk bertindak gegabah juga. Dio hanya harus melawan apa yang seharusnya ia lawan, demi kebaikan bersama. Senja ini, Dio akan menyelesaikan kasus ini juga.
"Hei Angga!"–mendekat ke Angga–" jika benar dia adikmu, aku minta maaf, anggotaku sudah memberlakukan dia seperti itu. Sekarang, berkat dia juga kita bisa bertemu di sini," tegas Dio dengan tatapan serius.
"Hanya minta maaf tak merubah apapun Dio! Ardi tak dapat kembali! Kau harus membayar itu dengan hal yang setimpal, dan aku akan membubarkan ADA!" ungkap kemarahan Angga.
"Tidak semudah itu, Angga!!"
Setelah perbincangan panjang, mereka mulai adu pukul lagi. Masing-masing pukulan mereka dapat dihindari dan ditangkis satu sama lain, mereka terlihat seimbang.
"Kau masih kuat saja ya seperti dulu, Ketua," ungkap Angga.
"Kau juga Angga, mari kita nikmati pertarungan ini!" tanggap Dio.
Angga tidak peduli dengan kata-kata Dio, "Nikmati? Di saat terakhirmu masih mau menikmati? Jangan bercanda, hahaha."
Tanpa pikir panjang, Angga mengeluarkan pisau yang sedari tadi ingin dia gunakan untuk membunuh Dio, "Aku akan segera menyelesaikan ini, Ketua brengsek!"
Begitu tau Angga mengeluarkan pisau tajamnya, Dio langsung mundur. Namun, Angga berusaha mendekati Dio dengan cepat.
"Aku seperti pernah melihat pisau itu, kau dapat darimana?" tanya Dio.
"Ini merupakan pisau tertajam dan terkeras yang pernah ada, bisa sampai menembus tembok, bahkan tulang-tulangmu bisa patah karena pisau ini. Dulu Toni pernah mengusulkan pisau ini, tapi kau tolak begitu saja," jelas Angga.
"Waktu itu aku tolak juga demi kebaikan bersama. Juga untuk menghindari bahaya yang berlebih." Dio menanggapi.
Dio terus berusaha menghindari tusukan demi tusukan dari pisau milik Angga itu. Hingga ia terpukul mundur sampai ke depan pintu lift. Pisau hampir tertusuk tepat di leher Dio, namun tangannya berhasil menahannya.
"Si-sialan kau, jangan harap bisa membunuhku semudah itu," ujar Dio.
Dengan dorongan tangannya, Dio berhasil mendorong Angga. Angga tak tinggal diam begitu saja. Dengan cepat ia berlari ke arah Dio lagi, pisau ia pegang di tangan kanan. Saat Dio ingin meloloskan diri, tangannya tertahan oleh tangan kiri Angga, Dio tak bisa bergerak. Ditariknya tangan Dio hingga Dio berhadapan dengan Angga di depan pintu lift.
Pintu lift terbuka, tapi mereka tidak menyadarinya.
"MATI KAU!!" Angga bersiap menusuk jantung Dio dari depan.
GEDUBRAK!!!
Angga terjatuh. Dari dalam lift keluar seseorang yang tak asing bagi Dio, dialah Anto yang sudah tiba di lantai 34. Begitu keluar dari lift, dengan cepat Anto melancarkan pukulan keras ke arah Angga.
"Kau tidak apa-apa, Ketua?" tanya Anto.
"Anto? Kenapa kau kembali ke sini?" tanya balik Dio.
"Aku akan menyelamatkanmu, Ketua. Ini adalah misi terakhirku," jawab Anto.
"Misi terakhir? Maksudmu apa?" Dio gagal paham.
Anto mulai menjelaskan ke Dio dan mengakui setiap kesalahan yang sudah ia lakukan, termasuk membuat Toni dikeluarkan.
"Jadi kenapa? Lupakan tentang itu sejenak, yang kita lalukan sekarang menyelesaikan kasus ini, ayo!" tanggap Dio.
"Ketua! Ini terima, aku akan maju!" Anto menyerahkan kertas yang semula sudah ditulis pesan penting.
"Anto! Kenapa kau mau menyelamatkanku?" Dio menahan Anto sejenak.
Anto menjawab dengan lantang, "Karena kita teman ...."
Dengan gesit Anto mulai menyerang Angga habis-habisan. Namun, Angga dapat menghindari semua serangan Anto hanya dengan tangan kirinya saja. Dio ikut maju membantu Anto.
Anto kelelahan, tiba-tiba ia terjatuh karena hilang keseimbangan.
"Anto!" Dio datang menghampiri.
Kesempatan emas bagi Angga, Dio lengah. Saat Dio fokus menyadarkan Anto, Angga bersiap menusuk dari belakang.
"HAAAA!!!!" teriaknya.
Seketika Dio menyadari itu dan menolah ke belakang. Tangan Angga sangat cepat mengayunkan pisaunya.
Mungkin inilah akhirku, batin Dio saat merasa dia akan mati, kesempatan untuk menghindar benar-benar tidak ada.
SLEPP!!! (Pisau mulai masuk)
CRETT!!! (Darah keluar banyak)
Dug dug, dug dug (suara jantung yang semakin melemah)
[Bersambung ke Bagian 14 . . .]
"Haruskah seperti ini?"
Tak ada yang tak mungkin. Beberapa waktu ke depan adalah misteri yang harus dihadapi. Masa sekarang adalah kesempatan emas untuk merubah misteri di masa yang akan datang.
Part 13 cukup 900+ kata saja :)
Penasaran dengan lanjutannya? Harus dong. Makin ke sini makin seru loh, menuju akhir nih, endingnya bakal tak terduga :)
Sambil menunggu, jangan lupa follow dan share ke temen" kalian biar pada penasaran juga :), jangan lupa juga vote & comment agar penulis tambah bersemangat nulisnya 😉. nulisnya 😉.

KAMU SEDANG MEMBACA
No Time To Life
Mystery / ThrillerSebuah kasus baru yang membuat para agen detektif kesulitan menyelesaikannya. Mereka menemui pilihan yang sulit, korban pun terus berjatuhan. Jika mereka lari, korban akan terus bertambah, jika mereka bertahan, hampir tidak ada kemungkinan berhasil...