"Ria! Bawa Anto ke bawah sekarang, aku akan mengatasi Angga ...."
"Bagaimana denganmu, Ketua?" tanya Ria.
"Aku akan menahan Angga di sini. Di bawah, Rudi pasti juga sudah menyelesaikan urusannya. Sekarang, selamatkan dirimu!" perintah Dio untuk Ria.
Ria pun langsung membopong Anto menuju lift dan turun ke lantai dasar. Angga ingin mencegahnya, namun tidak sempat dan Dio menahannya dengan sangat keras.
"Kita selesaikan urusan kita di sini, teman lama ...," kata Dio sembari menahan kedua tangan Angga.
"Hahaha, baiklah, akan kuladeni kalau begitu, ayo!" Angga dan Dio memulai pertarungan.
Aku harus cepat, batin Ria sambil membopong Anto ke dalam lift.
Akhirnya Ria sampai juga di lift berikut dengan Anto. Dengan cepat Ria menutup pintu lift dan turun menuju lantai 1. Perjalanan Ria terasa begitu lama, apalagi dengan kondisi hatinya saat ini. Depresi, kesal, emosi, sedih, semua Ria rasakan saat ini.
Sepanjang perjalanan Ria hanya mengeluh pada dirinya sendiri, "Kenapa sih? Kenapa harus berakhir seperti ini!"–Ria menangis–"Anto! Sadarlah! Aku tak bisa menerima ini sendirian, Anto!"
Dubrak!!
Suara hantaman kecil terdengar sesaat ketika lampu indikasi lift mencapai angka 16. Lantai 16 adalah tempat Rudi dan Toni bertarung. Ria harap harap cemas pada Rudi, Dio, dan Anto yang masih belum sadar juga.
Hanya tangisan kesedihan yang dari tadi keluar dari mata Ria. Merasa tidak bisa apa apa lagi, merasa harus menyerah tapi tidak bisa juga. Tiba-tiba, ada yang memegang tangan Ria, Anto mulai sadarkan diri.
"Ka-kak Ria, ma-maafkan aku." Suara Anto masih terbata-bata.
Spontan Ria langsung memeluk Anto sambil menangis, "Antooo!! Apa yang harus kita lakukan sekarang, huaa!!"
"Ma-maafkan aku, Kak. Gara-gara aku, semua jadi terlibat begini," ungkap kekecewaan Anto.
Ria yang masih menangis menanggapi, "Sudahlah, To! Ini bukan saatnya memikirkan hal itu, kita harus segera menyelesaikan ini."
"Harusnya tinggalkan aku saja tadi di atas, Kak. Aku–" Belum selesai berbicara, Ria menampar Anto.
Plakk!!
"Anto!"–menepuk pundak dan menatap Anto–"aku membutuhkanmu, Anto. Aku tidak sekuat Rudi, aku juga tidak sekuat ketua. Hadirku di sini, karena ketua membutuhkan kemampuanku. Dan sekarang situasinya mendesak, aku tidak bisa apa-apa, makanya itu aku butuh kamu," jelas Ria.
Anto pun terdiam dan berkata, "Terima kasih ...."
Tanpa sadar, pintu lift terbuka dan mereka telah sampai di lantai dasar. Kesadaran Anto yang sudah pulih total membuat Anto bisa bergerak bebas kembali, ia pun keluar lift bersama dengan Ria.
"Kak Ria, aku harus apa untuk menebus kesalahanku?" Anto masih merasa bersalah.
"Anto, sudahlah, kita tak perlu membahas itu dulu. Kita harus menyelesaikan ini, nanti kamu bisa bicara langsung ke ketua," jelas Ria.
"Tapi kan Kak,"–memperhatikan sekitar, menyadari sesuatu–"eh apa itu, Kak?"
Di tengah perbincangan mereka, Anto menyadari sesuatu. Terlihat dari kerjauhan ada selembar kertas terjatuh di lantai pojok.
"Ada apa?" Ria penasaran dan menengok ke arah yang sama.
Ria pun juga melihat lembaran kertas itu. Ria mencoba menghampiri dan mengambil kertas itu, Anto di belakang mengikutinya. Ria terlihat kebingungan.

KAMU SEDANG MEMBACA
No Time To Life
Misterio / SuspensoSebuah kasus baru yang membuat para agen detektif kesulitan menyelesaikannya. Mereka menemui pilihan yang sulit, korban pun terus berjatuhan. Jika mereka lari, korban akan terus bertambah, jika mereka bertahan, hampir tidak ada kemungkinan berhasil...