Ch.3

689 89 7
                                    

"Anu, bukan, maksud saya tuh-" belum usai bicara, kalimat hyunjin disela jeongin.

"Kakak mau uang, ya?" Sela  jeongin polos, lagi.

Dalam hati hyunjin berujar sembari menjerit, "gue kaya, anjrit. Ngapain gue minta uang sama lu, senja."

"Engga. Saya engga butuh uang. Sebagai gantinya, sini nomor handphone kamu, saya minta bayarannya lain kali saja," ujar hyunjin sembari memalingkan wajahnya. Tangannya terulur memberi jeongin ponsel miliknya, mengisyaratkan pemuda manis itu untuk memasukkan nomornya ke ponsel hyunjin.

Dengan ragu, jeongin ambil benda persegi panjang itu, kemudian mengetikkan deretan angka miliknya. "Udah ya, kak," ujar jeongin seraya menyerahkan ponsel pada empunya.

"Oke, saya pulang ya. Ingat senja, kalau nanti saya butuh bayaran, kamu bakal saya telepon," tukas hyunjin menutup pembicaraan.

"Saya pergi. Jangan ceroboh lagi, ya, senja."

"I-iya, hati-hati kak sekala," jeongin mengantar hyunjin pergi keluar, hingga tubuh tegap itu hilang di tikungan.

Jeongin menegang. Segera ia menutup pintu, kemudian berlari masuk ke kamar.

Tubuhnya menubruk kasur kesayangannya, kemudian berteriak sambil menutup kepalanya, "yAAMPUN, AKU BARUSAN NGAPAIN SIH," suara jeongin teredam empuknya bantal.

Tubuh kecil itu kemudian bangun dan menolehkan kepalanya melihat ruangan sekitar. Mata rubahnya kemudian tertuju pada sebuah kotak berdebu dibawah meja. Tanda sudah lama tak disentuh. Jeongin kemudian berlari kecil mengambil kotak tersebut, kemudian meniup debu yang menutup permukaannya.

Dibukanya tutup kotak itu, dan ia lihat isinya. Sebuah senyum terbit dari bilah bibir jeongin. Hatinya menghangat melihat isi kotak itu. Tak lama, ia menggeleng ribut, "gak-gak. Haram buat liat isi kotak ini lagi, senja! Inget janji kamu," ucapnya pada diri sendiri, lalu menutup kotak itu dan beranjak untuk menaruhnya di tempat yang jeongin mungkin akan lupakan.

 Haram buat liat isi kotak ini lagi, senja! Inget janji kamu," ucapnya pada diri sendiri, lalu menutup kotak itu dan beranjak untuk menaruhnya di tempat yang jeongin mungkin akan lupakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seminggu setelah kejadian hyunjin yang secara tak terduga muncul dirumah jeongin, mereka belum bertemu lagi. Jeongin juga tak menerima satupun pesan dari hyunjin. Jeongin sih sebenarnya senang-senang saja. Toh, kalau hyunjin menghubunginya, sudah pasti hyunjin akan menguras tabungannya. Dan jeongin adalah orang yang sangat anti menguras tabungan. "Kalau ujungnya diambil, ngapain disimpen?" Pikirnya.

Jeongin mengetuk-ngetukan ujung pulpen ke meja. Ia sedang melamun. Pikirannya melanglang buana menjelajahi seluruh kemungkinan yang ada. Tak kunjung menemukan jawaban, ia kemudian menghela napas berat dan memundurkan kursinya menjauhi meja.

"Ah bunda nih, adek kan mau masuk universitas pilihan adek, kenapa malah disuruh masuk STAU sih," gerutunya.

"Adeek, bunda denger ya, sayang," ujar bundanya keras. Jeongin terkesiap. Ia hanya bergerutu pelan dan bundanya mendengarnya? Jeongin bergidik ngeri. Ia jadi takut pada yoona sekarang. Bundanya itu terlalu misterius.

𝘴𝘦𝘯𝘫𝘢𝘬𝘢𝘭𝘢 ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang