Ch.4

574 84 11
                                    

Lonceng diatas pintu berbunyi nyaring seraya mengiringi langkah sebuah tubuh tegap memasuki toko. Para pegawai yang melihat sang pemimpin sekaligus pemilik datang hanya bisa menatap canggung kedatangan hyunjin.

"Kalian ngapain liatin saya? Kerja!" Ujar hyunjin dingin. Inilah salah satu alasan mengapa hyunjin disegani oleh seluruh bawahannya. Karena ia tidak mentolerir kesalahan apapun yang dibuat pegawainya. Ia tidak akrab dengan seluruh bawahannya, kecuali felix. Pemuda berfreckles itu merupakan teman baik hyunjin sejak mereka disekolah menengah atas. Atas dasar alasan itulah juga, hyunjin mau memperkerjakan felix di coffee shop miliknya.

"Lixiano mana, yu?" Tanya hyunjin pada salah satu gadis berparas indah yang merupakan salah satu bawahannya, ayu.

"Tadi lixiano ijin pulang cepet kak. Ayu engga tau kenapa lixiano pulang cepet," jawab tzuyu cepat. Gadis itu memang lebih tidak takut daripada bawahan hyunjin yang lainnya.

Sudah menebak jawaban yang diberikan tzuyu, hyunjin tersenyum miring. Tanpa banyak bicara, ia segera membawa tungkainya memasuki ruang kerja miliknya. Melempar tubuhnya lelah pada kursi kebesarannya, kemudian memijat pangkal hidungnya lelah. Ada begitu banyak berkas yang harus ia periksa, terlebih berkas kontrak kerjasama.

Di usia yang begitu belia, hyunjin berhasil membangun workshop miliknya sendiri. Tanpa hutang, tanpa sponsor, hanya uang tabungan yang sudah ia kuras habis untuk membiayai seluruh kebutuhan coffee shop. Ia sukses di kota kelahirannya dan bahkan berencana membangun beberapa cabang di berbagai kota.

"Let's get this shit done, la," Hyunjin menyemangati dirinya sendiri. Ia terhitung sangat jarang berperilaku seperti ini, terlebih jika ada orang. Tetapi jika ia bersama orang terdekatnya, ia akan berubah menjadi pribadi yang lebih hangat, berbanding terbalik dengan image dingin yang ia tunjukkan kepada orang lain.

"Kak?" Sebuah kepala takut-takut menyembul dibalik pintu. Itu renjun, salah satu barista di coffee shop hyunjin.

"Kenapa, panca?" Jawab hyunjin tanpa mengalihkan pandangannya dari berkas yang sedang ia kerjakan.

"Ada masalah kak diluar. Ada anak kecil ngotot beli special request two-shot espresso, pas kita bilang engga ada, dia ngamuk," renjun menjelaskan keadaan diluar.

"Ya kenapa kamu engga bolehin dia beli two-shot espresso?" Hyunjin mengernyitkan dahinya.

"Orang mana yang minta two-shot espresso trus minta whipcream sama sprinkles warna bertaburan diatasnya, kak?" Renjun berujar lelah.

Hyunjin mengangkat sebelah alisnya, "yaudah sebentar lagi saya keluar."

"Oke kak," jawab renjun kemudian berlalu pergi.

"Nyusahin aja," gumam hyunjin sambil beranjak pergi dari ruangannya.

Ia hampir sampai di ruang pelanggan hingga sekelebat suara yang ia kenal menyapa pendengarannya.

"Senja?" Gumamnya tak yakin, kemudian mempercepat langkahnya.

"iH, KALIAN MASA BIKIN GITUAN AJA ENGGA BISA SIH?!" Teriakan lantang jeongin memekakkan telinga hyunjin.

"Senja, kamu ngapain disini?" Tanya hyunjin heran. Mendengar suara orang yang ia kenal, tubuh jeongin membatu. Dengan cepat ia menetralkan ekspresinya kemudian membalikkan tubuhnya.

"E-eh, hai kak sekala," sapa jeongin kikuk. "Kakak n-ngapain disini?" Suara jeongin terdengar gagap.

"Saya yang punya coffee shop ini, senja," jawab hyunjin seraya menatap tajam figur bersweater baby blue kebesaran didepannya.

"Yu, kak sekala kenal sama anak kecil itu?" Bisik renjun pada tzuyu.

"Gatau ca, ini aja gue juga bingung," sahut tzuyu.

Hyunjin memutar kedua bola matanya jengkel.

"Bubar kalian, anak kecil ini biar saya yang urus," ujar hyunjin tegas yang membuat para pegawainya segera membubarkan diri.

"AKU BUKAN ANAK KECIL! Kak sekala mah," rengek jeongin hampir menangis.

"Jangan berisik kamu, ayo, ikut saya aja," tukas hyunjin jengah.
"Gama-" suara jeongin terhalang sebuah jari yang menempel di bibirnya.

"Saya gasuka kamu ganggu ketenangan pelanggan saya ya, senja," kata hyunjin dingin.

"Panca, tolong bikinin saya strawberry frappe satu, kasih sprinkles diatasnya, anter keruangan saya," ujar hyunjin yang dihadiahi anggukan oleh renjun.

"Ayo," hyunjin menyeret jeongin yang mengerucutkan bibirnya menuju ruang kerjanya.

"Ayo," hyunjin menyeret jeongin yang mengerucutkan bibirnya menuju ruang kerjanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bintang, aku pulang," teriak felix di apartemennya. Tangan kecilnya terlihat sedang melepas sepatu yang melindungi kaki felix.

"Bi? Kamu dimana?" Suara keras felix menggema ke seluruh ruang tamu. Dengan cekatan ia menggantung tasnya di hanger kemudian memasuki kamar miliknya bersama changbin.

Kamarnya gelap. Changbin tak menyalakan lampunya. Ia hanya berbaring dikasur memunggungi posisi felix berdiri, "bi? Kamu gapapa sayang?" Tanya felix khawatir. Tangan felix terulur untuk menyentuh pundak changbin yang kemudian dihadiahi tepisan oleh changbin.

"Kenapa hal sekecil itu aja kamu ga cerita ke aku, lix?" Suara changbin terdengar nanar.

Felix sempat tertegun sebentar sebelum akhirnya menjawab changbin," bi, aku takut kamu marah," suara felix terdengar mengecil diakhir kalimat.

"A-aku tau kamu pasti ngelarang aku. Tapi aku juga mau punya kegiatan sendiri bin. Aku engga mau pakai uang kamu terus-terusan," tangis felix akhirnya pecah.

Changbin membalikkan tubuhnya. Tangis felix adalah kelemahan terbesarnya. Ia tak akan pernah sanggup melihat felix menangis, apalagi kalau itu karena dirinya sendiri.

"Lixie.. sorry sayang. Aku kurang ngerti kamu ya? Maafin aku.. jangan nangis," ujar changbin sambil merengkuh tubuh felix.

Tangis felix semakin pecah di dekapan changbin. Tangisnya tak kunjung reda hingga changbin harus menggendongnya dan menaruh tubuh felix di ranjang. Ia terus peluk tubuh ringkih itu hingga felix akhirnya jatuh tertidur.

"Bilang makasih sama gua ya lix abis ini," hyunjin tersenyum miring didepan unit apartemen changbin, sebelum kemudian tersenyum sambil menggandeng tangan jeongin melangkah pergi.

"Bilang makasih sama gua ya lix abis ini," hyunjin tersenyum miring didepan unit apartemen changbin, sebelum kemudian tersenyum sambil menggandeng tangan jeongin melangkah pergi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hai! Ik that this book is not that good, cause i'm still an amateur writer. And ofc i have less words and vocabs.

I do really appreciate u guys for come and read this book. love for u guys 🥺❤️

xtraordinary_hyun thankyou for your very first vote and comment. I dedicate this part 4 u!! 💘💘

Press the star below, and see u guys in chapter 5 😚😚

𝘴𝘦𝘯𝘫𝘢𝘬𝘢𝘭𝘢 ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang