Ch.18

324 64 29
                                    

Warning: Rate 15 and above.

"Pak! pak angkasa!" Chan berlari berusaha menghampiri sehun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pak! pak angkasa!" Chan berlari berusaha menghampiri sehun.

Sehun berbalik menatap chan dingin, "Ada apa lagi, chris? Kontrak dengan perusahaan pertanian itu lagi? Kan udah saya bilang, saya-,"

Chan menyela perkataan sehun, "Tidak pak. Ini bukan tentang kontrak perusahaan. Tapi tuan muda menunggu diruangan anda sedari tadi, pak."

"Ngapain dia diruangan saya?" Sehun bertanya sambil bergegas menuju keruangannya.

"Tuan muda tidak menjelaskan kedatangannya secara spesifik pak. Dia hanya menyuruh saya untuk memanggil anda," chan berusaha menyamai langkahnya dengan sehun.

"Biarin saya bicara sama dia. Kamu pastiin tidak ada yang mengganggu saya dengan dia. Mengerti?" Sehun menatap chan tajam.

Chan menenggak liurnya kasar, "B-baik, pak."

Setelahnya, suara pintu tertutup menjadi bahan gumaman chan, "heran, ayahnya begitu, anaknya begitu. Ckck, kelakuan," lalu ia lanjut kembali bekerja.

Sementara itu, rahang sehun sedikit mengeras ketika melihat anaknya itu dengan seenaknya duduk di kursi kebesarannya dan mengeluarkan semua isi lacinya tanpa izin.

"Ayah engga pernah ajarin kamu kayak begini ya. Tidak ada sopan santun sama sekali," sehun menggeram rendah, sedang si anak hanya tersenyum mahfum.

"Oh, hai, daddy, ups, ayah," kemudian tertawa kencang, hingga sehun yang melihatnya pun menganggap sang anak tidak waras lagi.

"Mau apa kamu kesini? Ga cukup setahun kemarin kamu foya-foya disana?" Sehun masih menatap tajam sang anak yang kini berjalan menghampirinya.

Sosok tersebut sedikit mengibaskan debu pada pundak jas sehun, kemudian tersenyum miring sambil memegang sebuah foto, "Senja ya namanya? Dia.. saudara aku, yah?"

Sehun merebut foto yang digenggam sosok didepannya, "Kamu mau uang? Kamu marah ayah ambil semua fasilitas kamu? Kalau kamu memang kesini untuk meminta semua fasilitasmu kembali, ambillah. Tapi habis ini, jangan pernah ganggu ayah." Sehun berusaha menggertak sosok yang kini tersenyum sambil menyelipkan rambut kebelakang telinganya.

Sehun masih menatap tajam karamel anaknya, "Ayah ga pernah lupa gimana cara kamu hampir membunuh seseorang kala itu. Ayah masih bermurah hati dengan kirim kamu ke luar negeri dan masih menanggung hidupmu. Sekarang kamu kembali untuk apa? Bunuh ayah?"

Sosok yang ditatap masih senantiasa memasang wajah menyebalkan, "Ayah ga asyik, masa rencana aku ketebak sih? HAHAHA" tawanya menggelegar seisi ruangan.

"Cukup. Keluar kamu dari sini. Kamu mau uang? Ayah bakal transfer. Mobil? Ambil dirumah. Tapi habis itu jangan ganggu ayah dan keluarga ayah lagi," ujar sehun defensif.

Yang ditakuti hanya mendecih, kemudian tersenyum picik, "Bakar rumah ayah seru kali, ya?" Kemudian berlalu keluar ruangan sambil menjilati kelima jarinya bahagia.

𝘴𝘦𝘯𝘫𝘢𝘬𝘢𝘭𝘢 ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang