✘ One

3.1K 259 48
                                    

"Julie."

"Julia Nasch."

"Julia Horan."

"Demi Tuhan, Julia James Nasch."

Aku mengerutkan keningku seraya memutar kepalaku dan menatap raut kesal Niall. Aku menggulung majalah yang sedang aku baca dan memukulkannya ke atas kepala Niall "Kau merusak nama tengahku, Horan" protesku tidak terima karena nama tengahku diganti dengan nama tengahnya.

"Kau menyebalkan sekali Julie, kau tidak menjawab panggilanku" gerutu Niall seraya melayangkan tangannya dan mencubit pipiku lalu ditariknya hingga membuat urat di pipiku terasa berdenyut.

Aku menepis tangan Niall kasar karena kesakitan "Sakit bodoh" lalu akupun membalas dengan mencubit pipi Niall dan Niall pun meringis kesakitan.

Setelah Niall benar-benar minta ampun karena kesakitan, aku melepas cubitanku di pipinya dan mengamati raut wajah Niall yang murung. Aku menarik dagu Niall yang belah itu dan mengangkatnya "Kenapa kau memasang tampang seperti itu?" tanyaku bingung.

"Pipiku sakit! Seharusnya kau-tahu-itu Julia Healey Nasch" gerutu Niall sambil mengusapi pipinya dan memalingkan wajahnya dariku.

Ugh sifat manjanya muncul kembali, aku memutar bola mataku dan diam memandang Niall yang terus mengusapi pipinya. Memang sih pipinya terlihat sedikit merah akibat cubitanku tadi.

"Maaf" gumamku pelan.

"Tidak akan aku maafkan" balas Niall masih memalingkan wajahnya.

"Kau seperti anak kecil, Niall" protesku

"Aku tidak peduli"

Aku memiringkan kepalaku kesamping, sehingga dapat melihat wajah kusut Niall. Tapi Niall tidak melirik padaku sedikipun, aku tahu dia sedang menahan tawanya agar tidak meledak.

"Apa kau marah padaku?" tanyaku.

"Bagus, kau masih bertanya" jawabnya kesal.

Sejurus kemudian, Niall mengangkat bokongnya dari sofa yang sedang ia duduki dan hendak beranjak pergi. Namun dengan cepat aku raih lengan Niall dan menariknya "Oh ayolah, aku tahu kau tidak bisa marah padaku"

"Kau terlalu percaya diri" jawabnya datar.

Aku langsung menarik lengan Niall, sehingga dia kembali duduk di sampingku "Aku ingin ke toilet, Julie"

Aku memegang lengan Niall dengan erat, bahkan aku memeluk lengannya "Kau tidak boleh pergi sebelum kau memaafkanku"

Sejujurnya jantungku sedang bekerja seribu kali lebih cepat saat ini, belum lagi kulitku yang bersentuhan langsung dengan kulit Niall yang dapat menimbulkan sebuah sengatan berjuta-juta volt pada kulitku.

Aku memang sudah lama seperti ini dengan Niall, aku sudah lama menjalani hari-hari bersama Niall. Namun entah mengapa ketika perasaan itu muncul, semua yang Niall lakukan padaku, aku anggap sebagai sebuah perhatian lebih. Namun yang masih aku cemaskan sampai saat ini adalah, bagaimana perasaan Niall padaku. Dia tidak pernah mengutarakan perasaan yang sebenarnya padaku, begitu pula aku. Friendzone memang cukup menyiksa.

Aku sedikit melonggarkan pelukanku pada lengan Niall, karena aku tidak mau jika Niall merasakan detak jantungku yang memalukan ini. Aku berusaha mengatur nafasku agar terlihat normal, walaupun sebenarnya tidak.

"Lepaskan tanganku, Julie" perintah Niall sambil berusaha menarik lengannya, namun tetap aku tahan.

Aku terdiam, mengumpulkan keberanian. Menarik nafas panjang sambil perlahan memajukan wajahku mendekati wajah Niall. Hingga jarak satu senti meter aku memejamkan mataku dan mengecup pipi Niall yang aku cubiti tadi.

Aku merasakan bahwa tubuh Niall menegang seketika, aku kembali memundurkan kepalaku perlahan. Menggigit bibir bawahku takut, aku takut Niall marah. Niall menolehkan kepalanya dan menatapku, aku tersenyum tipis "Better?" tanyaku ragu.

Tiba-tiba ekspresi wajah Niall berubah, sudut bibirnya tertarik ke atas sedikit. Ya Tuhan tolong aku, aku hampir kehabisan oksigen. Aku merasa dadaku sesak karena jantungku meloncat tidak karuan kesana kemari.

"Yeah, more than better" ucap Niall tak lepas dari senyumnya.

Aku berusaha menormalkan senyumanku, aku tidak ingin sudut bibirku tertarik sampai ke telinga di hadapan Niall.

Tanpa di duga Niall memajukan wajahnya dan mengecup pipiku singkat. Seketika aku membeku, benar-benar membeku karena kaget dengan apa yang baru saja Niall lakukan padaku. Tuhan aku merasa melayang sekarang.

"Itu balasannya karena kau sudah berani mencium pipiku tanpa permisi, Nona"





DilemmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang