✘ Five

1.8K 192 22
                                    

"Apa? Malam ini Mama tidak akan pulang?" nada bicaraku meninggi karena mendapat sebuah fakta yang cukup membuatku kaget. Ini pertama kalinya Mama mengatakan padaku bahwa dia tidak akan pulang malam ini, dan itu berarti aku akan berada di rumah sendirian malam ini untuk yang pertama kalinya.

"Mama memiliki sedikit urusan Julie, kau bisa menginap di rumah Scarlet" ya Scarlet, rumahnya berada di sebelah rumahku namun Scarlet bukanlah orang yang aku suka. Dia bergaya sangat modis dan termasuk golongan anak gaul, tidak sepertiku.

"Urusan kantor?"

"Ya bisa dibilang seperti itu"

"Ya baiklah"

"Jaga dirimu baik-baik"

"Ya"

"Selamat malam Julie, jika ada apa-apa cepat hubungi Mama"

"Ya Mam, selamat malam"

Aku meletakkan ponselku pada meja di hadapanku, sementara aku mengistirahatkan punggungku pada sandaran sofa milik Niall. Sejak insiden 'Membersihkan saus spageti cara terbaru' beberapa hari yang lalu, aku dan Niall tidak banyak mengobrol. Walaupun aku selalu melakukan aktivitasku bersama Niall, namun terasa begitu canggung sesudah hari itu. Sebenarnya aku tidak cukup nyaman dengan keadaan yang seperti ini, namun apa boleh buat? Aku tidak bisa membuat suasana menjadi cair, ataupun menjadi hangat. Aku menunggu Niall kembali seperti sebelumnya. Ku akui Niall sudah berusaha beberapa kali untuk memencairkan suasana, namun kecanggungan itu kerap kali muncul disaat suasana sudah mulai mencair.

Seperti sekarang ini, aku berada di apartemen Niall. Sedangkan Niall masih memiliki urusan di kampus. Terlihat sekali jika Niall berusaha untuk menjauh dariku karena tidak mau kecanggungan itu terjadi lagi. Namun bagaimana sekarang? Mama tidak akan pulang kerumah, dan itu akan sangat membosankan jika aku berdiam diri dirumah sendirian.

Suara pintu terbuka membuatku terbangun dari lamunanku, aku menegapkan punggungku dan menengok ke arap pintu. Aku mendapati Niall sedang menutup pintunya kembali dan berjalan ke arahku dengan sekantung makanan di tangannya.

"Kupikir kau belum makan, jadi aku membelikanmu makanan" ucapnya seraya mendaratkan bokongnya tepat di sebelahku.

"Terima kasih" ucapku tersenyum sesaat kemudian memandang kantung makanan yang Niall taruh di atas meja.

Niall menaruh tasnya pada sofa di sebrangnya, kemudian dia membuka sweater yang dia pakai dan melemparnya tepat ke atas tas. Niall langsung membuka kantung makanan yang dia bawa dan mengeluarkan isinya, dan ternyata itu adalah dua buah burger dengan ukuran large. Dia menyerahkan bungkus satunya padaku, sedangkan yang bungkus yang dia pegang mulai dia buka dan langsung di lahapnya, tipikal Niall.

Aku tidak langsung membuka bungkusan burger tersebut, aku malah memperhatikan Niall yang sedang makan burger dengan lahapnya, sepertinya dia benar-benar lapar. Aku sempat tidak berkedip karena memperhatikan Niall, dan sialnya Niall tidak merasa di perhatikan olehku, dia masih melahap burger itu tanpa berhenti mengunyah.

Sampai burger sisa setengahnya, Niall menjauhkan burger itu dari mulutnya dan menolehkan kepalanya padaku serta menatapku heran. Keningnya berkerut, tetapi mulutnya masih mengunyah "Ada apa?" tanyanya dengan mulut penuh dengan roti isi daging tersebut.

Meskipun aku merasa gugup, namun bibirku tak bisa berbohong jika aku sangat ingin tertawa melihat ekspresi wajah Niall saat ini. Aku menahan tawaku, namun aku gagal karena bibirku berkedut. Dan tak lama pecahlah suara tawaku mengisi keheningan ini.

Ya Tuhan aku seperti orang idiot, aku dan Niall sedang dalam keadaan canggung dan bisa-bisanya aku tertawa seperti ini karena melihat ekspresi Niall. Sungguh ekspresi Niall sangatlah lucu, membuatku ingin menciumnya –eh?

Niall mengunyah makanannya sampai habis kemudian menelannya "Ada apa denganmu Julie?" tanya Niall sesaat setelah dia berhasil mengosongkan mulutnya.

Aku menggeleng pelan "Tidak—umm aku hanya—ingin ke toilet—ya aku ingin ke toilet" jawabku gugup.

Niall mengerutkan keningnya lagi "Kau sungguh aneh Julie" protes Niall, namun aku tidak memperdulikannya.

Aku bangun, menyimpan bungkusan burger tersebut di atas meja dan berjalan menuju toilet karena aku memang ingin buang air kecil.

Selesai menuntaskan urusanku, aku kembali ke ruang tamu dan menemukan Niall sedang memandangi ponselku. Aku kembali duduk di sebelahnya dan merebut ponselku dari tangannya begitu saja.

Niall sedikit terkejut ketika aku merebut ponsel tersebut, aku memperhatikan ponselku yang ternyata ada sebuah pesan masuk.

Mama

Mama lupa memberitahumu jika persediaan makanan dirumah sudah hampir habis, kau bisa membeli makanan dari luar dan membawanya kerumah. Jangan lupa untuk mengunci pintu dan jangan pulang terlalu malam. Jika kau ingin menginap di rumah Scarlet, jangan lupa untuk menutup jendela serta gordennya.

 

Aku mendengus kesal setelah membaca pesan super panjang dari Mama. Oh ayolah aku sudah dua puluh tahun lebih dan Mama memberikanku wejangan yang sangat panjang hanya karena dia tidak akan pulang satu malam ini saja, dengan malas aku meletakkan ponselku di atas meja.

"Umm jadi Mama mu tidak akan pulang malam ini?" tanya Niall yang membuatku menoleh padanya.

Aku mengangguk pelan, dan Niall membulatkan mulutnya berbentuk huruf o nyaris sempurna.

"Jadi malam ini kau di rumah sendiri?" tanya Niall lagi dan kujawab dengan anggukan lagi.

Niall mengusap tengkuknya "Umm kalau begitu kau bisa tidur disini jika kau mau—maksudku daripada kau berdiam dirumah sendiri—umm atau aku akan menemanimu di rumahmu—ah ya aku hanya menawarkan diriku jika kau tidak mau aku tidak memaksa"

Aku terkekeh pelan mendengar penuturan dari Niall, dia terlihat begitu ragu dengan perkataannya, namun ada nada keseriusan dari penuturannya barusan "Tidak, terima kasih. Tapi aku akan pulang" tolakku.

"Apa kau tidak bosan jika berada dirumah sendirian?"

"Aku bisa menonton film atau membaca buku jika aku bosan"

"Umm aku hanya khawatir jika kau berada sendirian di dalam rumah"

"Oh ayolah Niall, umurku sudah hampir dua puluh satu tahun. Dan tidak ada yang patut kau khawatirkan dari semua itu"

"Kita bisa tidur bersama jika kau tetap tinggal"

"Tidur bersama?"

Niall mengacak rambutnya dan menggeram pelan "Shit! Tidak—maksudku kau bisa tidur di kamarku, dan aku bisa tidur di sofa ini"

"Tidak Niall, lebih baik aku pulang"

"Sebenarnya aku tidak ingin memaksa, tapi bisakah kita menghabiskan waktu satu malam untuk bersama?"

Kini giliranku yang mengerutkan keningku, tidak mengerti apa yang Niall maksud.

"Oh sial! Aku salah berkata kembali" ujar Niall yang menundukan kepalanya dan mengacak rambut pirangnya itu "Maksudku—umm—baiklah, aku memaksamu untuk tidak pulang malam ini saja"

"Untuk apa?"

"Menghabiskan waktu bersama mungkin ... ya mungkin"







DilemmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang